Referensi pihak ketiga
Dalam bahasa Kurdi : Evdilqadirê
Geylanî,
Dalam bahasa Persia : عبد القادر گیلانی,
Dalam bahasa Urdu : عبد القادر آملی گیلانی
Abdolqāder Gilāni (470–561 H) (1077–1166 M) adalah seorang ulama fiqh yang sangat dihormati oleh sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme. Ia adalah orang Kurdi[1] atau orang Persia.[2] Syekh Abdul Qadir dianggap wali dan ada penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua Hindia.[3] Di antaranya beliau dikenal sebagai Ghaus el Azam dari pengikutnya di Pakistan dan India.
Spiritualitas Syekh Abdul Qadir Jailani sebagai salah seorang
wali Allah tiada duanya. Kealiman, keilmuan, dan kematangan batin tokoh yang
terkenal sebagai Sulthanul Auliya` (Pemimpin Para Wali) ini tersohor ke seluruh
penjuru dunia dan sepanjang masa.
Rasanya tidak mungkin ada umat Islam yang tidak
mengenal sosok satu ini. Paling tidak, mengetahui namanya. Dikalangan pesantren atau warga
Nahdhiyyin, nama besar Abdul Qadir Jailani sudah tidak asing lagi di telinga.
Bahkan nama ini sering dibaca pada banyak amalan tradisi kalangan umat NU
terutama ketika pembacaan tawasul kepada para leluhur.
Pengaruh ajaran sufisme yang diusungnya tersebar
begitu masif, tidak hanya di kalangan orang-orang sezamannya, tetapi juga
lintas generasi setelahnya hingga sekarang. Cahaya ilmu dan makrifat
yang dipancarkan sang begawan sufi ini melintasi alam duniawi, menembus dimensi
langit. Spiritualitasnya sangat dalam, melebihi dalamnya palung samudra. Amat
luas, melebihi luasnya cakrawala. Kedalaman dan keluasan sisi spiritual Syekh
Abdul Qadir ini bisa kita rasakan dan resapi dalam kitab yang berjudul asli
Futuhul Ghaib (Ilham-ilham Gaib) ini. Pembahasan-pembahasan di dalamnya ibarat
pijar lentera atau kilau cahaya bagi setiap hati yang tengah dilanda kegelapan.
Bagi hati yang terang, kitab ini hanya akan menambah benderang jalannya menuju
Tuhan.
Sesuai namanya, kitab Futuhul Ghaib ini berisi 78
pembahasan tentang suluk (jalan menuju Tuhan), akhlak, syariat, hakikat,
kewalian, bahkan tak jarang hal-hal gaib, dan lain-lain. Dalam buku ini, Syekh
Abdul Qadir juga menjelaskan dengan gamblang bagaimana seorang hamba bisa
berproses menjadi wali Allah yang dipenuhi karamah dan hal-hal luar biasa.
Mengkaji kandungan buku ini satu persatu ibarat menelusuri jalan-jalan rahasia menuju Allah. Jalan yang hanya bisa terbuka oleh orang-orang yang berjiwa lapang dan terbebas dari belenggu-belenggu makhluk dan keduniaan. Lebih dari itu, buku ini sangat dianjurkan untuk setiap orang yang menginginkan revolusi ruhani/spiritual (tsaurah ruhiyyah) dalam rangka menjadi kekasih Allah dan menggapai ridha-Nya.
Karya Tulis Syaikh Abdul Qadir Al Jailany
Imam Ibnu Rajab berkata,
"Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus
dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifah yang sesuai dengan sunnah."
Karya karyanya:[3]
- Tafsir Al Jilani
- Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul Ghaib.
- Al-Fath ar-Rabbani
- Jala' al-Khawathir
- Sirr al-Asrar
- Asror Al Asror
- Malfuzhat
- Khamsata "Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat wal Aurod
- Yawaqitul Hikam
- Jalaa al khotir
- Amrul muhkam
- Usul as Sabaa
- Mukhtasar ulumuddin
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal
yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis dia. Dalam masalah-masalah
sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan
keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Isi Kitab Futuh Al Ghaib
- Risalah Ke-1 Kewajiban Mukmin
- Risalah Ke-2 Tausiah Dalam Kebaikan
- Risalah Ke-3 Ujian Bagi Seorang Hamba Allah
- Risalah Ke-4 Makna Kematian
- Risalah Ke-5 Kehidupan Dunia
- Risalah Ke-6 Fana
- Risalah Ke-7 Mengisi Hati
- Risalah Ke-8 Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT Dengan Qana’ah
- Risalah Ke-9 Kasyaf dan Muhasyadah
- Risalah Ke-10 Hawa Nafsu
- Risalah Ke-11 Syahwat
- Risalah Ke-12 Mencegah Kesukaan Terhadap Harta
- Risalah Ke-13 Mencari Rahmat Dalam Menjalankan Perintah
- Risalah Ke-14 Ittiba’
- Risalah Ke-15 Takut dan Harapan
- Risalah Ke-16 Tawakkal
- Risalah Ke-17 Cara Sampai Kepada Allah SWT Melalui Guru Mursyid
- Risalah Ke-18 Menolak Kesusahan
- Risalah Ke-19 Janji
- Risalah Ke-20 Keraguan
- Risalah Ke-21 Iblis Terlaknat
- Risalah Ke-22 Ujian Sesuai Kadar Keimanan
- Risalah Ke-23 Ridha Terhadap Keputusan Allah SWT
- Risalah Ke-24 Pohon Keimanan
- Risalah Ke-25 Menghambakan Diri Kepada Allah
- Risalah Ke-26 Tabir (Hijab) Yang Menghalangi
- Risalah Ke-27 Biji Kebaikan dan Kejahatan
- Risalah Ke-28 Janganlah Terburu-buru, Berjalanlah Terlambat asal Selamat
- Risalah Ke-29 Fakir Mendekatkan Terhadap Kekafiran
- Risalah Ke-30 Kesabaran Tidak Ada Batasnya
- Risalah Ke-31 Benci Sesuatu karena Allah
- Risalah Ke-32 Mahabbah Kepada Allah
- Risalah Ke-33 Empat Macam Manusia
- Risalah Ke-34 Mencegah Merasa Kesal atau Marah Kepada Allah SWT
- Risalah Ke-35 Wara’ (Menjauhkan Diri Dari Rezeki Haram)
- Risalah Ke-36 Amal Dunia dan Amal Akhirat
- Risalah Ke-37 Kebenaran dan Nasihat
- Risalah Ke-38 Sifat Munafiq
- Risalah Ke-39 Menjadi Musuh Diri Sendiri
- Risalah Ke-40 Perumpamaan Untuk Dijadikan Bahan Renungan
- Risalah Ke-41 Keadaan Ruh Manusia
- Risalah Ke-42 Meminta Sesuatu Kepada Selain Allah
- Risalah Ke-43 Sebab Tidak Mustajabnya Do'a
- Risalah Ke-44 Nikmat dan Malapetaka
- Risalah Ke-45 Selalu Mengingat Allah Tanpa Meminta
- Risalah Ke-46 Taqarub Kepada Allah
- Risalah Ke-47 Yang Membuat Hamba Dekat Kepada Allah
- Risalah Ke-48 Utamakan Wajib Kemudian Laksanakan Sunah
- Risalah Ke-49 Mengurangi Tidur
- Risalah Ke-50 Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah
- Risalah Ke-51 Zuhud (Berpaling dari Dunia)
- Risalah Ke-52 Ujian Allah Bagi Mukmin
- Risalah Ke-53 Mengharap Ridha Allah
- Risalah Ke-54 Mengharap Sampai Kepada Allah
- Risalah Ke-55 Membuang Kesenangan Hidup
- Risalah Ke-56 Tidak Menghendaki Apa-Apa Lagi Selain Allah SWT
- Risalah Ke-57 Pengekangan Diri
- Risalah Ke-58 Menutup Mata Hati Dari Melihat Segala Sesuatu Selain Allah
- Risalah Ke-59 Ridha Terhadap Musibah dan Syukur Terhadap Nikmat
- Risalah Ke-60 Bidayah dan Nihayah
- Risalah Ke-61 Kehati-hatian Dalam Setiap Perkara
- Risalah Ke-62 Yang Dicintai dan Yang Menyintai
- Risalah Ke-63 Pengetahuan Ruh
- Risalah Ke-64 Mati Tanpa Kehidupan dan Hidup Tanpa Kematian
- Risalah Ke-65 Keraguan dan Keimanan
- Risalah Ke-66 Senantiasa Berdoa
- Risalah Ke-67 Mengabdilah Hingga Datang Suatu Keyakinan
- Risalah Ke-68 Rahmat Allah
- Risalah Ke-69 Doa Yang Layak
- Risalah Ke-70 Jangan Membanggakan Diri
- Risalah Ke-71 Hamba Pilihan Allah
- Risalah Ke-72 Antara Lahir dan Batin
- Risalah Ke-73 Wali Allah Tidaklah Suka Mengutuk
- Risalah Ke-74 Rahasia Ruhani
- Risalah Ke-75 Jalan Mencapai Tasawuf
- Risalah Ke-76 Sebagai Kekasih Allah
- Risalah Ke-77 Inti Kesadaran Diri
- Risalah Ke-78 10 Sifat Untuk Meraih Tujuan Ruhani Dan Salik
- Risalah Ke-79 Menjelang Maut Menjemput Sang Kekasih Allah
- Risalah Ke-80 Akhir Hayat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy
Semoga bermanfaat...
Semoga kita dijauhkan dari hal - hal yang menyebabkan kita semakin menjauh dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Referensi:
[1] From the 12th century onward, Sufism spread amongst the Kurds. The main Sufi orders amongst them are the Qadiriya who trace their origin to the Kurdish Sufi 'Abd al-Qadir al-Jilani
[2] Philip Khuri Hitti, "Islam, a way of life ", University of Minnesota Press (August 12, 1970). pg 64: "The earliest and most attractive Sufi order was al-Qadiri, named after its founder, the Persian ‘Abd al-Qadir al-Jili (al-Jilani 1077–1166)
[3] A Great Saint: Syeikh Abdul Qadir Jilani
[4] MA Cassim Razvi dan Siddiq Osman NM: "Syekh Abdul Qadir al-Jailani Pemimpin Para Wali", halaman 1-4.Yogyakarta: Pustaka Sufi. ISBN: 979-97400-100-8
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Qadir_al-Jailani
0 Comments