Futuhul Ghaib Risalah Ketigapuluh Lima: Wara' (Menjauhi Perkara Haram)

Risalah Ke-35
Mengenai Wara’ (Menjauhkan Diri Dari Rezeki Haram)

Referensi pihak ketiga

Dalam risalah yang ketigapuluh lima ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Wahai orang yang beriman, sesungguhnya berpantang dari yang haram ialah suatu kewajiban bagimu. Jika tidak, maka tali kehancuran akan menjerat kehidupanmu (lebih-lebih di akhirat nanti). Engkau tak akan bisa melepaskan diri dari tali kehancuran itu, kecuali dengan kasih sayangNya. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa asas agama adalah sikap yang mau berpantang dari segala yang haram, sedangkan kebinasaannya adalah kerakusan. Di sisi lain, Umar Bin Khaththab ra. Berkata:
 “Kami biasa berpantang dari sembilan per sepuluh dari hal-hal yang halal, sebab kami kawatir jika kami jatuh ke dalam hal-hal yang haram.”
Abu Bakar ra juga pernah berkata:
 “Aku biasa menghindari tujuh puluh pintu dari hal-hal yang halal, karena aku takut akan keterlibatan dalam dosa.”
Orang-orang semacam itu (Umar dan Abu Bakar serta sahabat lainnya) berbuat untuk menjaga dan berhatai-hati – meskipun terhadap yang halal – tak lain adalah untuk menjaga agar mereka tidak sampai terlanjur pada yang haram. Mereka bertindak atas dasar sabda Rasulullah SAW :
 “Ingatlah! Sesungguhnya setiap raja memiliki sebuah padang rumput yang dijaga. Sedangkan rumput Allah ialah hal-hal yang dilarangNya.”
Maka orang yang berada di sekitar padang itu kemungkinan bisa memasukinya. Dan orang yang berhasil memasuki benteng raja, berhasil melewati pintu pertama, kedua sampai ketiga dan sampai menjangkau singgasananya itu lebih baik daripada yang hanya berada di pintu pertama. Jika ditutup pintu benteng, maka orang yang berhasil melampaui pintu pertama dan kedua menjadi aman berada dalam lingkungan istana. Akrab dengan para tentara serta pengawalnya. Sedangkan orang yang berada di pintu pertama, pintu gerbang, bila pintu benteng di tutup, maka ia akan berada di luar istana. Ia sendirian di padang terbuka, bisa juga diterkang binatang serigala atau dibunuh musuh. Dan bisa juga ia menjadi binasa.
Begitu juga orang yang menunaikan perintah Allah, ia akan dijauhkan dari bahaya. Ia tetap berada dalam syariat. Jika suatu ketika kematian merenggut nyawanya, maka ia berada dalam ketaatan dan pengabdian. Sedangkan amal kebaikannya selama hidup menjadi saksi baginya.
Sementara itu bagi orang yang diberi kemudahan tetapi tidak mau menuanaikan kewajiban-kewajibannya, jika kemudahan itu dicabut, tentu ia terputus dari pertolongan Allah. Sehingga yang menguasai dirinya adalah hawa nafsu yang akan mencelakakan. Dengan begitu, ia senantiasa tenggelam dalam kesesatan, bersama para setan, yang mereka adalah musuh Allah, dan akan menyimpang dari kebenaran. Jika kematian merenggutnya, sedangkan ia belum bertaubat, maka ia akan celaka.

Post a Comment

0 Comments