Futuhul Ghaib Risalah Ketiga : Ujian Bagi Seorang Hamba Allah

Risalah Ke-3 
Ujian Bagi Seorang Hamba 

Referensi pihak ketiga


Risalah yang ketiga berisi tentang penyerahan diri seorang hamba (muslim) kepada Allah. Ia berpesan yang diantaranya adalah sebagai berikut:
“Seandainya seorang hamba mendapatkan kesulitan dalam hidupnya, maka pertama sekali ia harus berusaha dengan kemampuan dirinya sendiri. Jika ia tidak mampu mengatasi kesulitannya sendiri hendaknya meminta pertolongan kepada sesamanya, misalkan kepada para pejabat, hartawan, dan penguasa lainnya atau kepada tetangganya. Jika ia sakit hendaknya ia pergi ke dokter (tabib). Apabila masih saja gagal dan tidak berhasil, pertolongan terakhir yang diharapkan hendaknya kepada Khaliknya (Allah), Tuhan yang Maha Besar lagi Maha Kuasa dengan cara memanjatkan doa dan diiringi dengan kerendahan hati serta puji-pujian untuk-Nya.”
“Jika pertolongan itu tidak kunjung datang dari Allah, maka seorang muslim janganlah berputus asa. Tapi hendaknya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, memuji dan memohon dengan penuh harap dan cemas. Bila Allah tak kunjung mengabulkan permohonannya dan doanya, maka ia harus meninggalkan segala sesuatu yang berurusan dengan duniawiyah dan mencurahkan segalanya untuk urusan ruhaniyah (kepentingan akhirat).”
Pada tingkatan yang demikian ini seseorang akan merasakan atau melihat dengan mata batinnya atas kehendak Allah. Akhirnya sampailah ia kepada keesaanNya dan kekuasaanNya. Pada tahap ini seseorang akan menduduki maqom yang disebut haqqul yakin (keyakinan yang sebenar-benarnya/haq) yaitu derajat yang tinggi kedudukannya disisi Allah.
Haqqul yakin merupakan keyakinan tentang hakikat bahwa segala sesuatu itu tiada yang menggerakkan kecuali Allah, tiada yang menghentikan kecuali Allah. Tiada kekayaan dan kemiskinan kecuali Allah yang menghendakinya. Maka di hadapan Allah, seseorang bagaikan bayi di tangan seorang bidan atau dukun beranak, atau mayat yang dimandikan, atau bola di kaki pemainnya. Tak kuasa apapun kecuali kehendak Allah.
Dengan demikian, ia tak akan melihat kecuali hanya kepada Allah. Tak akan mendengar kecuali hanya dari Allah. Jika mendapatkan sesuatu – baik menyenangkan atau menyedihkan – hanya diyakini semata karena Allah belaka. Jika mendengar sesuatu maka yang didengar adalah Firman Allah melalui ilmuNya. Maka ia akan mendapatkan karunia-Nya dan mendapatkan keberuntungan karena mampu mendekatkan diri kepadaNya. Ia menjadi mulia, ridha atas segala sesuatu yang dijumpainya. Ia merasa puas atas segala sesuatu yang menimpanya, entah menyenangkan atau yang menyakitkan. Akhirnya, ia rindu selalu kepada Allah, ingin terus memuji dan berdzikir. Segala sesuatu dalam hidupnya bertumpuh kepada Allah semata. Ia mendapatkan nur dari Allah karena ilmu Allah itu sendiri. Ia dimuliakan karena ilmu Allah juga. Dengan begitu, senantiasa puji dan syukur tercurahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa saja.

Post a Comment

0 Comments