Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Tujuh : Biji Kebaikan dan Kejahatan


Risalah Ke-27
Biji Kebaikan dan Kejahatan

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh tujuh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berpesan:
Hendaknya engkau menganggap kebaikan dan keburukan itu sebagai dua buah dari dua ranting dalam satu pohon. Cabang yang satu menghasilkan buah yang manis, sedangkan cabang lainnya menghasilkan buah yang pahit rasanya. Oleh sebab itu, tinggalkan kota-kota, negeri-negeri yang menghasilkan buah-buahan pohon ini dan penduduknya. Dekatilah pohon itu dengan penuh hati-hati dan waspada! Perhatikan kedua cabang ini, kedua buahnya dan sekelilingnya. Kemudian senantiasa engkau berusaha mendekatkan dirimu pada cabang yang menghasilkan buah manis. Buah itu akan menjadi makananmu dan sumber kekuatanmu. Waspadalah, dan hati-hatilah agar engkau tidak mendekati cabang lainnya sehingga engkau terlanjur makan buahnya yang pahit; yang akhirnya dapat membinasakanmu.
Jika engkau selalu berbuat yang demikian, maka engkau akan selamat dari berbagai kesulitan, sebab kesulitan itu karena disebabkan kepahitan buah tersebut. Bila kau jauh dari pohon ini lalu berkelana ke negeri-negeri. Di negeri yang baru kau dihadapkan pada buah-buahan yang berbaur – antara pahit dan manis – sehingga tak jelas mana buah pahit  dan buah manis, maka hendaknya engkau hati-hati. Bila engkau salah memilih, lalu mengambil yang pahit dan kau makan. Tentu lidahmu terasa sakit, tenggorokanmu gatal, lubang hidungmu tersumbat sampai pada otakmu, jaringan tubuhmu, aliran darahmu, dan semuanya. Maka untuk membersihkan sungguh sangat sulit. Mencuci mulut dan tangan serta memuntahkan makanan yang terlanjur itu tak akan mampu membersihkan dari kepahitan rasa buah tadi.
Namun apabila engkau makan buah yang manis dan rasa manisnya menyebar ke seluruh anggota tubuhmu, maka betapa engkau sangat beruntung. Meskipun buahnya itu hanya sedikit tetapi engkau telah dapat merasakannya. Dengan demikian jika engkau pada waktu berikutnya keliru mengambil dan memakan buah pahit, engkau akan segera menggagalkan, tak sampai menelan, baru di mulut sudah kau keluarkan.
Berbeda jika engkau memakan buah yang pahit – sebelum merasakan yang manis – maka mulutmu dan ususmu akan terganggu oleh kegetiran itu. Kegetiran tak akan bisa membedakan mana yang manis dan asin. Sehingga meskipun pada tahap berikutnya engkau memakan buah manis, engkau tak akan merasakan nikmat rasanya. Hal ini karena seluruh indera pengecapmu sudah tercemari rasa getar.
Oleh sebab itu tidaklah baik menjauhi pohon itu sehingga tak tahu buahnya sama sekali. Keselamatan terletak pada kedekatan dengannya. Jadi kebaikan dan keburukan itu berasal dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung. “Sesungguhnya Allah telah menciptakanmu dan menciptakan yang kau lakukan.” (QS. As-Shaffaat: 96) Kemudian ditegaskan pula oleh Nabi SAW : Allah telah menciptakan penyembelih  dan binatang yang disembelih.
Karenanya, bahwa sesungguhnya segala perbuatan hamba adalah karena ciptaanNya, begitu pula akibat dari tindakannya. Allah yang Maha Agung berfirman: Masukklah kedalam surga karena sebab yang telah kau amalkan. (QS An-Nahl: 32)
Dia Maha Agung, sesungguhnya Ia sangat pemurah dan penyayang. Dalam firmannya disebutkan bahwa masuknya seorang hamba ke dalam surga itu disebabkan oleh amal-amal yang mereka perbuat. Padahal adanya dan timbulnya amal-amal yang dilakukan manusia itu karena pertolongan dan kasih sayangNya. Sabda Nabi :
“Tiada seorangpun yang masuk surga disebabkan amalan-amalannya sendiri, Kemudia ia ditanya: Apakah termasuk engkau ya Rasul? Beliau menjawab: Ya, termasuk aku, jika Allah tak mengasihiku.”
Ketika berkata yang demikian itu, ia letakkan tangan di atas kepalanya. Hadits ini dari Aisyah ra. Jika engkau mematuhi perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya, maka Dia akan melindungimu dari keburukanNya. Dia akan menambah kebaikanNya untukmu. Dia akan melindungimu dari segala keburukan, termasuk kebutuhan duniawi maupun dalam hal menjalankan agama. Berkenaan dengan keduniawian, Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya perempuan itu telah suka kepada Yusuf dan Yusuf telah suka pula kepadanya, kalau sekiranya Yusuf tiada melihat dalil Tuhannya, (pastilah didekatinya perempuan itu). Demikianlah Kami lepaskan Yusuf dari perbuatan yang keji. Sesungguhnya dia seorang hamba Kami yang tulus ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).
Berkaitan dengan agama, Allah berfirman:
“Adakah Allah akan berbuat untuk menyiksa kamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Allah menerima kasih, lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa: 147)
Mungkinkan bencana akan menimpa orang beriman dan mau bersyukur? Itu tak mungkin. Sebab orang-orang yang beriman dan bersyukur lebih dekat dalam keselamatan daripada bencana, mereka lebih dekat berada dalam kelimpahan karena kesyukurannya. Bukankan Allah telah berfirman:
“Sungguh jika kamu bersyukur pasti akan kutambah nikmat yang ada padamu, tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya siksa-Ku amatlah keras.” (QS. Ibrahim: 7)
Dengan demikian berarti nilai keimanan akan mampu memadamkan api neraka, yaitu api siksaan bagi setiap hamba yang berbuat dosa. Adakah hal yang demikian itu tidak akan memadamkan api bencana dalam kehidupan ini, ya Tuhanku?
Maka apabila orang yang beriman dan bersyukur itu mendapat musibah atau bencana dunia, janganlah disamakan dengan musibah yang menimpa kepada orang kafir. Bencana bagi mereka di dunia (bagi mukmin) semata-mata sebagai ujian, dan akan melepaskannya dari kekejian hawa nafsu, dari ketergantungan kehendak jasmani, kecintaan terhadap orang. Mereka sesungguhnya di uji oleh Allah dan hatinya menjadi suci karena ujian itu. Maka yang ada dalam ruhaninya adalah keesaan Tuhan dan pengetahuan kebenaran. Ia laksana rumah yang sama sekali ruangannya hanya untuk Allah. Dia berfirman:
“Ratu berkata: Sesungguhnya Raja-raja jika masuk ke dalam sebuah negeri, pastilah dibinasakannya negeri itu, dan dijadikannya penduduk yang mulia-mulia menjadi hina-dina. Begitulah mereka memperbuat.” (QS. An-Naml: 34)
Kemudian mereka menjadi hina-dina mendapatkan kemulian atas kebaikan mereka. Berdaulat terhadap hati berada (di awal) kekejian hawa nafsu. Seluruh sel-sel tubuh digerakkan oleh perintah mereka demi bumi berbagai dosa dan sesuatu yang sia-sia. Kedaulatan ini kini menjadi pupus, anasir tubuh merdeka, rumah raja dan pelatarannya, yakni dada dan menjadi bersih. Apabila hati telah bersih dari semua itu, akhirnya dihuni tauhid, sedangkan dada menjadi arena kecerahan kegaiban. Semua kebaikan itu karena adanya musibah dan cobaan; itulah buah dari cobaan. Nabi bersabda:
“Kami para Nabi adalah yang paling anyak diuji di antara manusia, sedang yang lain sesuai dengan kedudukannya. Aku lebih tahu tentang Allah daripada kamu dan lebih taqwa kepadaNya daripada kamu.”
Siapa saja yang dekat dengan raja maka harus semakin meningkatkan kewaspadaannya, sebab ia berada dihadapan Raja Yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui segala gerak-gerik hamba-Nya.
Jika engkau beranggapan bahwa seluruh makhluk yang terlihat oleh Allah, adalah seperti halnya satu orang – sehingga tiada yang tersembunyi bagiNya – maka apa yang terbaik dengan anggapan ang demikian itu. Ketahuilah, bahwa semakin tinggi dan mulia kedudukan seseorang maka semakinbesar bahayanya yang menghadangnya (yang dihadapinya), sebab itu perlulah baginya untuk bersyukur atas karuniaNya. Dan perlu pula melihat kedudukan orang yang dibawahnya sehingga ia semakin bersyukur. Dengan demikian, berarti sedikit saja menyimpang dari pengabdiannya kepada Allah, akan merusak rasa syukurnya dan ketaatannya. Allah berfirman:
“Wahai istri-istri (perempuan-perempuan) Nabi, barangsiapa di antara kamu melakukan perbuatan dengan terang-terangan, maka dilipatgandakan siksaan baginya (mereka) dua kali lipat. Demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ahzab : 30)
Allah berfirman tentang istri-istri Nabi, karena bagi para Nabi telah disempurnakan nikmat Allah kepada mereka. Allah menghubungkan mereka itu (istri-istri itu) dengan nabi.

Post a Comment

0 Comments