Futuhul Ghaib Risalah Kedelapanbelas: Menolak Kesusahan


Risalah Ke-18
Menolak Kesusahan

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang kedelapanbelas ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Apabila engkau mendapat bencana, maka janganlah kau keluhkan kepada siapa pun, baik kepada kawan-kawanmu atau kepada lawanmu. Jangan menyalahkan Allah atas takdirNya yang ditimpahkan kepadamu dan atas ujian yang diberikanNya kepadamu. Lebih baik engkau ceritakan semua kebaikan yang telah kau dapatkan dariNya, nikmat yang dilimpahkan kepadamu dan anugerah yang kau terima dari-Nya. Kemudian banyak-banyaklah bersyukur. Sesungguhnya, meskipun engkau belum mendapatkan nikmat (masih mendapat bencana dan ujian), tapi jika mau bersyukur, maka hal yang demikian itu akan lebih mulia. Ketahuilah bahwa tak ada ciptaan yang sunyi dari rahmat-Nya. Firman-Nya:
“Jika kamu hitung nikmat Allah, maka tiadalah sanggup engkau menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 43)

Sesungguhnya betapa banyak nikmat yang telah kau terima, namun banyak yang tak kau sadari. Jangan merasa cinta dan tergila-gila dengan ciptaanNya (duniawi). Jangan pun menceritakan hal ihwal dirimu kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Nyatakan kesenanganmu kepadaNya dengan bersyukur. Nyatakan keluhanmu kepadaNya dengan sabar dan memohon.
Janganlah memandang kumudharatannya dan ketidak manfaatannya atas orang lain. Sadarilah segala sesuatu adalah ciptaanNya, gerak dan daya, diam dan apa saja yang mereka lakukan adalah berkat kuasa tanganNya. Keberadaannya sampai detik ini pun karena atas kehendakNya. Derajat mereka, sesungguhnya Allah menentukannya. Jika seseorang itu telah dimuliakan Tuhan, maka tak seorang pun lainnya yang mampu membuat mereka hina. Dan sebaliknya jika seseorang itu dibuat hina oleh Allah, maka sekali-kali orang lain tak mampu mengubahnya jadi mulia. Begitu juga, jika Allah berkehendak menimpakan keburukan atas dirimu, maka tak seorang pun mencegahnya. Jika Allah berniat baik dan melimpahkan kebajikan kepadamu, maka tak seorang pun bisa menahan turunnya rahmat Allah itu.
Janganlah sekali-kali engkau mengeluh kepada Tuhan, sebab engkau telah menikmati rahmatNya. Jika engkau bersikap keluh kesah dan mengadu kepadaNya, maka engkau termasuk orang yang tamak dan menutup mata atas segala yang kamu miliki dan kamu nikmati. Sesungguhnya keluh kesah dan pengaduanmu kepadaNya hanya akan melipat gandakan hukuman, kemurkaan dan kebencian Allah saja. Dan akhirnya engkau akan menjadi manusia terhina dalam pandangan Allah.
Hendaknya jangan mengeluh sedikit pun meskipun andai kata jasadmu digunting-gunting dan dagingmu menjadi serpihan-serpihan kecil. Selamatkanlah dirimu! Hendaknya engkau takut kepadaNya, takut kepadaNya, dan takut kepadaNya!
Ketahuilah bahwa sesungguhnya sebagian besar musibah yang menimpa manusia itu disebabkan oleh keluhan-keluhannya sendiri terhadap Allah Ta’ala. Mengapa Allah yang dipersalahkan. Padahal sebenarnya Allah itu Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Besar, Maha Penyayang, dan lemah lembut terhadap semua hambaNya, melebihi seorang dokter yang sabar merawat pasien-pasiennya. Ia penyayang dan ramah. Nabi SAW bersabda:
“Allah lebih penyayang terhadap hamba-hambaNya daripada seorang ibu terhadap anak-anaknya.”
Wahai jiwa yang dirundung malang! Tunjukkanlah perilaku terbaikmu. Bila musibah telah menimpamu, tunjukkanlah kesabaranmu; walaupun engkau dibuat tak berdaya oleh musibah itu. Meskipun engkau lelah dalam berserah diri kepadaNya, tapi hendaknya engkau tetap bersabar. Bertakwalah selalu kepada ridhaNya, ridha dan merasalah rindu kepadaNya.
Apabila engkau masih merasakan berada dalam kungkungan nafsu hewanimu dan manusiawimu, maka berusahalah keluar darinya. Bila kau hilang, dimanakah kau ditemukan? Dimana? Apakah engkau belum mendengar firmanNya:
“Diwajibkan atas kamu berperang, sedang berperang itu suatu yang kamu benci; dan boleh jadi kamu benci akan sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; (dan mungkin kamu menyukai sesuatu) padahal ia buruk bagimu. Dan Allah Maha mengetahui, sedang engkau tak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
Sesungguhnya matamu, penglihatanmu tertutup oleh suatu tabir  dan hatimu tercabut dari memahami tentang ihwal hakikat. Oleh sebab itu, janganlah berlebih-lebihan dalam membenci dan mencintai sesuatu. Bila engkau benar-benar orang yang shalih, hendaknya engkau mengikuti ketentuan syariat dalam setiap ruang dan waktu. Jika engkau telah mengamalkan yang demikian itu, maka ikutilah perintah tentang wilayat, dan berusahalah untuk tetap teguh. Terimalah dengan hati ikhlas atas segala ketentuan-ketentuannya dan berdamailah dengan kehendak Allah. Luruhlah dalam keadaan badal, ghauts dan shiddiq. Janganlah berdiri di tengah-tengah jalan nasib; bertolaklah, gantikanlah hasratmu dan dirimu dengan kehendakNya; dan hendaknya engkau bisa mengekang lidahmu dari berbagai keluhan-keluhan.
Apabila hal-hal tersebut telah engkau amalkan, maka Allah akan memberi karunia berupa kebaikan yang berlimpah, memberi kehidupan damai dan bahagia, dan Dia akan melindungimu berkat ketaatanmu kepadaNya. Akan tetapi jika dalam diri manusia itu bersarang noda-noda dosa, maka tak pantas kiranya untuk bersamaNya. Tak seorang pun dapat mencium ambang pintunya, kecuali bagi mereka yang suci dari noda ujub. Sama halnya seseorang yang bernoda, berborok dan berbau busuk tak akan pantas – dan tak diijinkan – untuk duduk bersama Raja. Oleh sebab itu, sesungguhnya musibah dan bencana adalah sebagai penebus dan pembersih diri dari noda-noda dosa. Sabda Nabi: Demam sehari dapat menebus dosa setahun.

Related Posts:

0 Response to "Futuhul Ghaib Risalah Kedelapanbelas: Menolak Kesusahan"

Post a Comment