Futuhul Ghaib Risalah Keempatpuluh Enam : Taqarub Kepada Allah

Risalah Ke-46
Taqarub Kepada Allah

Referensi pihak ketiga

Dalam risalahnya yang keempatpuluh enam ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah bersabda dalam hadits qudtsinya :
“Barangsiapa yang selalu mengingatku dan tak sempat meminta sesuatu pun dariku, maka aku akan memberikan kepadanya yang lebih baik daripada yang aku berikan kepada mereka yang meminta”.
Hal yang demikian itu disebabkan jika tuhan menghendaki seorang mukmin untuk maksud-maksudnya sendiri, maka dia melakukan melalui keaadan ruhani dan mengujinya dengan berbagai musibah. Allah  kemudian membuat keadaan sedih setelah memberi kesenangan, bahkan seorang mukmin tersebut dibuat hampir meminta kepada orang lain. Sedangkan tak ada jalan lain untuk berikhtiar. Allah kemudian menyelamatkan orang mukmin tersebut sehingga tidak meminta, melainkan meminjam kepada orang lain. Lalu Allah menyelamatkan dari meminjam. Dibukanya jalan ikhtiar sehingga sang mukmin bisa melakukan / menemukan pekerjaan guna mencari nafkah. Allah memudahkan jalan untuk mencari rizki. Dengan demikian ia hidup dari pencarian nafkah tersebut, dan yang demikian ini sejalan dengan sunnah nabi.
Tapi Allah kemudian melakukan pembinaan ruhani kepada si mukmin tersebut dengan menutup rezeki yang dicarinya. Si mukmin diberi kesulitan dalam hidup. Lalu Allah memerintahkan melalui ilham untuk meminta kepada orang lain. Yang demikian ini (ilham ini) adalah suatu perintah tersembunyi yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Sesungguhnya permintaan kepada orang lain yang dilakukan semata-mata karena diperintahkan Allah, bukan karena kesyirikan. Lalu Allah menyelamatkannya untuk tidak meminta, tetapi meminjam kepada orang lain. PerintahNya ini kuat sehingga si mukmin tak bisa mengelakkan lagi. Tapi kemudian Allah mengubahnya dari keadaan yang demikian ini. Si mukmin pilihanNya itu dijauhkan dari orang-orang dan hanya bertumpu kepada Allah semata. Maka segala kebutuhannya disandarkan kepada Allah, hanya memohon kepada Allah, tidak memohon kepada yang lain.
Semula si mukmin memohon atas permintaannya dengan lidah, tapi kemudian diubahnya dengan meminta melalui kata hatinya atas segala yang dibutuhkan. Lalu Allah menafikannya dari dirinya (diri si mukmin) dan dari meminta baik secara terbuka maupun secara diam-diam. Allah memberi karunia tentang segala yang membuat orang menjadi baik. Sehingga segala yang dimakan, diminum, dipakai dan kebutuhan hidup lainnya tanpa melalui ikhtiar atau tanpa disangka-sangka datangnya. Karena dia telah menjadi wali Allah. Sesuai dengan ayat :
“Sesungguhnya waliku, ialah Allah yang menurunkan kitab, Dialah yang menjadi wali bagi hamba-hamba orang-orang yang shalih.” (QS. Al-A’raf: 196)
Maka firman Allah yang diterima oleh Nabi bahwa barangsiapa tak sempat meminta sesuatu dariKu, aka Aku akan memberinya lebih dari yang Kuberikan kepada mereka yang meminta.
Itulah keadaan fana dalam Tuhan, suatu keadaan yang dirasakan wali dan badal. Pada tingkatan ini, mereka mendapat karunia berupa daya cipta, dan segala yang dibutuhkannya terwujud atas ijin Allah, sebagaimana firman Allah:
“Wahai anak adam! Aku adalah Tuhan, tiada tuhan selain diriKu, bila Kukatakan kepada sesuatu ‘Kun-jadilah’ maka akan terjadi sesuatu itu. Patuhilah Aku, sehingga apabila kau berkata kepada sesuatu ‘Kun-jadilah!’ maka sesuatu itu akan maujud juga.

Post a Comment

0 Comments