Futuhul Ghaib Risalah Kelimapuluh Tujuh : Pengekangan Diri

Risalah Ke-57
Kontrol Diri


Referensi pihak ketiga

Dalam risalahnya yang kelimapuluh tujuh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Bagi sang wali segala pengalaman jiwa (spiritual) yang dirasakan adalah merupakan suatu pengekangan, sebab dia diperintahkan untuk menjaga hal-hal tersebut. Segala sesuatu yang diperintahkan untuk dijaga adalah termasuk pengekangan. Sedangkan berada dalam ketentuan Allah adalah merupakan kemudahan, sebab yang diperintahkan hanya kemaujudan diri atas ketentuan-Nya. Sang wali sama sekali tidak diperkenankan untuk bersitegang dalam masalah ketentuanNya. Harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada dirinya, entah itu pahit atau getir, manis atau asam. Pengalaman ini terbatas, karenanya ia diperintahkan untuk menjaga penglaman tersebut. Sedangkan disisi lain, kehendak Allah (yang merupakan ketentuan-Nya) adalah tak terbatas.
Tanda-tanda bahwa seseorang telah mencapai kehendak Allah dan kemudahan, yaitu ia diperintahkan-Nya untuk meminta kenikmatan-kenikmatan. Tentu saja perintah ini setelah seseorang tersebut telah lulus dari penderitaan, ujian sehingga ruhaninya hampa, kering dari keinginan, dan yang ada dalam jiwanya hanyalah Allah. Setelah proses ujian yang mencampakkan keinginan duniawinya lenyap, barulah ia diberi karunia Allah berupa perintah baginya untuk meminta segala kenikmatan.
Seseorang yang demikian ini dimudahkan oleh Allah atas permohonannya, yang merupakan bagian untuknya. Doanya menjadi kenyataan.
Mungkin engkau membantah bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum menyebabkan seseorang kafir dan keluar dari Islam, sebagaimana firman Allah: "Mengabdilah pada Tuhanmu hingga kematian datang kepadamu."
Baiklah, akan kujawab bahwa hal yang demikian itu bukan berarti begitu dan tak akan begitu; Allah Maha Pemurah dan sangat mencintai wali-Nya, sehingga Dia tak berkehendak untuk membiarkan mereka menduduki tempat yang hina di mata hukum  dan agama-Nya. Akan tetapi justru sebaliknya, Allah menyelamatkan wali-Nya dari semua kekufuran, menjauhkan dari kekufuran dan melindungi serta menjaganya di dalam batas-batas hukum. Karena itulah mereka senantiasa terlindungi dari perbuatan dosa dan senantiasa tetap pada jalur syari’at tanpa upaya dari diri seseorang tadi, melainkan atas kehendak-Nya. Firman Allah:
Artinya: “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejia. Sesungguhnya dia adalah salah satu hamba-hamba pilihan Kami.” (QS. Yusuf : 24)
Artinya: “Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada bagi engkau kekuasaan atas mereka, kecuai orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang yang sesat.” (QS. Al Hijr : 42)
Artinya : “Kecuali hamba-hamba Allah yang disucikan (ikhlas menyembah-Nya).” (QS. As Shaaffaat : 40)
Wahai orang yang malang! Orang semacam itu dijauhkan Allah dari sesuatu yang keji dan dia adalah curahan-Nya. Ia dipelihara dalam kedekatan-Nya dan dalam pangkuan rahmat-Nya. Bagaimana mungkin iblis mampu mendekati orang yang berada dalam pangkuan rahmat-Nya? Mana mungkin kekejian itu bisa mendekatinya? Semoga saja kekejian akan hancur oleh daya dan kelembutan yang sempurna. Semoga Allah melindungi kita dengan genggaman Tangan-Nya yang sempurna, sehingga kita selalu mampu menjauhkan diri dari dosa. Semoga pula Allah memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan karunia-Nya yang sempurna, melalui tindak kasih sayang-Nya!


Related Posts:

0 Response to "Futuhul Ghaib Risalah Kelimapuluh Tujuh : Pengekangan Diri"

Post a Comment