Risalah Ke-54
Mengharap Sampai Kepada Allah
Dalam risalahnya yang kelimapuluh empat ini, beliau
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka baginya
wajib untuk mengabaikan (tidak menghiraukan) dunia. Dan barangsiapa yang
menghendaki Allah, maka baginya wajib menanggalkan keinginan yang mulia tentang
kenikmatan hidup di akhirat. Harus mencampakkan kehidupan duniawi demi
Tuhannya.
Selama di dalam hati masih ada keinginan-keinginan
terhadap kesenangan dunia seperti makan, minum, berpakaian dengan bagus,
menikah, mendambakan tempat tinggal, jabatan, pangkat, dan kehormatan maka ia
bukan termasuk orang yang shalih, dan amal perbuatan yang dilakukan tidak
ikhlas karena Allah.
Selama di dalam hati masih ada keinginan untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi tentang lima sendi agama dan hadits,
ingin menghafal Alqur’an, dan ingin memperbagus bacaannya maka ia bukan
termasuk orang shalih. Karena keinginan itu tidak ikhlas karena Allah akan
tetapi dicemari ujub.
Selama di dalam hati masih ada keinginan lenyapnya
kemiskinan dan berganti kemewahan, keinginan lenyapnya kesulitan dan berganti
kemudahan, maka ia bukan termasuk orang shalih yang benar-benar ikhlas dalam
melakukan amal ibadah.
Mungkin dalam hatimu bertanya, mengapa demikian? Sebab dalam
hal yang demikian itu mengandung kenikmatan bagi manusia dan keselarasan dengan
kehendak jasmani, kesenangan hati dan kecintaan terhadap sesuatu yang berbau
manusiawi maupun hewani. Hal-hal yang dimaksudkan tersebut – keinginan-keinginan
– adalah merupakan bagian dari kehidupan duniawi yang didalamnya mengandung
kebaikan dan disenangi orang, dan dengan kebaikan itu mereka mencoba untuk
mendapatkan kepuasan dan ketenangan jiwa.
Oleh sebab itu jika mendambakan menjadi kekasih Allah maka
seseorang harus berdaya upaya untuk menyingkirkan hal-hal tersebut di atas dari
hatinya. Melatih diri untuk melenyapkan semua itu dari jiwanya. Kemudian
berupaya serta belajar untuk menyukai peluruhan diri dalam kemiskinan, sehingga
baginya tak ada lagi suatu keinginan maupun kesenangan; kecuali murni terhadap Allah
saja. Apabila hal ini bisa dilakukan dengan sempurna, maka segala keluh kesah
di hatinya dan berbagai kecemasan jiwanya akan lenyap. Lalu datanglah
kesenangan baru, kehidupan yang lebih baik dan keintiman dengan Allah,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “Mengabaikan dunia menjadikan hati dan
jasmani menjadi bahagia.”
Namun jika di dalam hatimu masih ada rasa kesenangan
terhadap dunia, maka duka cita dan ketakutan serta kecemasan masih bersemayam
di dalam jiwamu. Lalu kehinaan akan melengkapi kecemasan itu. Begitu juga
dengan tabir pembatas antara dirimu dengan Allah, masih tebal. Semua itu tak
akan bisa tersingkap selama engkau masih mencintai duniawi, masih ada nafsu
manusiawi dan hewanimu.
Begitu pula – sekali lagi kutegaskan – jika engkau
menghendaki untuk dekat dengan Allah, menghendaki bertemu dalam perjumpaan ruhani
denganNya, maka engkau harus menanggalkan keinginanmu terhadap kehidupan
akhirat. Artinya, amalan yang engkau lakukan jangan sekali-kali dipasang suatu
harapan mendapatkan pahala surga. Surga itu urusan Allah. Yang penting engkau
menjalankan perintah dan menjahui larangannya secara ikhlas hanya karena Allah,
bukan karena pahalaNya. Jika engkau mengharapkan surga atas ibadahmu,
mengharapkan pembalasan atas pahala yang kau dambakan, berarti tindakanmu yang
mulia itu bukan karena kecintaanmu kepada Allah, melainkan kecintaan terhadap
ciptaanNya atau makhlukNya (surga tersebut).
0 Comments