Risalah Ke-17
Cara Sampai Kepada Allah SWT Melalui Guru Mursyid
Referensi pihak ketiga
Dalam wasiatnya yang
ketujuhbelas ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani membicarakan tentang
‘bersatunya’ ruhani dengan Allah sebagaimana berikut:
Apabila ‘bersatu’ dengan
Allah dan mencapai kedekatan denganNya (melalui pertolongan-Nya), maka makna
hakiki ‘bersatu’ dengan Allah ialah keadaan terlepas atau berlepas diri dari
makhluk dan sifat manusiawi maupun hewani; yang sesuai dengan kehendak Allah.
Dengan demikian apa yang engkau gerakkan sesungguhnya adalah bukan semata-mata
atas dorongan gerakanmu, melainkan atas kehendakNya. Inilah yang disebut dengan
manunggal dengan Allah (nyawiji kelawan Allah).
Hendaknya kita tidak
menyamakan istilah bersatu dengan Allah sejalan bersatu sesama benda atau
manusia. Bersatu dengan Allah itu tak sama dengan bersatu
terhadap ciptaanNya. Oleh sebab itu, istilah bersatu perlu digaris bawahi agar
engkau tidak menyamakan dengan makhluk. Sebab dalam al Qur’an telah
diterangkan:
“Tak ada satu pun yang menyerupaiNya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 11)
Sesungguhnya tiada makhluk
ciptaanNya yang bisa menyamai Allah. Bersatu denganNya adalah suatu
istilah yang lazim dikenal oleh mereka yang mengalami kebersatuan ini. Pada
dasarnya pengalaman mereka (para kekasih Allah dan Nabi) berlainan sekali
dengan orang kebanyakan. Khusus bagi mereka sendiri yang bisa bersatu
dan merasakannya dengan ruhaninya.
Setiap Rasul, Nabi dan
wali Allah (kekasih Allah), memiliki suatu rahasia yang sama sekali tak dapat
diketahui oleh orang lain. Misalnya seringkali terjadi seorang murid menyimpan
suatu rahasia yang tak diceritakan kepada sang mursyid atau syaikh. Dan sebaliknya
sang mursyid atau syaikh memiliki rahasia yang terkadang mungkin pernah
diceritakan kepada muridnya, meskipun mungkin suluk (latihan) murid sudah
hampir mendekati maqam mursyidnya. Misalnya jika sang murid meraih maqam ruhani
sebagaimana maqam syaikh atau mursyidnya, maka dengan sendirinya ia akan
terpisah dengan mursyidnya (gurunya itu). Lalu ada perubahan dalam diri ruhani
si murid, yakni ia akan dibimbing Allah. Allah akan memutuskan hubungan si
murid tersebut dengan makhluk, dengan ciptaanNya dan dengan gurunya sendiri.
Berarti, sang guru atau
mursyid itu laksana seorang inang pengasuh yang berhenti menyusui bayi setelah
berusia dua tahun. Sang guru diperlukan selama sang murid masih berada dalam suluk,
dalam latihan guna melepaskan nafsu-nafsu manusiawi dan hewaninya, guna
mensucikan ruhnya. Bila jika kelemahan nafsu manusiawi dan hewaninya lenyap,
maka ruhaninya tak ada lagi noda dan kerusakan, dan ia tak lagi membutuhkan
sang guru atau syaikh sebagai pembimbing. Pada maqam ini, ia butuh bimbingan
dari Allah saja.
Oleh sebab itu dapatkah
kamu ambil pengertian, bahwa jika sudah bersatu dengan Allah –
sebagaimana di gambarkan di atas tadi – maka engkau telah bersih dari
segala-galanya yaitu segala ciptaan Allah, kecuali hanya kepada Allah saja.
Engkau tak akan melihat sesuatu yang lebih menarik dan lebih penting kecuali
hanya kepada Allah, ini terjadi disaat engkau suka maupun duka. Dala ketakutan
dan rasa pengharapan, tak akan bergantung kepada siapa pun, kecuali Allah. Tak
ada yang kau takutkan terhadap ciptaanNya, kecuali takut kepada Allah. Dialah
yang patut engkau takuti dan patut kau mintai perlindungan. Perhatikan selalu
dan patuhilah kehendakNya, baik di dunia maupun untuk akhirat. Jangan kau
biarkan hatimu terikat dengan salah satu jenis ciptaanNya (duniawi)
Setelah mendapatkan
ketajaman mata hati, hendaknya engkaku meminta perlindungan kepada Allah dari
kebutaan mata hati. Sesudah bersatu, hendaknya tak putus-putusnya engkau
memohon dan berlindung dari keterpisahan dariNya. Sesudah akrab dan dekat
dengan Allah, maka mohonlah perlindungan kepadanya dari keterasingan. Sesudah
mendapatkan hidayah hendaknya engkau memohon perlindungan kepadaNya dari
kesesatan. Dan sesudah beriman, hendaknya engkau berlindung memohon dijauhkan
dari kekufuran.
Nafsu hewani manusia dan
segala kesenangan duniawi laksana sungai besar yang arusnya deras, setiap saat
air itu bertambah terus. Sedangkan ujian hidup manusia itu laksana laksana anak
panah dan berbagai senjata bidik. Jelaslah bahwa unsur-unsur yang menguasai
kehidupan manusia yaitu berbagai cobaan hidup, musibah, segala karunia dan
nikmat yang diterimanya telah dibayang-bayangi oleh berbagai musibah.
Oleh sebab itu, apabila
seorang arif dan cerdik mau mau meninjau masalah ini terus-menerus, maka ia
akan memperoleh pengetahuan tentang hakikat. Hakikat itu ialah bahwa tak ada
kehidupan sejati kecuali kehidupan akhirat. Sabda Nabi SAW “Tak ada
kehidupan selain kehidupan akhirat.”
Hal-hal yang demikian itu
terbukti bagi seorang mukmin, sesuai dengan sabda Rasulullah:
"bahwa dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi si kafir."
Bila ingat tentang sabda
Rasulullah yang demikian itu dan memikirkan tentang hakikat dunia, maka seorang
yang beriman tidak bisa hidup enak di dunia ini. Bagi orang-orang beriman,
sesungguhnya kedamaian dan kenyamanan yang hakiki adalah terletak pada
kesempurnaan hubungan dirinya dengan Allah Ta’ala, penyerahan diri sepenuhnya
kepadaNya. Apabila engkau melakukan hal-hal semacam itu, maka pastilah dirimu
terbebas dari dunia yang mengekang ini. Lalu kepadamu akan dilimpahkan rahmat,
kebahagiaan, kebaikan, keejahteraan dan keridhaanNya.
0 Comments