Risalah Ke-36
Amal Dunia dan Amal Akhirat
Dalam risalah yang ketigapuluh enam ini, beliau Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Jadikanlah kehidupan akhirat itu sebagai modal. Sedangkan
kehidupan duniawi adalah sebagai keuntungannya. Apabila masih ada waktu
tersisa, habiskanlah demi kepentingan duniamu; yakni mencari nafkah dengan cara
halal. Jangan sebaliknya, engkau jadikan kehidupan dunia ini sebagai modal dan
kehidupan setelah mati kau jadikan sebagai keuntungan. Lalu sisa waktumu kau
habiskan untuk kehidupan akhirat serta memenuhi shalat lima waktu.
Sesungguhnya engkaku diperintahkan untuk mengendalikan
hawa nafsumu. Agar nafsumu dan jiwamu mematuhi Tuhannya. Tapi jika engkau
betindak dengan mematuhi kehendak-kehendaknya (kehendak nafsumu tersebut),
engkau turuti keinginan kerendahannya, maka engkau bersekutu dengan iblis dan
nafsumu. Kalau sudah begini, maka engkau tak memiliki yang terbaik dari
kehidupan kelak, sehingga engkau memasuki Hari Pengadilan sebagai orang paling
miskin dari kebaikan.
Akan tetapi jika engkau menempuh jalur akhirat dengan
jiwamdiniawi sebagai modalmu, maka engkau akan mendapatkan keuntungan dunia
akhirat. Bagian duniawi engkau terima dengan segala kenikmatannya, dan kau akan
terhormat, nabi bersabda:
“Sesungguhnya Allah menyelamatkan di dunia ini demi akhirat, sedangkan keselamatan akhirat tak dimaksudkan demi kehidupan duniawi ini.”
Demikianlah, dan niat untuk akhirat ialah ketaatan kepada
Allah. Sebab niat merupakan ruh pengabdiandankemaujudan. Jika kau mematuhi
Allaj dengan berpantang kepada dunia ini, maka kau menjadi pilihan Allah, dan
kehidupan akhirat akan kau peroleh. Kehidupan yang dimaksud adalah surga dan
kedekatanmu kepadaNya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Dunia dan akhirat adalah ibarat dua istri, jika kau menyenangkan yang satu, maka yang lain akanmarah kepadamu.”
Sedangkan Allah Ta’ala berfirman sebagaimana termaktub
dalam Al Qur’an :
“Sesungguhnya sebagian darimu menyukai kehidupan duniawi ini, dan sebagiannya lagi mencintai akhirat.”
Semua itu disebut anak-anak dunia dan anak-anak akhirat.
Sekarang koreksilah dirimu dengan bertanyalah pada diri sendiri, termasuk anak
siapakah dirimu? Bila engkau berada di kehidupan lain, maka akan kau lihat satu
kelompok menjadi penghuni surga dan kelompok lainnya penghuni neraka. Mereka
ada yang berada di belakang meja makan dan menikmati hidangan lezat, sedangkan
yang lain tetap terbakar dalam api neraka, yang satu hari itu lamanya sama
dengan limabelas ribu tahun (ukuran waktu di dunia). Dalam sebuah hadist di
kisahkan:
“Mereka akan melihat tempat mereka di surga, sampai Allah selesai meminta pertanggungjawaban manusia, dan mereka akan memasuki surga sebagaimana mereka di dunia ini.”
Mereka para hamba Allah yang mendapatkan surga di
akhirat, karena ketika hidup di dunia mereka mencampakkan faham duniawi; dan
mengutamakan kepentingan ukhrawi.
Sedangkan mereka yang berada di neraka, dalam keadaan
hina, tersiksa, menderita dan tertimpa musibah berkepanjangan karena semasa
hidupnya (di dunia), tenggelam dalam nafsu dan mengejar duniawi belaka. Hidupnya
mengutamakan kepentingan dunia dan menyisihkan kepentingan jalan Allah.
Oleh sebab itu, pandanglah dirimu dengan pandangan penuh
kasih sayang, pilihlah untuk dirimu sesuatu yang lebih baik di antara kelompok
manusia (yang penghuni surga atau neraka). Jauhkanlah dirimu dari kekejian,
pembangkangan dan dari segala jin. Al-Qur’an dan Al-Hadits harus engkau jadikan
sebagai pembimbingmu. Renungkanlah dua pegangan tersebut. Jangan sampai kau
tertipu oleh perkataan kosong yang berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah SWT
berfirman:
“Segala yang dibawa oleh Nabi kepadamu, maka terimalah, dan segala yang dilarangnya, jauhilah, dan bertakwalah kepada Allah. Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya, dan ucapannya itu tak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.”
Maksudnya ialah segala yang disampaikan Nabi kepadamu
(serta penerusnya) yang berasal dariKu, bukan dari sifat manusiawinya, maka
engkau harus mengikutinya. Dalam surat Ali Imran, Allah berfirman:
“Katakanlah: Jika kamu mengasihi Allah, ikutilah aku, pasti Allah mencintaimu dan dosamu diampuni. Dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Maka jelaslah bagimu bahwa jalur atau jalan yang harus
kita tempuh jika ingin mencintai Allah ialah mengikuti segala kata (sabda) dan
perbuatannya. Nabi Muhammad SAW sendiri bersabda : Berupaya adalah jalanku dan
beriman kepadaNya adalah keadaanku.
Apabila engkau mengikuti sunnah Nabi, maka berarti engkau
elah berada di antara upaya dan keadaannya. Apabila lemah imanmu, maka engkau
seharusnya berupaya dan jika imanmu teguh, hendaknya kau gunakan keadaanmu.
Keadaan mana yaitu yang ketergantungan kepada Allah. Allah Yang Maha Kuasa
berfirman:
“Dan (Allah) akan memberinya rizki dengan tiada tersangka-sangka. Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya (memeliharanya). Sesungguhnya Allah menyampaikan (melangsungkan) urusanNya. Sesungguhnya Allah mengadakan kadar (aturan tertentu) bagi setiap manusia.” (QS. At Thalaq: 3)
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tawakkal (beriman kepadaNya).” (QS. Ali Imran: 159)
Ketahuilah bahwa Allah memerintahkanmu untuk selalu
beriman kepadaNya, sebagaimana Nabi juga diperintahkan demikian. Rasulullah SAW
bersabda:
“Barangsiapa berbuat sesuatu yang tidak kuperintahkan, maka perbuatannya itu niscaya ditolak.”
Sesuatu yang dimaksudkan Rasulullah SAW ialah yang
mencakup kehidupan, kata-kata maupun tingkah laku. Hanya Nabi jua yang dapat
kita jadikan panutan dan hanya berdasarkan beliau saja, kita bersandar. Oleh
sebab itu, jangan sekali-kali engkau menapaki jalan yang menyimpang dari dua
pegangan yaitu Al-Qur’an dan Hadits (sunnah nabi). Jika engkau keluar dari dua
jalur tersebut, pasti engkau akan celaka. Setan dan hawa nafsu akan semakin menyesatkan
sehingga engkau sukar kembali ke jalan yang benar. Allah berfirman:
“Dan janganlah engkau turutkan hawa nafsu, nanti ia menyesatkanmu dari jalan (agama) Allah.” (QS. Shaad: 26)
Dan ketahuilah bahwa kebinasaan itu berada di luar jalur
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
0 Comments