Futuhul Ghaib Risalah Ketujuh : Mengisi Hati


Risalah Ke-7
Mengisi Hati


Referensi pihak ketiga

            Pada risalah yang ketujuh ini, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani telah berpesan dan memberi ajaran demikian:
            Hendaknya engkau bebaskan dirimu dari nafsumu, jauhilah nafsumu itu, dan pasrahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah. Jadilah penjaga hatimu dengan mematuhi perintah-perintahNya, menghormati larangan-laranganNya dengan menjahui segala yang diharamkan Allah. Jangan sekali-kali engkau biarkan nafsumu masuk ke dalam pintu hatimu, setelah ia kau buang. Untuk mengusir nafsu yang merusak haruslah disertai dengan pertahanan dan janganlah mematuhinya dalam segala keadaan.
            Mengijinkan nafsu (yang merusak) masuk kedalam hatiberarti engkau merelakan dirimu dalam mengabdi kepadanya. Oleh sebab itu janganlah sekali-kali menghendaki selain kehendak Allah. Segala kehendak yang digerakkan bukan karena Allah adalah suatu nafsu kejahilan (kebodohan). Yang demikian itu akan membinasakan dirimu  dan merupakan penyebab timbulnya jarak antara dirimu dengan Allah.
            Agar engkau mampu mengekang dan membentengi hatimu dari nafsu maka hendaknya engkau menjaga perintahNya dalam segal kondisi yang telah ditetapkanNya. Jangan sekali-kali menyekutukanNya dengan apapun. Jangan berkehendak dan mempunyai kemauan sendiri, agar dirimu tidak asuk pada golongan orang-orang musyrik. Allah telah berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 110 yang artinya:
            “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan tidak menyekutukanNya.”
            Ketahuilah perbuatan syirik tidak hanya menyembah berhala saja. Tetapi memanjakan nafsu jasmani dan menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, termasuk juga perbuatan syirik. Sebab selain Allah adalah hukum Tuhan. Jika engkau tenggelam dalam sesuatu selain Allah, berarti secara tidak langsung engkautelah menyekutukanNya. Waspadalah! Jangan terlena!. Sebab itulah dengan beruzlah (menyendiri) engkau akan mendapatkan keamanan. Dan jangan sekali-kali engkau menganggap segala yang kau dapatkan dan maqammu itu berkat jerih payahmu sendiri.
Apabila engkau telah merasa menduduki maqam (derajat) atau tingkat dalam keadaan tertentu, hendaknya jangan engkau bicarakan hal itu kepada orang lain. Engkau tidak akan tahu bahwa nasib seseorang akan berubah. Bisa saja terjadi apa yang telah engkau bicarakan itu berubah, sirna darimu. Dengan begitu engkau akan malu kepada mereka. Simpanlah ilmu pengetahuan di dalam lubuk hatimu. Jangan tunjukkan kepada orang lain. Bila ilmumu terus kau rasakan ada peningkatan maka ketahuilah bahwa semua itu berkat karunia Allah. Engkau harus memohon kekuatan untuk bisa bersyukur dan meningkatkan keridhahanNya. Jika ilmu yang kau miliki itu sirna maka janganlah berputus asa. Mungkin Allah akan menggantikan pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu nur, kesadaran dan pandangan. Karena Allah telah berfirman :
“Segala ayat (mukjizat) yang Kami ubah atau Kami lupakan (kepadamu), Kami datangkan gantinya dengan yang lebih baik daripadanya (dari sebelumnya) atau seumpamanya. Tidakkah engkau tahu, bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah : 106)
Janganlah sekali-kali menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan pula menganggap keputusanNya (ketetapanNya) tidak sempurna. Yakinlah akan janji-janjiNya, jangan ragu sedikitpun. Janji dan ketetapan itu telah ada sebagaimana contoh-contoh luhur nabi Allah, ayat dan surat-surat yang diturunkan kepadanya, dan yang telah diamalkanNya.
Tentang hikmah dan keadaan ruhani yang dimilikinya, sering dikatakan bahwa hatinya tak jarang tertutup awan (gundah), kemudian ia memohon perlindungan kepada Allah sebanyak tujuhpuluh kali dalam sehari. Ia diperintahkan untuk meminta perlindungan kepadaNya. Sebab sebaik-baiknya seorang hamba yaitu berlindung dan berpaling kepada Allah. Dengan cara demikian itulah ada pengakuan dosa dan kesalahannya. Inilah dua macam kualitas yang terdapat pada seorang hamba dalam segala kondisi kehidupan. Dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwasanya Nabi Adam ‘alaihis salam berkata :
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika tidak Engkau ampuni kesalahan kami dan Engkau tidak mengasihi kami tentu kami termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al A’raaf : 23)
Maka turunlah kepada Adam cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang taubat, akibat dan hikmah di balik peristiwa itu. Maka Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang sehingga mereka bertaubat. Allah mengembalikan kepada kondisi fitrah semula, dan beradalah ia pada tingkat wilayah yang lebih tinggi. Ia dikaruniai maqam di dunia dan akhirat. Di dunia ia bisa mengembangkan keturunannya dan akhirat merupakan tempat kembali yang kekal.
Oleh sebab itu, ikutilah sunnah Nabi Muhammad SAW seorang hamba kekasih dan pilihan Allah. Ikutilah Nabi Adam sebagai pilihanNya. Kedua nabi itu kekasih Allah dalam masalah berlindung atas kesalahan dan dosa yang diperbuatnya dengan penuh tawadhu’. Itulah hamba pilihan dan telah mendapatkan petunjuk dari Allah dan mendapatkan tempat yang mulia, baik di dunia maupun di akhirat.

Related Posts:

0 Response to "Futuhul Ghaib Risalah Ketujuh : Mengisi Hati"

Post a Comment