Risalah Ke-22
Mengenai Ujian Sesuai Kadar Keimanan
Referensi pihak ketiga
Dalam wasiatnya yang
keduapuluh dua, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sesungguhnya Allah menguji
hamba yang beriman kepadaNya menurut kadar imannya. Apabila iman hambanya kuat,
maka cobaannya pun kuat. Cobaan seorang Rasul lebih berat daripada cobaan
seorang Nabi; sebab iman Rasul lebih tinggi daripada cobaan seorang Nabi.
Cobaan yang di timpakan Nabi lebih berat daripada yang ditimpakan pada Badal.
Cobaan yang ditimpakan seorang Badal lebih berat daripada yang ditimpakan
kepada wali (kekasih Allah). Setiap orang diuji dan dicobai menurut kadar
imannya dan keyakinannya masing-masing. Nabi SAW bersabda bahwa sesungguhnya
kami para Nabi adalah orang yang paling banyak mendapat ujian.
Itulah sebabnya mengapa
Allah terus-menurus menguji pemimpin-pemimpin mulia ini. Tujuannya tak lain
adalah agar mereka selalu disisi-Nya dan tak menjadi lengah sejengkal pun.
Allah mencintai mereka, sebaliknya meeka pun hamba yang mempunyai rasa cinta
amat mendalam kepada Allah. Pada hakikatnya pecinta tak akan menghindar atau
menjauhi yang dicintainya.
Bagi mereka – para kekasih
Allah – cobaan bukan membuat dirinya menjauhi Allah, tetapi justru sebaliknya,
semakin memperkokoh hati dan jiwanya dalam berkeimanan. Jusru karena cobaan
yang diterimanya, membuat ia selalu menjaga dari kecenderungan terhadap sesuatu
yang bukan menjadi tujuan hidup mereka. Menjaga agar hatinya tidak condong pada
kesenangan duniawi, tetapi tetap teguh mencintai dan senang kepada Allah saja.
Dengan demikian, maka secara refleks nafsu mereka menjadi luluh, sifat
menusiawi dan hewaninya akan lebur kemudian ia menemukan hakikat kebenaran yang
jelas dan terang benderang. Kehendak dan keinginan tentang dunia sepi dalam
hatinya. Kebahagiaan mereka berlebih pada janji Allah, keridhahan mereka tulus
dalam menerima takdir. Mereka sabar menghadapi cobaan, maka selamatlah kekasih
Allah ini dari kejahatan para makhluk dan terbebas dari keinginan hati mereka
sendiri.
Cobaan demi cobaan tidak
melemahkan hatinya, justru memperkuat keadaan hati itu sendiri. Sehingga hati
mereka ini mampu mengendalikan anasir jasmaniyahnya. Hatinya mamu melemahkan
hawa nafsu, sifat manusia dan sifat hewaninya yang melekat. Maka dalam keadaan
seperti ini datanglah pertolongan, karunia dan kekuatan dari Allah. Allah
berfirman: “Jika engkau bersyukur maka pasti akan Kutambahkan”.
Seandainya diri manusia
berhasil memperbudak hati dan menuruti segala keinginan serta perintah
nafsu-nafsunya, maka akan menjadikan diri lupa kepada Allah SWT, timbul
kesyirikan dan banyak dosa-dosa. Tentu saja terhadap hati yang musyrik,
ternodai dan berlumur dosa ini Allah akan menimpakan musibah, kecemasan, dan
kepedihan jiwa manusia tersebut.
Oleh karena itu,
selamatkanlah dirimu dari cobaan dengan penuh hati-hati dan waspada. Jagalah,
dengan tak tergesa-gesa memenuhi panggilan jiwa dan keinginan nafsu. Tunggulah,
jika engkau mendapat ilham, maka biar Allah mengijinkan untuk berbuat dan
bertindak.
0 Comments