Futuhul Ghaib Risalah Kedelapanpuluh : Akhir Hayat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy; Pengetahuan dan Perintah Allah


Risalah Ke-80
Akhir Hayat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy;
Pengetahuan  dan Perintah Allah


Referensi pihak ketiga

 Risalah ini terucap ketika beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berada di ambang pintu akhir hayatnya. Ia berkata : “Antara aku kau dan ciptaan hanya ada Allah , sebagaimana antara langit dan bumi. Maka jangan memandangku sebagai mereka dan jangan pula memandang mereka sebagai aku.”
Abdul Aziz (putra Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy) bertanya tentang keadaan beliau. Lalu Syaikh menjawab: “Hendaknya engkau jangan bertanya kepadaku tentang suatu pun. Aku sedang mengalami perubahan ma’rifat.”
Lalu Abdul Aziz menanyakan tentang penyakit beliau. Maka Syaikh menjawab, “Tak satupun makhluk pun, baik jin atau malaikat yang tahu akan penyakitku. Pengetahuan Allah  tak terhapus oleh perintahNya. Perintah berubah, tetapi pengetahuan tak berubah. Allah  berkehendak dan karenaNya Kitab Suci mewujud!”
“Dia (Allah ) tidak ditanya tentang apa-apa yang diperbuatNya, sedang merekalah (para hamba) yang ditanyaiNya.” (QS. Al Anbiya’: 23)
Kemudian Abdul Jabbar (putranya juga) bertanya : “Wahai ayah, mana yang kau sakitkan?” Jawab Syaikh : “Sekujur tubuh ini sakit seluruhnya, kecuali hatiku!” Lalu Syaikh melanjutkan pembicaraan, “Aku mencari pertolongan Allah  dengan tiada sesembahan kecuali Dia. Dan Muhammad SAW adalah rasulNya.”
Menurut Musa (putra Syaikh) bahwa menjelang kematian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy, beliau berusaha mengucapkan kata tazzaza. Namun lidahnya terasa sukar dan kesulitan. Beliau mengulang-ulang yang akhirnya berhasil juga. Kemudian ia berkata menyebut nama Tuhan “Allah ... Allah ... Allah ...” dan suaranya perlahan-lahan melemah, yang akhirnya jasad dan ruhnya berpisah. Semoga Beliau sang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy menjadi khusnul khaatimah. Aamiin.

الحَمْدُ  ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ


Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Sembilan : Menjelang Maut Menjemput Sang Kekasih Allah


Risalah Ke-79
Menjelang Maut Menjemput Sang Kekasih Allah


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh sembilan ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berada di ambang ajal (kematian). Kemudian putranya yang bernama Abdul Wahab bertanya, “Sepeninggal Ayah nanti, apa yang seharusnya aku lakukan?” Lalu Syaikh berkata, “Kamu harus takut kepada Allah, jangan takut selain Dia, jangan berharap kepada selain Dia, dan berpasrahlah hanya kepada Allah saja.”
Kemudian Beliau Syaikh Abdul Qadir Al Jailaniy berkata: “Ketahuilah aku laksana biji yang tak berkulit. Orang lain telah datang kepadaku, maka berilah mereka tempat dan hormatilah. Inilah manfaat yang besar. Semoga kedamaian ada padamu dan kasih rahmat Allah dilimpahkanNya kepadamu. Semoga Allah melindungiku dan melindungimu. Semoga pula mengasihiku dan mengasihimu.
Diriwayatkan pula, dalam satu hari satu malam beliau Syaikh Abdul Qadir Al Jailany terus menerus berkata demikian:
“Celakalah kau! Aku tak takut sesuatu pun, baik kepada malaikat maupun malaikat maut. Wahai malaikat maut! Bukan kau yang bermurah kepadaku, tetapi sahabatkulah yang bermurah hati kepadaku.”
Kemudian di malam-malam terakhirnya, ia memekik keras dan merentangkan serta mengangkat kedua tangannya sambil berkata: “Atasmu kedamaian, rahmat dan kasih sayang Allah. Bertaubatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu!” Lalu dia berkata: “Tunggu! Setelah itu, Abdul Qadir Jailaniy menghembuskan nafas terakhir. (Diceritakan oleh putranya dan Abdur Razaq dan Musa).


Kembali ke halaman utama

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Delapan : 10 Sifat Untuk Meraih Tujuan Ruhani Dan Salik

Risalah Ke-78
10 Sifat Untuk Meraih Tujuan Ruhani Dan Salik


 Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh delapan ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Ketahuilah ada sepuluh sifat yang harus dimiliki jika ingin meraih tujuan ruhani dan salik, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, entah benar atau salah, entah sengaja atau tak sengaja, janganlah sekali-kali engkau bersumpah denganNya. Jika engkau terbiasa bersumpah atas nama Tuhan, lidahmu akan menjadi biasa pula. Akhirnya engkau terbawa pada suatu kedudukan yang tak mampu menghentikan bersumpah baik yang disengaja maupun yang tak disengaja.
Oleh sebab itu mengekang lidah agar tidak mudah mengucapkan sumpah adalah sifat yang harus dimiliki oleh peraih ruhani dan salik. Jika engkau menjadi begini, maka Allah membukakan pintu Nur. Kedudukanmu menjadi mulia, langkah dan kesabaran pun demikian mulianya. Engkau menjadi orang yang dihormati sesama makhluk.
Kedua, selalu berusaha menghindarkan lisan dari pembicaraan yang tak benar, apakah disengaja maupun yang tak disengaja, entah sungguh-sungguh atau bercanda, harus dihindari. Bila engkau membiasakan yang demikian itu, lidahmu pun terbiasa mengucapkannya dengan ringan. Jika terbiasa dengan hal itu Allah membuka hatinya dan menjernihkan pengetahuannya sehingga engkau tampak tak tahu kepalsuan. Bila mendengar sesuatu dari orang lain, dipandangnya sebagai noda besar dan memalukan. Bila engkau memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka Allah memberi pahala baginya.
Ketiga, hedaknya selalu menjaga janji. Menjaga janji akan menguatkan iman dan menjaga agar jangan sampai terjerumus pada kemunafikan. Sebab ingkar janji itu termasuk kepalsuan dan munafik jika engkau senantiasa menjaga janji maka terbukalah bagimu suatu pintu kemurahan, kemuliaan dan para shidiqin menyintaimu.
Keempat, jangan mengutuk sesuatu makhluk pun. Jangan merusak apa pun, walaupun sekecil biji dzarrah. Bahkan yang terkecil dari biji itu, jangan sekali-kali dirusaknya. Tak mengutuk dan merusak sesuatu makhluk pun adalah tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berbuat sesuatu dengan bersandar prinsip ini akan mendapatkan husnul khatimah di bawah naungan Allah. Ditinggikan kemuliaanmu oleh Allah dan Dia melindungimu dari kehancuran.
Kelima, sekali-kali tidak mendoakan keburukan bagi orang lain, walaupun engkau telah mendapat perlakuan yang dzalim. Sikap ini (bersabar) akan menjadikan engkau berada pada kedudukan mulia di dunia ini dan kelak di akhirat. Engkau akan dicintai dan disayangi oleh semua orang yang menerima kebenaran, baik di dekatmu maupun yang jauh darimu.
Keenam, tidak berpihak kepada orang musyrik, kafir dan munafik, serta tidak berpihak pula pada perilaku yang dilakukannya. Sesungguhnya kebiasaan dan sifat ini akan menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti sunah. Menjauhkan diri dari siksaNya, dan mendekatkan diri denganNya.
Ketujuh, tidak melihat suatu kedosaan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Hendaknya mencegah tubuh dari yang demikian itu (menjauhi perbuatan dosa). Pencegahan yang demikian itu merupakan suatu tindakan tercepat untuk mendapatkan balasan bagi hati dan anasir tubuh, di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah memberi anugerah berupa daya dan kekuatan untuk melakukan ini.
Kedelapan, tidak membebani sesuatu yang berat maupun yang ringan terhadap seorangpun. Justru sebaliknya, harus melepaskan beban orang lain, baik tindakan itu diminta atau pun tidak diminta. Perilaku dan sikap yang demikian inilah yang menjadikan seseorang menjadi mulia, yang kemudian mendorong seseorang untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Amar ma’ruf nahi munkar akan menciptakan kemuliaan seseorang. Dan kemudian Allah membuat hati seseorang yang berbuat demikian itu menjadi yakin dan bertumbuh kepada Allah selalu.
Kesembilan, bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda hatinya oleh sesuatu yang dimiliki orang lain. Sesungguhnya yang demikian inilah kemuliaan besar, kepasrahan diri sejati kepada Allah yang menjadikan mampu meraih ketakwaan murni.
Kesepuluh, selalu rendah hati. Sebab dengan hati maka seseorang akan mulia dan sempurna di sisi Allah dan dimata insan (sesama manusia). Ini adalah kepatuhan yang sempurna. Dengan rendah hati, seseorang dpat meraih kebaikan dikala suka maupun duka.

Kebiasaan sifat rendah hati membuat seseorang merasa rendah dibandingkan dengan orang lain. Ia selalu menganggap orang lain lebih baik. Katanya dalam hati, “Barangkali orang ini lebih tinggi kedudukannya dihadapan Allah dibandingkan dengan kedudukanku. Barangkali orang ini sangat patuh kepada Allah, sedangkan kepatuhanku tidak sebanding, masih dibawahnya.” Dan anggapan-aggapan lainnya yang lebih baik dan tidak dicemari oleh sombong maupun ujub.


Kembali ke halaman utama...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Tujuh: Inti Kesadaran Diri


Risalah Ke-77
Inti Kesadaran Diri


Referensi pihak ketiga

Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh tujuh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Tetaplah bersama-sama dengan Allah, seakan-akan tak ada ciptaan. Dan bersamalah dengan ciptaanNya seolah-olah tak ada diri. Jika bersama Allah, maka merasa jauh dengan segala sesuatu, hanya dekat dengan Allah saja. Jika bersama ciptaan maka keadilan tercapai, kebaikan terbantu dan selamatlah dari kekerasan hidup. Tinggalkanlah segala sesuatu di luar pintu, bila engkau memasuki pintu uzlah engkau merasa di luar duniawi. Dirimu sendiri menjadi lenyap karena digantikan oleh perintahNya dan kedekatanNya. Ketidak-tahuanmu menjadi pengetahuanmu, kejahuanmu menjadi kedekatanmu. Ucapkanlah: “Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam.”
Barangsiapa yang telah merasakannya, berarti ia telah mengetahuinya. Dan jika engkau bertanya dalam hati tentang kesulitan mengatasi kemudahan, atau kepahitan mengatasi kemanisan. Hal ini perlu berupaya menjauhkan nafsu, sifat manusiawi dan kebinatangan diri sendiri.
Apabila seorang mukmin melakukan kebaikan, maka nafsu hewaninya akan tunduk dan patuh kepada hati. Bila diri mencapai kesadaran hati, maka berubahlah hati menjadi suatu rahasia; rahasia pun berubah menjadi lenyap, dan sesuatu yang lenyap itu berwujud sesuatu yang lain.

Kembali ke halaman utama...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Enam: Sebagai Kekasih Allah

Risalah Ke-76
Sebagai Kekasih Allah


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh enam ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Milikilah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan kerendahan hati. Adalah merupakan suatu kewajiban bagimu untuk merendahkan diri dan merendahkan hati dengan sungguh-sungguh kepada sang Khalik (Pencipta). Jangan sekali-kali menyalahkan Allah hanya disebabkan oleh sarana duniawi. Hendaknya pula engkau menjalin ikatan kawan dengan saudaramu dengan menjaga hak mereka.
Bersahabat dengan seseorang yang acuh tak acuh terhadap duniawi (yang tak menghiraukan duniawi) adalah lebih utama bagimu daripada bergaul dengan mereka yang jatuh cinta terhadap dunia. Terhadap orang yang tak menghiraukan dunia (sufi) hendaknya engkau bersikap rendah hati, bersikap baik dan terbuka.
Lenyapkan dirimu (sifat manusiawi dan kebinatanganmu) sampai engkau dekat kepada Allah dan mencapai kehidupan ruhani. Ketahuilah hamba yang terdekat dengan Allah ialah mereka yang berjiwa besar dalam beramal. Sedangkan amal yang terbaik adalah menjaga diri agar tidak berpaling kepada selain Allah. Jangan bosan memberi nasihat kepada sesamamu agar mereka tetap teguh iman pada kesabaran dan kebenaran.
Bergaullah dengan para wali dan sufi. Jangan engkau menyerang manusia yang berada setingkat di bawahmu. Hal ini adalah sikap pengecut. Sedang menyerang orang yang setingkat di atasmu adalah sikap yang kurang ajar. Menyerang orang yang sejajar denganmu itu tidak layak. Dan ketahuilah untuk menjalani kehidupan sufi, diperlukan upaya keseriusan. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita.
Wahai sang kekasih Allah! Engkau selalu mengingat Allah, sebab yang demikian itu adalah membawa kebaikan. Disamping itu, berpegang teguh pada perjanjianNya adalah wajib bagimu, karena yang demikian itu akan menjauhkanmu dari segala kemudharatan. Senantiasa menghadapi semua ketentuanNya juga hal yang wajib, sebab ketentuanNya itu pasti terjadi.
Ketahuilah kelak engkau akan ditanya tentang segala gerak gerikmu. Selamatkan jasmanimu dari sesuatu yang tak bermanfaat. Bagimu wajib taat kepada Allah dan RasulNya. Pikirkanlah sesama sudara Islam. Jangan sekali-kali memiliki pemikiran dan niat yang buruk kepada mereka, baik niat dalam hati maupun ucapan serta tindakan.
Bahkan jika ada orang yang mendzalimi dirimu, maka seharusnya engkau mendoakan agar mereka sadar dan mendapat hidayah Allah. Makan segala yang dihalalkan Allah, adalah suatu kewajiban. Bertanya tentang sesuatu yang tak kau ketahui terhadap orang berilmu makrifat adalah wajib.
Bersedekahlah di saat pagi dan berdoalah kepada muslim yang telah meninggal di malam hari. Panjatkan ucapan ‘Allahumma ajirna minan naar’ (Ya Allah lindungilah kami dari api neraka) sebanyak tujuh kali di pagi hari dan sore hari. Senantiasa berdoalah dengan mengucap kalimat A’udzubillah minasy syaithaanir rajiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Kemudian agungkanlah Allah dengan ayat-ayat terakhir dari surat Al Hasyr:

هُوَ اللهُ الَّذِىْ لآاِلٰـهَ اِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ. هُوَ اللهُ الَّذِىْ لآاِلٰـهَ اِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلاَمُ الْمُعْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَـٰنَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ. هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ  لَهُ الاَسْمَاءُ الْحُسْنٰى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِى السَّمٰـوَاتِ وَالْاَرْضِ وَهُوَ الْاَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. الحشر : 22 – 24 
Artinya: “Dialah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia; mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia maha pengasih lagi peyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia. Maha Raja (yang memerintah semesta alam), Maha Suci, Maha Selamat (sejahtera dari aib dan kekurangan). Yang Memberi keamanan, Yang Mengawasi (segala hambaNya), Maha Perkasa, Yang Maha Pemaksa dan Yang Maha amat besar. Maha suci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Yang Menciptakan, Yang Mengadakan (dari tidak ada menjadi ada) dan Yang Merupakan (yang membentuk rupa dengan indahnya), bagiNya beberapa nama yang indah (nama-nama yang terbaik dan terpuji). Bertasbih kepadaNya segala yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Hasyr : 22 – 24)

Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Lima : Jalan Mencapai Tasawuf

Risalah Ke-75
Jalan Mencapai Tasawuf


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh lima ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah, hendaknya engkau selalu taat kepadaNya. Sucikanlah hatimu dan kendalikanlah dirimu dari kebiasaan memberikan segala sesuatu yang tak bermanfaat. Jauhkanlah kemiskinan dan penderitaan. Dengan sesamamu hendaknya engkau bisa bergaul dan memberi nasehat kepada yang muda-muda (kaum muda) dengan nasehat yang baik. Jauhkanlah permusuhan antara sesama sahabat. Terhadap yang bukan salik hendaknya engkau pun menjauhinya. Bertolong menolonglah sesama manusia dalam kebaikan agama dan kebaikan duniawi.
Ketahuilah bahwa hakekat kemiskinan agama ialah berupa menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kepada sesama manusia, ini yang tidak diperbolehkan. Sedangkan hakikat kekayaan agama ialah merasa tak butuh terhadap ciptaan-ciptaanNya, misalkan tak merasa butuh terhadap diri sendiri.
Tasawuf bisa dicapai melalui kelaparan dan pencegahan dari segala sesuatu yang dihalalkan dan disukai. Jangan berlagak pintar dihadapan orang yang acuh tak acuh kepada selain Allah. Sebab berbantah-bantahan dan pengetahuan dengannya akan membuat ia tak senang. Tapi, hendaknya engkau bersikap lemah lembut dan sopan santun kepadanya sehingga ia merasa senang. Ketahuilah bahwa tasawuf didasarkan atas delapan hal, yaitu:
  1. Kemurahan sebagaimana kemurahan hati Nabi Ibrahim as.
  2. Kepasrahan diri sebagaimana kepasrahan Nabi Ishak as.
  3. Kesabaran hati sebagaimana sabarnya Nabi Ya’kub as.
  4. Berdoa sebagaimana Nabi Zakariya as. berdoa kepada Allah.
  5. Kemiskinan sebagaimana yang dialami oleh Nabi Yahya as.
  6. Berpakaian baik sebagaimana Nabi Musa as.
  7. Berpetualangan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Isa as.
  8. Berusaha untuk bisa bersahaja sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersahaja.

Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Empat : Rahasia Ruhani

Risalah Ke-74
Rahasia Ruhani


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh empat ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Pertama sekali yang harus diperhatikan oleh orang yang bisa berfikir ialah keadaan diri, kemudian memperhatikan ciptaan dan penemuan-penemuan. Setelah itu menyimpulkan tanda-tanda (ayat-ayat) Allah. Sebab adanya ciptaan menunjukkan atau sebagai bukti adanya Pencipta. Adanya kekuatan adalah suatu bukti bahwa dibalik itu terdapat pelaku bijak. Segala sesuatu terjadi karena Allah. Ibnu Abbas menafsirkan ayat “Dia telah menundukkan bagimu segala yang ada di langit dan di bumi.” Sebagai berikut:
“Pada setiap sesuatu itu tersimpan sifat Tuhan. Setiap nama mengisyaratkan nama-nama Tuhan. Sesungguhnya engkau berada di antara nama-namaNya, berada di antara sifat-sifatNya, di antara ciptaan-ciptaanNya secara batiniah melalui kekusaanNya dan secara lahiriah melalui kearifanNya. Allah menjelma dalam sifat-sifatNya yang tersembunyi dalam diriNya. DiriNya tersembunyi dalam sifat-sifatNya. SifatNya tersembunyi dalam ciptaanNya. Ia membuka (menyingkapkan) pengetauanNya melalui kehendakNya. Ia mengejawantahkan kehendakNya dengan gerakan-gerakan. Ia menyembunyikan dan melahirkan kepandaianNya melalui kehendakNya. Allah tersembunyi dalam ketidaktampaanNya. Ia mewujud dalam kebijakan dan kekuasaanNya. Tak ada yang menyerupaiNya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Sesungguhnya rahasia-rahasia ruhani banyak tersingkap melalui hal ini. Dan hal ini tak pernah diketahui oleh mereka yang tak memiliki hati terang (yang tak memiliki mata hati). Yang membuat insan memiliki keistimewaan disebabkan doa Nabi Muhammad SAW yang demikian:
 "Ya Allah, karuniakanlah ia pegertian tentang agama dan ajarkanlah dia penafsiran tentang agama tersebut!
Semoga Allah memberi anugerah dan rahmat bagi kita semua, yang telah dilimpahkankanNya kepada orang seperti itu. Semoga pula Allah mengumpulkan kita bersama mereka pada hari kebangkitan, yaitu kelak di hari kiamat. Yaitu hari dihadapkannya setiap manusia di depan Sang Maha Pengadil.


Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Tiga : Wali Allah Tidaklah Suka Mengutuk


Risalah Ke-73
Wali Allah Tidaklah Suka Mengutuk


 Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh tiga ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Sekali waktu Allah membisikkan ilham kepada para waliNya. Yaitu tentang kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang kepadaNya. Juga tentang kata, pikiran dan tindakan palsu kepadaNya. Karena yang mendapat ilham yang demmikian itu, maka timbullah di hati sang wali rasa cemburu. Cemburu kepada Allah yang dicintainya dan dilecehkan orang. Sang wali kemudian merasa kesal terhadap orang yang berbuat kesalahan dan pelanggaran. Sepertinya ada rasa pembelaan terhadap Allah, Nabi dan agamanya.
Kemudian dalam hatinya timbul kemarahan yang bercampur dengan kecemburuan batiniah. Hal ini hanya menimbulkan kemudharatan bagi sang wali saja. Bagaimana bisa senang jika masih menyimpan penyakit luar dan dalam.
Kadangkala disebabkan kecemburuan akan keagungan Tuhan yang Maha Kuasa. Kadang karena benci terhadap orang yang berbuat kesalahan dan palsu (mengaku sidiq tetapi tidak konsekuen). Para wali mengutuk dan mengumpat terhadap orang yang demikian tersebut. Apakah layak sang wali mengutuk orang lain. Pengutukan yang dilakukan sang wali itu hanya menimbulkan dosa bagi yang dikutuk maupun yang mengutuk. Allah berfirman: Dosa keduanya (yang mengutuk dan yang dikutuk) lebih banyak dari pada manfaatnya.
Jangan seperti demikian itu. Bagimu, jika mengalami hal yang demikian hendaknya lebih baik berdiam diri, tunduk. Kemudian berusaha untuk mendapatkan keabsahan Allah.


Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Dua : Antara Lahir dan Batin

Risalah Ke-72
Pandangan Lahiriah dan Batiniah


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh dua ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy berkata:
Ada berbagai macam orang beragama (memiliki ilmu agama) yang pergi ke pasar-pasar. Manakala menjumpai dan melihat aneka barang yang dapat memuaskan jasmani mereka pun terkesima. Dan hal yang demikian ini menyebabkan bencana bagi mereka sendiri. Karena menuruti kesenangan jasmani tersebut akhirnya agama dicampakkan begitu saja. Jika Allah tak memelihara jiwa orang semacam ini, pastilah mereka hanya akan menuruti hawa nafsu belaka.
Ada pula sebagian orang yang mellihat barang-barang tersebut dan hampir saja terkesima. Hampir saja jatuh cinta terhadap barang yang hanya sebagai pemuas jasmani belaka. Mereka hampir binasa. Untung mereka kembali kepada nalar agamanya. Sehingga dengan sekuat jiwa ia capakkan keinginan-keinginan itu. Mereka ini laksana prajurit-prajurit yang gagah berani di jalan Agama Allah, dan mendapatkan pertolonganNya dalam mengendalikan diri. Tentu saja bagi orang yang mampu mengekng nafsu dan bersabar pada syari’at ini, Allah melimpahkan pahala kehidupan akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tujuh puluh malam kebaikan dicatat untuk seorang mukmin yang membuang dorongan hawa nafsunya ketika dirinya dikuasai oleh nafsu itu atau ia menguasainya. Dan diantara mereka ada yang mendapatkan beberapa kenikmatan ini dan karunia, serta rahmatNya berupa kekayaan duniawi dan ia bersyukur kepada Allah SWT atas segala hal-hal yang demikian itu.”
Meski mendapatkan kenikmatan (bagi orang pilihanNya) mereka tidak memperhatikan kenikmatan-kenikmatan tersebut. Sebab mereka telah buta dan tuli terhadap segala sesuatu, kecuali hanya kepada Allah saja.

Jika engkau menjumpai orang-orang macam ini (golongan ini) memasuki pasar maka ia merasa tak melihat sesuatu apapun. Memang pada kenyataannya ia melihat dan mendengar, namun yang dipakai untuk itu adalah mata dan telinga lahiriahnya. Sedangkan mata dan telinga batinnya tertutup sama sekali, karena hanya tertuju kepada Allah saja. Pandangan lahiriah bukan merupakan pandangan ruhaniah. Sedangkan pandangan ruhaniah ialah pandangan hakikat yang terlintas di dalam hati.


Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh Satu : Hamba Pilihan Allah

Risalah Ke-71
Hamba Pilihan Allah


Referensi pihak ketiga


Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh satu ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sesungguhnya engkau berada diantara salah satu dari dua hal yaitu yang menjadi pengupaya atau yang diupayakan.
Bila dirimu menjadi pengupaya, maka engkau mempunyai beban dan tanggungjawab atas segala yang berat dan sulit. Sebab seorang pengupaya harus bekerja keras dan seringkali disalahkan. Sampai ia mendapatkan sesuatu yang dikehendakinya atau yang dicita-citakannya. Bila engkau sebagai pengupaya maka tak patut mengelak dari kesulitan yang kau jumpai dan menjadi penderitaanmu. Bersabar sampai kesulitan dan penderitaan sirna. Dengan demikian engkau akan selamat dari berbagai noda, kekejian, kehinaan rasa sakit, derita dan sikap yang selalu menggantungkan kepada orang lain. Engkau tentu akan dimasukkan oleh Allah dalam golongan orang-orang yang mendapat rahmat.
Akan tetapi bila engkau menjadi yang diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika engkau mendapatkan musibah. Jangan pula ragu atas kedudukanmu dihadapanNya, karena engkau diuji agar mendapatkan kedudukan tinggi. Sebenarnya Allah hendak meningkatkan kedudukanmu setingkat wali dan badal. Apakah engkau tak senang jika kedudukanmu setaraf dengan mereka, atau sukakah jika kedudukanmu lebih rendah dari mereka? Walaupun seandainya engkau puas dengan kedudukan rendah, tetapi jika Allah menghendaki kedudukanmu tinggi, maka Allah tak akan menyukai kedudukan rendah untukmu. Allah berfirman :
وَآللهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ. البقرة : 232
 Artinya: “Allah mengetahui dan kamu tiada mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 232)
Barangkali dalam benakmu bertanya, mengapa pengabdian yang sempurna itu harus diuji sedangkan ujian itu dimaksudkan bagi hamba yang mencintai Allah. Sedangkan hamba yang dicintai Allah adalah orang pilihan. Mengapakah hamba pilihan masih saja diuji Allah?
Ketahuilah hamba Allah di dunia ini yang paling dicintaiNya ialah Nabi Muhammad SAW, justru dia yang paling banyak mendapatkan ujian dari Allah. Beliau bersabda :
“Aku telah begitu takut karena Allah, tak seorangpun yang terancam seperti diriku dan aku telah demikian menderitanya karena Allah, tak seorangpun yang menderita seperti diriku. Telah datang kepadaku tigapuluh hari dan tigapuluh malam dan selama itu kami tak punya makanan meskipun hanya sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal. Sesungguhnya kami para nabi, adalah yang paling banyak mendapat ujian, kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya. Aku adalah yang paling tahu tentang Allah, dan yang paling takut kepadaNya di antara kamu sekalian.” 
Begitulah, mengapa hamba yang tercinta diuji dan ia merasa takut kepada Allah, padahal dia orang pilihan dan pengabdi yang mulia? Ujian bagi mereka ini karena Allah mempunyai tujuan agar para pilihanNya itu meraih kedudukan yang lebih tinggi di surga.

Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuhpuluh : Jangan Membanggakan Diri


Risalah Ke-70
Jangan Membanggakan Diri


Referensi pihak ketiga

Dalam risalahnya yang ketujuhpuluh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sadarilah, sesungguhnya jika engkau telah menyadari bahwa kebaikanmu itu semata-mata atas kehendak dan anugerah Allah, maka janganlah sekali-kali engkau membanggakan daya dan amalmu. Jangan ujub atas kebaikan yang engkau lakukan itu.
Begitu juga dengan penghindaran diri dari kemungkaran, janganlah bangga atas yang kamu lakukan. Sebab tindakanmu menghindari barang munkar itu adalah atas daya, kekuatan dan kehendak Allah. Sehingga engkau digerakkan untuk menjahui yang munkar.
Jalan terbaik bagimu ialah bersyukur dan memuji kepada Allah sebagai penolong dan penggerakmu baik dalam hal menuju kebaikan atau dalam hal penghindaran kemunkaran. Hendaknya engkau selalu memujiNya, dan menisbahkan segala pencapaianmu kepada Allah dalam segala kehidupanmu. Apabila engkau tidak demikian, maka berarti dalam dirimu terjadi keburukan dan dosa.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keenampuluh Sembilan : Doa Yang Layak


Risalah Ke-69
Doa Yang Layak Kepada Allah


Referensi pihak ketiga

Dalam risalahnya yang keenampuluh sembilan ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Hendaknya engkau jangan meminta kepada Allah tentang segala sesuatu apa pun. Yang boleh engkau mohon dan panjatkan adalah suatu permintaan ampunan atas dosa yang pernah engkau perbuat, dan yang hendak engkau perbuat. Kemudian permohonan lainnya adalah mintalah kemampuan untuk menunaikan perintah-perintahNya, mohonlah agar Allah menjauhkan dirimu dari segala yang haram, mohonlah agar Allah memberi kekuatan dan kesabaran jiwa, mohonlah pula agar engkau mampu bersyukur atas nikmat yang engkau terima dariNya. Lalu yang paling penting suatu permohonan agar kelak engkau mati dalam keadaan husnul khatimah. 
Permohonan yang tak layak dan doa yang tak patut engkau panjatkan misalnya meminta agar kemiskinan segera dilenyapkan Allah, segera diberi kemudahan rizki dan kenikmatan hidup.
Jangan meminta yang demikian itu, sebab tak pantas orang beriman menampakkan kerakusannya dalam berdoa. Mohonlah keridhaanNya atas karunia dan takdirNya, perlindungan abadi dari godaan iman, baik berada dalam musibah atau kebahagiaan. Sebab engkau tak tahu tentang kebaikan dan keburukan kecuali Allah yang mengetahuinya. Dikatakan oleh Sayyidina Umar ra :
 “Segala sesuatu hampir tak kupermasalahkan dalam keadaan yang bagaimana aku di pagi hari, entah hal itu membawa kepadaku yang tak kusukai atau yang kusenangi, sebab aku tak tahu keberadaan kebaikan.”
Umar berkata demikian sebab rasa ikhlasnya yang sempurna dengan kehendak Allah. Dan dalam al-Quran diterangkan bahwasanya Allah berfirman yang artinya:
 “Diwajibkan atas kamu berperang, sedang berperang itu suatu yang tak kau sukai; dan boleh jadi kamu benci akan sesuatu sedangkan ia (sesuatu itu) baik bagimu; dan mungkin juga kasihi sesuatu, sedangkan ia (sesuatu itu) amat buruk bagimu. Dan Allah mengetahui, tetapi kamu tiada mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216)
Hendaknya engkau senantiasa berada dalam keadaan yang demikian itu (yakni menerima akan takdirNya, baik atau buruk), sehingga hawa nafsumu pupus. Dengan demikian kehendak manusiawimu akan sirna dari hatimu kecuali kehendak terhadap Allah saja yang tertinggal. Kalau sudah begini, maka hatimu akan diisi dengan perasaan cinta kepada Allah sehingga tujuanmu untuk mencapai Allah tulus ikhlas.


Related Posts: