SEJARAH METODOLOGI PENGAJARAN BAHASA


METHODICAL HISTORY OF LANGUAGE TEACHING
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
BAHASA INGGRIS

DOSEN PEMBIMBING

HERNIK FARISIA,M.Pd.I

OLEH  :
AINUR ROSIQIN                          D57211099
ALFA MAULIDIYAH                  D57211100
SITI AISYAH                                 D57211153
SITI CHANIFAH                           D57211154
UMMI MUSDALIFAH                  D57211173

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Sholawat bertangkaikan salam senantiasa selalu kami hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang safa’atnya kita harapkan pada hari  pembalasan kelak.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dan juga kepada semua teman-teman yang telah ikut menyumbangkan pemikirannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah  Bahasa Inggris yang berjudul “ METHODICAL HISTORY OF LANGUAGE TEACHING“.
Dalam hal ini penulis juga merasa sebagai manusia biasa yang tak pernah lepas dari salah dan keliru, mengharapkan kritikan dan saran dari Dosen pembimbing dan teman-teman sekalian demi lebih baiknya makalah ini.
Akhirnya Tiada kata yang pantas untuk diucapkan kecuali Jaza kumullah khoirun jaza’.

Wassalamu’alaikum wr wb.



Penulis









DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI 
BAB I        : PENDAHULUAN 
A.      Latar belakang 
B.       Rumusan Masalah 
C.       Tujuan 

BAB II       : PEMBAHASAN 
A.      Pengertian Approach, Method, dan Techniques 
B.       Penerapan Method, Approach, dan Techniques 
C.       Sejarah Macam-macam Metode dari abad ke abad 
1.         The Grammar Translation Method
2.         Gouin and The Series Methods
3.         The Direct Method 
4.         The Audiolingual Method (ALM) 
5.         Cognitive Code Learning 
6.         Designer Methods of the 1970s 
a.         Community Language Learning
b.        Suggestopedia 
c.         The Silent Way 
d.        Total Physical Respons 
e.       The Natural Approach 
7.         Notional Functional-Syllabuses (NFS) 
D.      Perkembangan Metode Hingga Sekarang 

BAB III          : PENUTUP 
                         Kesimpulan 
REFERENSI 

BAB I
PENDAHULUAN


A.              Latar Belakang
Bahasa merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dan memiliki peran sentral, khususnya dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional seseorang dan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa diharapkan bisa membantu seseorang dalam hal ini yang saya bicarakan adalah peserta didik untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain.
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
            Dalam proses belajar mengajar tentunya masih banyak dijumpai beberapa pokok permasalahan yang dihadapi oleh para guru dan siswa itu sendiri, diantaranya adalah bagaimana seorang guru menciptakan proses belajar mengajar yang menyenangkan tanpa mengesampingkan tujuan utama pembelajaran agar tetap tercapai. Seorang siswa yang tidak memiliki minat dan kemauan keras dalam belajar akan mempersulit proses transfer ilmu pengetahuan dan dapat berimbas pada kegagalan proses pengajaran karena tujuan dari pembelajaran itu sendiri tidak tercapai. Tugas seorang guru adalah menciptakan kondisi proses belajar mengajar yang menyenangkan dan merangsang atau memotivasi siswa dalam belajar bahasa sebagai sebuah kebutuhan yang melewati sebuah proses yang menyenangkan.
1
 
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan bahwa kompetensi pebelajar bahasa asing diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca (reading skill), berbicara (speaking skill), menulis (writing skill), dan mendengarkan (listening skill).
Untuk mencapai tujuan di atas, proses pembelajaran bahasa harus mengetahui metode-metode, pendekatan dan teknik  pengajaran bahasa yang diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya.
Sebagai guru bahasa inggris profesional, seorang guru dituntut untuk selalu membuat keputusan didalam kelas. Banyak hal yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang guru dalam mengorganisasi kelas bukan hanya sekedar penguasaan mata pelajaran namun bagaimana menyajikan mata pelajaran itu semenarik mungkin dan memotivasi siswa agar mata pelajaran bahasa asing menurut pandangan mereka tidak membosankan. Untuk membuat proses transfer belajar lebih dinkmati dan menyenangkan bagi siswa adalah dengan cara menumbuhkan motivasai dalam diri seorang siswa.
Sebelum seorang guru bahasa mengajar dalam kelas maka ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Apa tujuan dari pembelajaran bahasa? metode apa yang ingin digunakan dalam mengajarkan bahasa sehingga efektif dalam mencapai tujuan? Ukuran apa yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran? (Stevick 1982;Larsen-freeman 1983a, 1983b). Hal ini berarti bahwa seorang guru harus mempersiapkan segala hal mengenai prose pembelajaran sebelum memasuki kelas sehingga proses belajar akan lebih bermakna karena mempunyai perencanaan yang baik.
Tujuan utama dari makalah ini adalah memberikan informasi khususnya kepada guru bahasa inggris tentang perkembangan metode-metode dalam pembelajaran bahasa inggris dari masa ke masa. Seorang guru dapat memahami prinsip-prinsip pembelajaran bahasa inggris melalui metode-metode tersebut sehingga pembelajaran bahasa akan lebih efektif dalam kelas. Seorang guru akan lebih percaya diri dalam proses belajar mengajar dan membuat siswanya merasa nyaman dalam belajar bahasa yang tentunya berimplikasi pada kepuasan diri yang dicapai seorang guru.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan, pokok permasalahan :
1.      Apa yang dimaksud dengan Method, Approach, dan Techniques ?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan metode-metode pengajaran bahasa ?
3.      Bagaimana perkembangan metode-metode  pengajaran bahasa hingga sekarang?

C. Tujuan
-    Untuk mengetahui dan menjawab seluruh rumusan masalah yang ada pada rumusan masalah.
-    Agar pembaca dapat memahami bagaimana pengembangan itu sangat perlu dilakukan untuk kebaikan dan kemajuan bersama terutama mengenai metode dan cara pembelajaran bahasa itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Approach, Method dan Techniques
Langkah awal dalam mengembangkan pendekatan yang mendasar untuk pembelajaran bahasa dapat kita pelajari dengan memutar balik waktu satu abad yang lalu untuk belajar dari sejarah dan trend yang membawa kita pada saat sekarang ini. Pada makalah kali ini akan terfokus pada sejarah metode-metode perolehan bahasa sebagai ciri-ciri identifikasi usaha pembelajaran bahasa abad modern. Apa yang dimaksud dengan metode? Bagaimana metode merefleksikan bermacam-macam trend bermacam-macam disiplin pemikiran? Bagaimana penelitian masa sekarang dalam meneliti pembelajaran dan pengajaran bahasa membantu kita membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik? Sebelum mengetahui metode-metode pengaaran bahasa ada baiknya kita mengetahui pengertian dari pada Approach, Method, And Techniques sebagaimana berikut.
Approach, Method, And Techniques
Dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa kita mengenal tiga hal penting; pendekatan, metode dan teknik (approach, method, and techniques). Tiga hal tersebut penting diketahui bagi para guru untuk diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Brown, Pendekatan mengacu pada kerangka teori dan keyakinan yang mendasari sifat bahasa, sifat pembelajaran bahasa, dan implikasi-implikasi secara pedagogik.
Sementara itu, metode, menurutnya merupakan presentasi bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang dipilih. Biasanya berkenaan dengan bagaimana untuk mencapai objek-objek atau tujuan dari pembelajaran bahasa itu sendiri. Selain itu, kita juga mengenali teknik-teknik dalam pembelajaran bahasa.

Sedangkan menurut Richards, J. C. and Rodgers, T.S. (1986/2001) mengatakan bahwa Istilah-istilah seperti Pendekatan, Metode, dan Teknik diubah secara berurutan menjadi Pendekatan, Desain, dan Prosedur. Metode menurut Richards dan Rodgers ialah payung teori yang spesifik dan hubungan antara teori dan praktik. Pendekatan didefinisikan sebagai asumsi, kepercayaan mengenai teori dasar bahasa dan pengajaran bahasa. Desain lebih khusus lagi adalah hubungan antara teori pengajaran di dalam kelas terkait materi dan aktivitas. Prosedur ialah teknik dan latihan yang mendukung penerapan dari pendekatan dan desain.[2]Technique, menurut Brown merupakan aktivitas-aktivitas yang specific yang terjadi di dalam ruang kelas yang berhubungan dengan pendekatan dan metode yang digunakan dengan tujuan untuk merealisasikan objek-objek pelajaran. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi pelatihan atau tugas yang digunakan dalam ruang kelas bahasa. (Brown, 2001: 14-16).[1]

B.       Penerapan Metode, Pendekatan dan Teknik Pengajaran Bahasa
Sekilas melalui abad terakhir ini pengajaran bahasa akan memberikan gambaran menarik tentang bagaimana beragam penafsiran telah menjadi cara terbaik untuk mengajarkan bahasa asing. Misalnya, sekolah yang memiliki disiplin pemikiran-psikologi, linguistik, dan pendidikan, telah datang dan hilang, sehingga memiliki metode pengajaran bahasa yang pasang surut popularitasnya. Metode pengajaran, sebagai “pendekatan dalam aksi,” tentu saja merupakan aplikasi praktis dari temuan dan penempatan secara teoritis. Fakta di lapangan seperti yang kita miliki yang masih relatif baru: metode itu harus hadir sebagai kejutan untuk menemukan berbagai macam dari penerapan metode ini selama seratus tahun terakhir, beberapa metode harus datang dalam oposisi filsafat secara keseluruhan bagi yang lainnya.
Albert Marckwardt (1972 :5) melihat perubahan metode dari satu metode yang lain ini sebagai pola siklus di mana metode baru muncul setiap seperempat abad. Setiap metode baru muncul bersumber dari metode yang lama tetapi masih mengambil beberapa aspek positif dari metode yang lama dari praktek-praktek sebelumnya. Sebuah contoh yang baik dari sifat siklus metode ini ditemukan dalam “revolusioner” Metode Audiolingual (ALM) dari pertengahan abad kedua puluh. ALM meminjam ajaran dari pendahulunya Metode Langsung. Dalam waktu singkat, bagaimanapun, kritik-kritik ALM menganjurkan agar lebih memperhatikan berpikir, lebih kognisi, dan memperhatikan aturan pembelajaran, yang sebagian berbau kembali ke metode terjemah tata bahasa (Grammar Translation)![3]
Berikut ini adalah sketsa pergantian metode pengajaran bahasa selama bertahun-tahun.

Metode

Pendekatan
Desain
Prosedur
a. Teori bahasa
-  catatan mengenai hakikat kecakapan berbahasa;
-  catatan mengenai unit-unit dasar struktur bahasa
b. Teori pembelajaran bahasa
-  catatan mengenai proses psikolinguistik yang terlibat dalam pembelajaran bahasa;
-  catatan mengenai kondisi yang memungkinkan keberhasilan penggunaan proses tersebut.

a.    Tujuan umum dan tujuan khusus metode
b.    Model silabus
-  karakteristik bagi seleksi dan organisasi isi/bobot ihwal linguistik dan atau pokok bahasan
c.    Tipe-tipe kegiatan pembelajaran dan pengajaran
-  jenis tugas dan aktivitas praktik yang digunakan di kelas dan dalam bahan/materi
d.    Peran pembelajar
-  jenis tugas pembelajaran yang dikerjakan para pembelajar
-  derajat pengendalian yang dimiliki para pembelajar mengenai isi pembelajaran
-  pola pengelompokan pembelajar yang disarankan atau diimplikasikan.
-  dearajat pengaruh pembelajar terhadap pembelajar lain.
-  pandangan pembelajar sebagai pemroses, pemeran, inisiator, pemecah masalah, dsb.
e.    Peranan pengajar
-  jenis fungsi yang harus diselesaikan pembelajar
-  derajat pengaruh pengajar terhadap pembelajaran.
-  jenis interaksi antar pengajar dan pembelajar
f.    Peranan materi peembelajaran
-  fungsi pokok materi
-  bentuk materi yang diinginkan (buku teks, audiovisual)
-  hubungan materi dengan masukan lain
-  asumsi yang dibuat mengenai pengajar dan pembelajar

Teknik, pelatihan, dan perilaku kelas yang diobservasi waktu metode itu digunakan
-   sumber yang berkaitan dengan waktu, ruang dan pemeliharaan yang digunakan oleh pengajar
-   pola interaksional yang diobservasi dalam pembelajaran.
-   taktik dan strategi yang digunakan oleh para pengajar dan pembelajar ketika metode itu digunakan.

C. Sejarah Macam-macam Metode Dari Abad ke Abad
1.      The Grammar Translation Method
Metode terjemahan tata bahasa adalah metodologi pembelajaran bahasa yang sangat klasik di dunia. Menurut Brown (2001: 18) Metode ini menekankan pada belajar tata bahasa (struktur bahasa), menghafal kosakata, terjemahan teks, dan menulis latihan. Guru yang menerapkan metodologi ini cenderung mengajarkan tata bahasa secara eksplisit tanpa menjelaskan konteks apapun di mana seperti tata bahasa tersebut seharusnya digunakan.[4]
Selain itu, kelas sering tidak komunikatif karena guru akan memberikan penjelasan panjang pada tata bahasa. Hal ini ironis karena guru tidak mengajarkan sifat bahasa - kompetensi komunikatif. Meskipun metode ini, metode sekolah lama, tidak efektif untuk membangun kompetensi komunikatif siswa, dan masih banyak guru yang menerapkan metode ini di dalam kelas. dalam hal ini, Brown (2001: 19) mengatakan bahwa metode terjemahan tata bahasa tidak bekerja untuk meningkatkan kemampuan komunikatif siswa dalam bahasa.

2.        Gouin And The Series Methods
Sejarah “modern” pengajaran bahasa asing bisa dikatakan telah dimulai pada akhir 1800 oleh Francois Gouin, seorang guru Perancis dari Latin dengan wawasan yang luar biasa. Sejarah tidak biasanya memberi kredit Gouin sebagai penemu metodologi pengajaran bahasa karena, pada saat itu, pengaruhnya dibayangi oleh Charles Berlitz, seorang penemu Jerman yang sangat terkenal dari Metode Langsung. Namun demikian, beberapa perhatian untuk pengamatan perseptifnya Gouin yang tidak biasa tentang pengajaran bahasa membantu kita untuk mengatur ulang dalam mengembangkan metode pengajaran bahasa untuk abad ini setelah penerbitan bukunya, Seni Mempelajari dan Belajar Bahasa Asing pada tahun 1880.
Gouin harus pergi melalui serangkaian pengalaman yang menyakitkan dalam rangka memperoleh wawasan. Setelah memutuskan pada pertengahan hidupnya untuk belajar bahasa Jerman, ia mengambil residensi di Hamburg selama satu tahun. Namun, bukan hanya mencoba untuk berkomunikasi dengan penduduk asli, melainkan juga terlibat dalam urutan yang aneh dari upayanya untuk “ menguasai “ bahasa. Setibanya di Hamburg, ia merasa ia harus menghafal buku tata bahasa Jerman dan tabel dari 248 kata kerja beraturan Jerman. Dia melakukan ini dalam hitungan hanya sepuluh hari, dan bergegas ke akademi (universitas) untuk menguji pengetahuan barunya. “Tapi sayangnya ! “ Tulisnya , “ Saya tidak bisa mengerti satu kata, tidak satu kata ! “ (Gouin 1880: 11) - Gouin tak gentar . Dia kembali ke kamarnya pribadinya, kali ini untuk menghafal root bahasa Jerman dan menghafal buku tata bahasa dan kata kerja tidak beraturan. Sekali lagi ia muncul dengan harapan keberhasilan. “ Tapi sayangnya ... “ hasilnya adalah sama seperti sebelumnya. Dalam melalui tahun-tahunnya di Jerman, Gouin dalam buku sejarah, telah menerjemahkan karya Goethe dan Schiller, dan bahkan telah menghafal 30.000 kata dalam kamus bahasa Jerman, semua dilakukannya di dalam kamarnya pribadinya, hanya untuk mengerti bahasa Jerman. Hanya sekali dia mencoba untuk ‘ membuat percakapan “ sebagai metode , tapi ini menyebabkan orang-orang menertawakannya, dan ia terlalu malu untuk melanjutkan metode tersebut. Pada akhir-akhir tahunnya Gouin, setelah mengurangi metode klasik untuk absurditas, memaksanya untuk kembali ke rumah, sebuah kesalahan.
Tapi ada akhir yang membahagiakan. Setelah pulang ke rumah, Gouin menemukan bahwa keponakannya yang berusia tiga tahun telah, selama tahun itu, melalui tahap indah dari pemerolehan bahasa anak di mana ketika kita mengatakan secara virtual sangat mudah mengatakan bahasa Prancis. Bagaimana bisa bahwa anak kecil ini berhasil begitu mudah, dalam bahasa pertama, dalam tugasnya Gouin, dalam bahasa kedua, ia temukan kesulitan? Anak harus memegang rahasia untuk belajar bahasa ! Jadi Gouin menghabiskan banyak waktu mengamati keponakannya dan anak-anak lain dan menyimpulkannya sebagai berikut -: pembelajaran bahasa merupakan permasalahan mendasar dari mengubah persepsi menjadi konsepsi. Anak-anak menggunakan bahasa untuk mewakili konsep-konsep mereka. Bahasa adalah sarana seperti berpikir , mewakili dunia pada diri sendiri (lihat PLLT , Bab 2). Wawasan ini, ingat, dibentuk oleh guru bahasa lebih dari satu abad yang lalu !
Jadi Gouin mengatur tentang merancang metode pengajaran yang akan mengikuti dari wawasan ini. Dan sehingga metode rangkaian diciptakan, sebuah metode yang mengajari  peserta didik secara langsung (tanpa terjemahan) dan konseptual (tanpa aturan tata bahasa dan penjelasan) sebuah “rangkaian” kalimat terhubung yang mudah untuk dilihat atau dirasa. Itu pelajaran pertama dari bahasa asing sehingga akan mengajarkan rangakaian-rangakaian berikut dari lima belas kalimat :[5]
Aku berjalan menuju pintu. Aku mendekat ke pintu. Aku mendekat ke pintu. Saya sampai ke pintu. Aku berhenti di pintu .
Aku mengacungkan tanganku. Saya memegang pegangan. Aku memutar pegangan. Aku membuka pintu. Aku menarik pintu.
Pintu bergerak. Pintu berputar pada engselnya. Pintu berbalik dan berubah. Aku membuka pintu lebar. Aku melepaskan pegangan.
Lima belas rangkaian tersebut memiliki sejumlah besar sifat tata bahasa, kosakata, kata-kata, dan kompleksitas yang tidak biasa. Ini tidak sederhana pelajaran yang sulit! Namun Gouin berhasil dengan pelajaran tersebut karena bahasa ini begitu mudah dipahami, disimpan, dan terkait dengan realitas.

3.        The Direct Method
Pembelajaran bahasa kedua atau asing harus ditetapkan sebagai sealami mungkin seperti bahasa pertama (Brown, 2001: 19-21). Hal ini penting karena manusia secara alami belajar bahasa secara berurutan : dari yang paling mudah ke yang paling sulit. Berdasarkan pernyataan di atas, guru cenderung menghindari penjelasan eksplisit tata bahasa karena terlalu rumit untuk dipahami. Misalnya, guru harus menyediakan kegiatan yang merangsang siswa untuk berkomunikasi. Selain itu, mereka juga harus menciptakan situasi kelas yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan banyak eksposur di TL.[6]
“Kealamian“ – mensimulasi cara yang “alami“ di mana anak-anak belajar bahasa pertama - pendekatan Gouin dan beberapa orang sezamannya tidak memakainya langsung. Satu generasi kemudian, menerapkan linguistik akhirnya membentuk kredibilitas pendekatan tersebut. Sehingga itu merupakan pergantian abad, Metode langsung dikenal cukup luas dan dipraktekkan .
Anggapan dasar dari Metode Langsung adalah mirip dengan Metode rangkaiannya Gouin, yaitu, bahwa belajar bahasa kedua harus lebih seperti bahasa pertama, interaksi lisan, penggunaan bahasa secara spontan, tidak ada terjemahan antara bahasa pertama dan kedua – dan sedikit atau tidak ada analisis dari  aturan-aturan tata bahasa. Richards dan Rodgers (1986: 9-10) diringkas dari prinsip-prinsip Metode Langsung :
1.    Instruksi kelas dilakukan secara eksklusif dalam bahasa target .
2.    Hanya kosakata dan kalimat sehari-hari yang diajarkan.
3.    Keterampilan komunikasi lisan yang dibangun dalam perkembangan perdagangan secara hati-hati diorganisir sekitar pertukaran tanya- jawab antara guru dan siswa dalam kelas yang kecil dan intensif.
4 .   Grammar diajarkan secara induktif.
5 .   Poin pengajaran baru diajarkan melalui pemodelan dan praktek.
6 .   Kosakata yang kongkret diajarkan melalui demonstrasi, objek, dan gambar; kosakata abstrak diajarkan oleh asosiasi ide.
7 .   Keduanya berbicara dan mendengarkan pemahaman yang diajarkan.
8 .   Pengucapan yang benar dan menekankan tata bahasa.[7]

Metode Langsung ini menikmati popularitas yang cukup besar pada awal abad kedua puluh. Metode ini paling banyak diterima di sekolah bahasa swasta dimana siswa sangat termotivasi dan di mana guru penutur asli dapat digunakan. Salah satu yang paling dikenal dari orang-orang terpopuler adalah Charles Berlitz (yang tidak pernah menggunakan istilah Metode Langsung dan sebaliknya memilih untuk memanggil metodenya Metode Berlitz). Sampai hari ini “ Berlitz “ adalah sebuah kata rumah tangga, sekolah bahasa Berlitz telah berkembang di setiap negara di dunia.
Menjelang akhir kuartal pertama abad kedua puluh, penggunaan Metode Langsung telah menurun baik di Eropa dan di Amerika Serikat. Kebanyakan kurikulum bahasa kembali ke Grammar Translation Method (metode terjemahan tata bahasa) atau “pendekatan membaca “ yang menekankan keterampilan membaca dalam bahasa asing. Tapi ini menarik bahwa pada pertengahan abad kedua puluh, Metode langsung dihidupkan kembali dan diarahkan ke dalam apa yang mungkin yang paling terlihat dari semua pengajaran bahasa “ revolusi “ di era modern, Metode Audiolingual. Jadi, bahkan ini gerakan agak singkat dalam pengajaran bahasa akan muncul kembali dalam perubahan angin dan pergeseran pasir sejarah .

4.        The Audiolingual Method (ALM)
Pada paruh pertama abad kedua puluh, Metode langsung tidak berlangsung di AS seperti yang terjadi di Eropa. Sementara satu bisa dengan mudah menemukan guru penutur asli bahasa asing modern di Eropa, seperti yang tidak terjadi di AS. Juga Sekolah Tinggi Eropa dan mahasiswa tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk mencari peluang untuk menempatkan keterampilan lisan dari bahasa lain yang sebenarnya , penggunaan praktis. Selain itu, lembaga pendidikan AS telah menjadi yakin bahwa pendekatan membaca untuk bahasa asing adalah lebih berguna daripada pendekatan lisan, mengingat isolasi linguistik dirasakan AS pada saat itu. Laporan Coleman sangat tinggi pengaruhnya (Coleman, 1929) telah membujuk guru bahasa asing yang tidak praktis untuk mengajarkan keterampilan lisan dan bahwasanya membaca yang seharusnya menjadi fokus. Dengan demikian sekolah kembali pada tahun 1930-an dan 1940-an untuk memakai metode Grammar Translation , “ The Handmaiden of Reading ‘ (Bowen, Madseu & Hilferty, 1985 ).[8]
Kemudian Perang Dunia II meletus, dan tiba-tiba AS didorong masuk ke dalam konflik di seluruh dunia, mempertinggi kebutuhan bagi orang Amerika untuk menjadi mahir lisan dalam bahasa kedua sekutu dan musuh-musuh mereka . Waktu sudah matang untuk sebuah revolusi pengajaran-bahasa. Militer AS memberikan dorongan dengan pendanaan secara khusus, kursus bahasa intensif yang berfokus pada keterampilan oral/lisan; kursus ini kemudian dikenal sebagai Program Pelatihan Tentara Khusus (ASTP) atau bahasa sehari-harinya dikenal dengan, “Metode Tentara.” Ciri-ciri dari metode ini adalah pengucapan aktivitas lisan dan pola latihan dan praktek percakapan secara virtual tanpa tata bahasa dan terjemahan ditemukan di kelas tradisional. Sungguh ironis bahwa banyak peletak dasar Metode Langsung dibuang dipinjam dan disuntikkan ke pendekatan baru. Baru kemudian, keberhasilan Metode Angkatan Darat dan kepentingan nasional dihidupkan kembali dalam bahasa asing mendorong lembaga pendidikan untuk mengadopsi metodologi baru. Dalam semua variasi dan adaptasi, Metode Tentara kemudian dikenal pada 1950-an sebagai Metode Audiolingual.
Metode Audiolingual (ALM) telah secara tegas didasarkan pada teori linguistik dan psikologis. Linguis struktural dari 1940-an dan 1950-an yang bergerak di bidang apa yang mereka klaim dengan “analisis deskriptif ilmiah“ dari berbagai bahasa, mengajar methodologi menunjukkan aplikasi langsung dari analisis tersebut untuk mengajarkan pola linguistik (Fries, 1945). Pada saat yang sama, psikolog Behavioristik (PLLT, Bab 4) menganjurkan pengkondisian dan kebiasaan - pembentukan model pembelajaran yang secara sempurna dikawinkan dengan latihan mimikri dan pola praktek metodologi audiolingual.
Karakteristik dari ALM dapat diringkas dalam daftar berikut (diadaptasi dari Prator & Celce - Murcia 1979) :
1 .   Materi baru disajikan dalam bentuk dialog.
2 .   Ada ketergantungan pada mimikri, menghafal kumpulan frase, dan pembelajaran lebih.
3 .  Susunan kalimat diurutkan dengan cara analisis kontrastif dan mengajar sekali dalam satu waktu.
4 .   Pola susunan kalimat diajarkan menggunakan latihan berulang-ulang.
5 . Ada sedikit atau tidak ada sama sekali penjelasan tata bahasa. Grammar diajarkan oleh analogi induktif daripada dengan penjelasan deduktif.
6 .   Kosakata sangat terbatas dan diajarkan dalam konteks.
7 .   Ada banyak penggunaan kaset, lab bahasa, dan alat bantu visual.
8 .   Hal yang penting adalah melekat pada pengucapan.
9 .   Sangat sedikit menggunakan bahasa ibu oleh guru diperbolehkan.
10 . Tanggapan sukses segera diperkuat.
11 . Ada upaya besar bagi siswa untuk menghasilkan ucapan yang bebas dari kesalahan.
12 . Ada kecenderungan untuk memanipulasi bahasa dan mengabaikan konten.[9]

Untuk sejumlah alasan, ALM menikmati bertahun-tahun popularitas, dan bahkan sampai hari ini, adaptasi dari ALM ditemukan dalam metodologi-metodologi  kontemporer. ALM ini berakar kuat secara teori perspektif waktu yang terhormat. Bahan pengajaran secara hati-hati disiapkan, diuji, dan disebarluaskan kepada lembaga pendidikan. “ Sukses “ bisa terang-terangan dialami oleh siswa saat mereka berlatih percakapan mereka di luar jam kerja. Namun popularitas tidak bertahan selamanya. Tantangan oleh Wilga Rivers (1964) kritik fasih kesalahpahaman dari ALM dan dengan kegagalan utamanya untuk mengajar kemampuan komunikatif jangka panjang, popularitas ALM memudar. Kami menemukan bahasa yang tidak benar-benar diperoleh melalui proses pembentukan kebiasaan dan belajar yang berlebihan, bahwa kesalahan tidak selalu harus dihindari di semua biaya, dan bahwa linguistik struktural tidak memberitahu kami segala sesuatu tentang bahasa yang perlu kita tahu. Sementara ALM adalah upaya berani untuk menuai buah dari metodologi pengajaran bahasa yang telah mendahuluinya, pada akhirnya masih dirasa singkat, karena semua metode melakukannya. Tapi kita belajar sesuatu dari kegagalan dari ALM dan untuk melakukan segala sesuatu yang telah dijanjikan, dan kami bergerak maju.

5.        Cognitive Code Learning
Era audiolingualisme, dengan penekanan pada bentuk permukaan dan pada praktek hafalan pola diproduksi secara ilmiah, mulai berkurang ketika revolusi Chomsky dalam linguistik menjadi seorang ahli bahasa dan guru bahasa melalui susunan” bahasa. Meningkatnya minat dalam menghasilkan perubahan tata bahasa dan perhatian terfokus pada sifat dasar penentuan aturan bahasa dan penguasaan bahasa menyebabkan beberapa program pengajaran bahasa untuk mempromosikan pendekatan deduktif daripada induktansi dari metode ALM. Membuktikan  bahwa anak-anak sadar memperoleh sistem aturan-aturan, para pendukung kode pembelajaran kognitif pada bahasa (lihat Carroll, 1966) mulai menyuntikkan aturan belajar lebih deduktif ke dalam kelas bahasa. Dalam sebuah penggabungan dari teknik Terjemahan Audiolingual dan Grammar, kelas mempertahankan metode khas pengulangan dari metode ALM telah menambah dosis yang sehat dari aturan penjelasan dan menggantungkan pada urutan materi secara tata bahasa.[10]
Pengajaran Kode Kognitif  tidak begitu banyak dipraktekkan. Metode ini merupakan sebuah metode pendekatan yang menekankan kesadaran aturan dan aplikasi peserta didik untuk belajar bahasa kedua. Metode ini adalah reaksi terhadap praktek ketat behavioristik dari metode ALM, dan ironisnya, kembali ke beberapa praktek Penerjemahan Tata Bahasa. Sebagai guru dan pengembang materi pelajaran melihat bahwa gencarnya materi yang berpotensi hafalan tidak membuat peserta didik mahir berkomunikasi, sentuhan baru dibutuhkan, dan kode pengajaran kognitif muncul hanya untuk menyediakan sentuhan seperti itu. Sayangnya, inovasi pada aturan-aturan, paradigma-paradigma, kerumitan, dan pengecualian dari bahasa telah melemahkan cadangan mental bahasa siswa.
Sebuah profesi membutuhkan beberapa rempah-rempah dan semangat, dan pikiran yang inovatif didalam semangat yang meningkat untuk tantangan di tahun 1970-an.

6.        Designer Methods Of The 1970s
Pada dekade 1970-an secara historis signifikan pada dua hal. Pertama, mungkin lebih dari satu dekade dalam sejarah pengajaran bahasa “modern”, penelitian tentang bahasa kedua pembelajaran dan pengajaran tumbuh dari sebuah cabang disiplin linguistik untuk dirinya sendiri. Karena semakin banyak sarjana yang mengkhususkan upaya mereka dalam studi akuisisi bahasa kedua, pengetahuan kita tentang bagaimana orang belajar bahasa di dalam dan di luar kelas telah menjamur. Kedua, dalam suasana yang energik dari perintis penelitian ini, sejumlah inovatif tidak digunakan jika bukan metode revolusioner yang dikandung. Metode desainer” Ini (meminjam istilah dari Nunan 1989a: 97) segera dipasarkan oleh pengusaha sebagai aplikasi terbaru dan terbesar dari penemuan penelitian multidisiplin sekarang.[11]
Hari ini, seperti yang kita lihat kembali pada metode ini, kita bisa memuji mereka untuk bakat inovatif mereka, untuk usaha mereka membangkitkan dunia pengajaran bahasa dari audiolingual yang telah tidur, dan untuk stimulasi penelitian mereka bahkan lebih karena kami berusaha untuk menemukan mengapa tidak membuahkan berkah bahwa penemuan dan pemasaran mereka berharap mereka akan berhasil. Pengawasan bahwa berjalannya metode desainer ini telah memungkinkan kami hari ini untuk memasukkan unsur-unsur tertentu daripadanya dalam pendekatan komunikatif kami saat ini dengan pengajaran bahasa. Mari kita lihat lima produk ini dari semangat tahun 1970-an.




a.      Community Language Learning
Menjelang decade 1970-an, as we increasingly recognized the importance of the affective domain, some innovative methods took on a distinctly affective nature. Community Language Learning is a classic example of an affectively based method.
Metode ini sedikit sama dengan pembelajaran bahasa komunitas dalam focus penggunaan bahasa. Menurut Brown metode ini memperlihatkan bahasa sebagai system untuk makna; fungsi utama interaksi dan komunikasi. Guru dapat menyediakan aktivitas melalui metoe ini. Pada umumnya, mereka akan menyediakan aktivitas yang mengulang-lang kemampuan siswa dalam berkomunikasi; diskusi, pemecahan masalah dan lain sebagainya. Selain itu, guru juga menyediakan materi autentik sebanyak mungkin. Materi autentik ini akan menghubungkan apa yang telah siswa pelajari di kelas pada realitas dari penggunaan bahasa pada situasi kehidupan nyata. Penjelasan dari tata bahasa atau susunan kata dari suatu teks bacaan juga akan di akomodasi oleh metode ini, akan tetapi, tentu saja secara tersembunyi setelah siswa telah memahami konteks untuk menggunakannya.[12]
Metode ini bisa di aplikasikan bahkan bagi siswa kelas awal pembelajar bahasa. Disamping itu, dalam pengajaran bahasa komunikasi, guru juga harus memperhatikan pada kebutuhan dan keinginan siswa. Sebagaimana halnya, jika guru mengajar siswa teknik mesin, mereka seharusnya mempersiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa; bagaimana untuk membaca buku manual, bagaimana menangani pelanggan, dan lain sebagainya. Materi-materi ini akan mungkin digunakan untuk situasi pekerjaan siswa di masa mendatang. Sehingga guru dalam hal ini jugfa mendukung para siswanya untuk memperoleh bukan hanya sebagai objek dalam hidup mereka, tetapi juga  karir mereka di masa depan.

b.      Suggestopedia
Metode ini diambil dari seorang psikolog asal Bulgaria Goerge Lozanov (1979). Menurutnya, bahwa dalam otak manusia dapat memproses sejumlah besar materi yang besar jika diberikan pada konsisi yang benar untuk belajar, ketika seseorang dalam keadaan relaks. Menurut Lozanov, seseorang mampu belajar banyak dari pada yang mereka peroleh dalam keadaan santai. Music adalah pusat daripada metode ini.[13]

c.       The Silent Way
Seperti halnya Suggestopedia, metode ini menyandarkan pada lebih kognitif daripada pendapat-pendapat afektif untuk makanannya secara teori. Sementara, sebagai penemu metode ini, Caleb Gattegno, lebih menyukai pendekatan humanistic (Chamot & McKeon 1984 ;2) daripada pendidikan, kebanyakan dari pada metode Silent Way ini dicirikan dengan pendekatan problem – solving untuk belajar. Richard dan Rodger menyimpulkan teori pembelajaran metode ini sebagai berikut :
1.        Belajar terfasilitasi jika siswa menemukan atau menciptakan daripada mengingat dan mengulangi apa yang dipelajari.
2.        Belajar terfasilitasi oleh teman (mediasi) sebagai objek fisik.
3.        Belajar terfasilitasi oleh pemecahan masalah termasuk materi yang di pelajari.[14]
Gattegno percaya bahwa siswa harus mengembangkan independensi, autonomi, dan responsibilitas. Pada waktu yang bersamaan, siswa dalam ruang kelas metode ini harus bekerjasama dengan yang lainnya dalam proses pemecahan masalah-bahasa. Seorang guru – sebagai stimulator bukan central – lebih banyak diam yang menjadikan nama daripada metode ini. Guru harus menentang insting mereka untuk mengeja segala sesuatu.

d.      Total Physical Respons
James Asher (1977), seorang pengembang dari metode TPR ini, pada dasarnya memulai bereksperimen dengan metode ini pada tahun 1960-an, tetapi hal tersebut hampir satu decade sebelum metode ini secara luas didiskusikan secara professional.
TPR mengkombinasikan banyak pandangan-pandangan lain dalam rasionalnya. Asas dasar perolehan bahasa anak sangat penting. Asher mencatat bahwa anak-anak dalam belajar bahasa pertama mereka, muncul untuk melakukan banyak mendengar sebelum mereka berbicara, dan bahwa pendengaran mereka akan diikuti dengan respon fisik (meraih, meraba, bergerak, melihat dan seterusnya). Dia juga memberi beberapa perhatian pada pembelajaran otak kanan.[15]

e.       The Natural Approach
Teori-teori Stephen Krashen (1982, 1997) dari perolehan bahasa kedua telah didiskusikan secara luas dan secara panas didebatkan selama bertahun-tahun. Pandangan utama metodhologinya termanifestasikan dalam pendekatan natural (alami), dikembangkan oleh teman koleganya, Tracy Terrel.
Bertindak berdasarkan banyak pernyataan-peryataan yang Asher buat untuk sebuah pendekatan berdasarkan komprehensi seperti TPR, Krashen dan Terrel merasa bahwa siswa akan untung dari menunda pekerjaan hingga pembicaraan berlangsung, bahwa siswa harus sesantai mungkin di dalam kelas, dan agar banyak komunikasi dan perolehan seharusnya berlangsung.[16]

7.        Notional Functional-Syllabuses (NFS)
Sebagai metode yang inovatif pada 1970 an dan telah dipuji oleh sebagian orang dan di kririk oleh banyak orang, beberapa hal mendasar yang siknifikan untuk pertumbuhan masa depan telah di abaikan yang kemudian lebih dikenal sebagai Notional Functional Syllabus. Di awali dengan karya dari dewan Eropa (Van Ek & Alexander, 1975) dan kemudian diikuti oleh sejumlah interpretasi dari notional syllabuses (Wilkins, 1976), NFS kemudian mulai digunakan di Inggris pada tahun 1970 an.[17]
Notion, menurut Van Ek dan Alexander merupakan dua hal yang umum dan spesifik. Notion umum adalah konsep yang abstrak seperti eksistensi, ruang, waktu, kuantitas, dan kualitas. Mereka adalah domain yang mana kita menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Sedang notion umum dari ruang dan waktu, misalnya, adalah konsep dari lokasi, gerakan, kecepatan, lamanya waktu, frekuensi, dan sebagainaya. Notion spesifik dapat disamakan secara dekat dengan apa yang telah menjadikan kita terbiasa dengan menyebutnya “konteks” atau “situasi”. Identifikasi personal, misalnya, adalah notion spesifik dengan nama, alamat, nomor telephone, atau informasi personal lainnya.
Fungsi berikut ditemukan dalam beberapa pelajaran pertama dari buku bacaan para pemula yang berkembang:
1.         Memperkenalkan diri dan orang lain
2.         Menukar informasi seseorang
3.         Meminta bagaimana mengeja nama seseorang
4.         Memberi perintah
5.         Meminta maaf dan ucapan terimakasih.
6.         Identifikasi dan menggambarkan seseorang
7.         Meminta informasi

D. Perkembangan Metode Hingga Sekarang
Ada banyak metodhologi terkenal dalam pembelajaran bahasa seperti ‘the grammar translation method, Gouin and the series method, the direct method, the audiolingual method, cognitive code learning, designer method, dan lain-lain’.[18] Beberapa dari metode-metode tersebut akan terlihat sebagai metode yang tradisional dan sebagian yang lain akan tampak sebagai metode yang modern.
Kenyataannya, metodhologi dalam pembelajaran bahasa berkembang sebagaimana perubahan masa dan waktu. Sebuah metode baru muncul berdasarkan penelitian atau muncul sebagai kebutuhan daripada bahasa itu sendiri. Berdasarkan pada alasan tersebut, mungkin, tidak ada metodhologi yang paling baik yang diterapkan di dalam ruang kelas selama baik metode-metode secara tradisional dan modern dapat digunakan berdasarkan pada kebutuhan siswa dan pilihan guru. Selain itu, mereka juga memiliki keuntungan dan kerugian mereka sendiri. Dalam hal ini, bagaimanapun juga adalah tugas guru untuk memutuskan metode yang mungkin diterapkan di dalam ruang kelas mereka dengan memperhatikan kebutuhan siswa dan asas bahasa dan pembelajaran bahasa.


KESIMPULAN

Dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa kita mengenal tiga hal penting; pendekatan, metode dan teknik (approach, method, and techniques) yang menurut Richards, J. C. and Rodgers, bahwa Istilah tersebut diubah secara berurutan menjadi Pendekatan, Desain, dan Prosedur. Tiga hal tersebut penting diketahui bagi para guru untuk diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Menurut sejarah terdapat banyak pendekatan yang sebagaimana telah dituliskan oleh Brown, bahwa ada banyak metodhologi terkenal dalam pembelajaran bahasa seperti ‘the grammar translation method, Gouin and the series method, the direct method, the audiolingual method, cognitive code learning, designer method, dan lain-lain. Metode-metode ini berkembang dan digunakan oleh para pendidik hingga sampai sekarang ini. Pemilihan metode adalah tugas utama oleh seorang pendidik dan menjadikan peserta didik merasa nyaman dan menikmati materi bahasa asing yang disampaikan oleh seorang pendidik.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by Principle. San Fransisco: San Fransisco of University.
Marckwardt, Albert D. 1972. Changing Winds and Shifting Sands. MST English Quarterly 21
Richards, J. C. and Rodgers, T.S. (1986/2001): Approaches and Methods in Language Teaching: A Description and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.




[1] Brown, Douglas. 2001. Teaching by Principles; An Interactive Approach to Language Pedagogy. San Fransisco: San Fransisco of University. Hlm. 14

[2] Richards, J. C. and Rodgers, T.S. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching: A Description and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Hlm.16
[3] Marckwardt, Albert D. 1972. Changing Winds and Shifting Sands. MST English Quarterly 21; hml. 5)
[4] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 18
[5] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 19
[6] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 21
[7] Ibid.
[8] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 22
[9] Ibid.
[10] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 24
[11] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 24
[12] Brown, Douglas. 2001. Hlm. 25
[13] Ibid. Op Cit. Hlm. 27
[14] Ibid. Op Cit. Hlm. 28
[15] Ibid. Op Cit. Hlm. 29
[16] Ibid. Op Cit. Hlm. 31
[17] Ibid. Op Cit. Hlm. 32
[18] Ibid. Op Cit. Hlm. 14

DOWNLOAD

Related Posts:

0 Response to "SEJARAH METODOLOGI PENGAJARAN BAHASA"

Post a Comment