Futuhul Ghaib Risalah Ketigapuluh :Kesabaran Itu Tidak Ada Batasnya

Risalah Ke-30
Kesabaran Itu Tidak Ada Batasnya

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang ketigapuluh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Seringkali engkau berkata dalam dirimu sendiri, apa yang seharusnya dapat kulakukan, apa yang harus kugunakan untuk menempuh jalan agar mencapai tujuan? Jangan terlalu bertanya hal-hal demikian itu pada diri sendiri. Hendaknya engkau tetap ditempatmu. Jangan melampaui batasmu, sampai jalan keluar dikaruniakan bagimu, yaitu tentang perintah kepadamu. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, sabarlah kamu dan bersabarlah melawan musuhmu dan berjagalah (tetap di perbatasan negerimu) dan takutlah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Allah memerintahkan engkau untuk bersabar, wahai orang-orang yang beriman. Dia memerintahkan hambanya untuk berlomba-lomba dalam masalah kesabaran, untuk tetap teguh, senantiasa ingat dan menjadikan hal semacam itu adalah suatu kewajiban. Disamping itu Allah juga memberi peringatan tentang sikap hambanya yang cenderung pada sikap tidak sabar sebagaimana firmanNya: “Jangan senantiasa kewajibanmu terhadap Allah!”, dan yang demikian itu berkenaan dengan pengabdian suatu kebaikan. Berarti engkau harus bersabar. Sesungguhnya dalam kesabaran itu terdapat kebaikan dan keselamatan. Nabi SAW bersabda:
“Kesabaran dan keimanan serupa dengan kepala dan tubuhnya.”
Segala sesuatu itu ada balasannya sesuai dengan kadar dan ukurannya. Namun terhadap sikap sabar, sesungguhnya balasannya tidak dapat diukur dan tak terhingga. Allah berfirman:
“Katakanlah (Wahai Muhammad) : Wahai hamba-hambaKu yang beriman, takutlah kepada Tuhamu! Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini ada kebaikan pula. Dan bumi Allah itu luas. Orang-orang yang sabar disempurnakan pahalanya tanpa terhitung.” (QS. Az-Zumar : 10)
Demikian wahai orang yang beriman! Jika engkau menjaga kewajibanmu terhadap Allah dengan sabar, kemudian memperhatikan batas-batas yang telah digariskan, maka Allah akan membalas sebagaimana janji dalam kitabNya (Alqur’an)! “Barangsiapa menjaga kewajibannya terhadap Allah, maka Dia akan membuat baginya tempat, dan memberinya rizki yang tak diduganya.”
Bersama orang-orang yang beriman, maka hendaknya engkau bersabar sampai jalan keluar benar-benar terbentang bagimu, sebab Allah telah menjanjikanmu kecukupan. Firmannya:
“Dan (Allah) akan memberinya rizki dengan tiada disangka-sangka. Barangsiapa yang berserah diri kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya (memeliharanya). Sesungguhnya Allah melangsungkan urusanNya. Sesungguhnya Allah mengadakan kadar (aturan tertentu) bagi setiap segala sesuatu.” (QS. At Thalaq : 3)
Sekali lagi kutegaskan kepadamu bahwa kesabaran adalah sumber dari keselamatan dan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan kesabaran itu, hamba mukmin akan mencapai keikhlasan terhadap takdir Allah.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Sembilan : Fakir Mendekatkan Pada Kekafiran


Risalah Ke-29
Fakir Mendekatkan Pada Kekafiran

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh sembilan ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
“Kemiskinan (akan) mendekatkan kepada kekufuran.”
Akan tetapi bagi hamba Allah yang beriman dan memasrahkan segala urusan kepadaNya, maka ia akan diberi kemudahan olehNya. Mereka memiliki keyakinan yang teguh bahwa segala sesuatu yang datang kepadanya akan sampai kepadanya, dan segala sesuatu yang tak tercapai, maka tak akan mungkin datang kepadanya. Orang-orang yang beriman dan menyandarkan diri serta segala urusan kepada takdirNya karena berlandaskan pada firman Allah:
“Dan (Allah) akan memberinya rizki dengan tiada terkira. Barangsiapa yang menyerahkan kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya (memeliharany). Sesungguhnya Allah menyampaikan (melangsungkan) urusanNya. Sesungguhnya Allah mengadakan kadar (aturan yang tertentu) bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq : 3)
Demikianlah, apabila orang-orang beriman itu mendapatkan kemudahan dan kesenangan maka akan ingat terhadap ayat tersebut di atas. Namun, jika ia diuji oleh Allah, tak putus-putusnya berdoa atas ujian tersebut. Akan tetapi bila Allah terus menguji berupa kemiskinan dan musibah, dan doa mereka tak dikabulkannya, maka berlakulah sabda Nabi yang berbunyi bahwa kemiskinan itu mendekatkan pada kekufuran.
Tentu saja Allah Ta’ala bermurah hati kepada orang-orang yang telah mendapatkan ujian dan cobaan. Tak selamanya orang beriman berada dalam musibah dan ujian. Allah kemudian mencabut segala yang merundung hamba ini, segala yang menjadi kesuiltan dan musibahnya. Allah menggantikan dengan kesenangan serta daya (dorongan) untuk bersyukur dan memuji Allah, sampai ia menghadapNya.
Akan tetapi jika Allah terus mengujinya dan membuat ketat musibah itu, lalu si hamba berputus asa; lemah imannya bahkan menjadi kafir. Tentu saja si hamba ini kemudian menjadi kafir, menuduh dan menyalahkan Allah atas takdirNya. Mengingkari ayat-ayat, yang akhirnya mati dalam keadaan tak beriman. Tentang orang-orang yang demikian ini, Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling sengsara, pada hari Kiamat, ialah orang yang telah diberi kemiskinan oleh Allah di dunia ini, dan disiksa di akhirat. Kami berlindung kepada Allah dari hal-hal yang demikian itu.”
Kemiskinan yang telah disinggung dalam sabda Rasulullah di atas adalah suatu jenis kemiskinan yang membuat manusia menjadi lupa kepada Allah, menyalahkan takdirNya dan kemudian menjadi ingkar. Oleh sebab itu, maka Nabi berlindung kepadaNya, yang telah dijadikan pilihanNya dan pengganti para Nabi-Nya, dan dijadikan sebagai pemimpin wali-Nya, manusia yang agung dan berilmu. Dan Allah telah melimpahkan anugerahnya berupa kesabaran, ketaatan, dan kepatuhannya. Bahkan sepanjang siang dan malam Allah telah memberi rahmatNya kepada beliau ini.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Delapan : Janganlah Terburu-buru, Berjalanlah Terlambat Asal Selamat


Risalah Ke-28
Janganlah Terburu-buru, Berjalanlah Terlambat asal Selamat

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh delapan ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Wahai orang yang terburu-buru, janganlah engkau terburu-buru dalam mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian dari Allah selagi kamu masih belum mampu melenyapkan nafsu hewanimu dan belum mampu menghilangkan harapanmu tentang dunia dan akhirat. Berhenti! Berjalanlah perlahan-lahan dengan sabar, wahai yang berharap! Sesunguhnya pintu akan tetap tertutup jika selama keadaanmu yang demikian itu masih tetap berlangsung (tak bisa lenyap dari ruhmu).
Sebenarnya beberapa sisa dari hal-hal tersebut masih bersemayam dihatimu, yakni hawa nafsu dan keinginan duniawi. Selagi masih ada sebiji gandum saja sifat manusiawi dan hewani, maka akan tertutup jalan menuju hikmah. Selagi engkau masih mengisap biji kurma dari dunia ini, dari hawa nafsu, maksud dan keinginan, memburu duniawi, mencintai sesuatu keuntungan duniawi atau akhirat, maka engkau masih jauh dari pintu Allah. Maka janganlah menginginkan dan mengharapkakn kelimpahan kebahagiaan yang kekal bila semua itu masih belum luruh dari dirimu.
Apabila engkau berhasil dan melebur sifat manusiawi dan hewani serta segala afsu-nafsu, maka engkau akan dikeluarkan dari tempat peleburan. Kemudian engkau akan dihiasi dengan pakaia serta keharuman, selanjutnya diatar kau menghadap pada Raja yang Yang Agung dan Dia berfirman:
“Sesungguhnya engkau pada hari ini mempunyai kedudukan dan kepercayaan disisi Kami.” (QS. Yusuf: 54)
Apabila sudah demikian keadaannya maka engkau mendapatkan anugerah dan limpahan rahmat, dibelai dengan kasih sayangNya, diberi minuman, didekatkan dan mendapat pengetahuan tentang suatu rahasia. Selanjutnya engkau akan terbebaskan dari segala kebtuhan. Karena segala kebutuhan yang ada sesungguhnya adalah berasal dari nikmat dan rahmatNya.
Sebagai perumpamaan adalah emas. Emas beredar menjadi berbagai hiasan, misalkan cincin dan gelang. Berbagai macam orang mengenakannya, mulai dari tukang jagal, tukang penyamak kulit, penjual makanan, tukang cuci dan lain sebagainya. Dan emas-emas tersebut dikenakan oleh berbagai macam orang mulai dari yang berkedudukan mulia sampai orang yang pekerjaannya hina. Lalu misalnya emas dari sekian yang dikenakan orang itu dikumpulkan pada tukang emas. Oleh sang tukang dijadikan satu dan dilebur di atas api yang mendidih. Berbagai asal emas akan meleleh dan menjadi satu, kemudian diangkat. Oleh sang tukang dijadikan perhiasan baru yang indah dan bersih dari segala kotoran tukang samak atau tukang cuci. Emas yang baru diebur kemudian diperhalus, dibuat hiasan seindah mungkin; bahkan kemudian ditempatkan pada tempat terhormat. Dengan demikian cincin dan kepingan-kepingan emas itu berlalu dari tukang jagal, tukang cuci, penjual makanan dan lain sebagainya. Sekarang berubah tempat, yaitu ditempat yang terhormat, di laci atau jadi perhiasan raja setelah mengalami peleburan.
Dengan demikian wahai orang-orang yang beriman! Apabila engkau selalu bersabar atas karuniaNya dan berserah diri menerima takdirNya, maka engkau akan didekatkan kepada Tuhanmu di dunia ini, lalu mendapat karunia pengetahuan tentang Tuhan, segala pengetahuan dan rahasiaNya. Lalu di akhirat kelak engkau akan mendapatkan tempat yang damai bersama para nabi, shiddiqin, shalihin, syahidin, dan bersama orang-orang ang dekat dengan-Nya. Di tempat yang damai ini engkau akan mereguk kasih sayangNya. Oleh karena itu bersabarlah, jangan terburu-buru, ikhlas terhadap takdirNya padamu, dan jangan membiasakan diri untuk mengeluh kepadaNya. Apabila engkau berhasil melakukan yang demikian itu, maka engkau akan merasakan kesejukan ampunanNya, lezatnya mengetahui tentang rahasiaNya dan kelembutanNya serta karuniaNya.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Tujuh : Biji Kebaikan dan Kejahatan


Risalah Ke-27
Biji Kebaikan dan Kejahatan

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh tujuh ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berpesan:
Hendaknya engkau menganggap kebaikan dan keburukan itu sebagai dua buah dari dua ranting dalam satu pohon. Cabang yang satu menghasilkan buah yang manis, sedangkan cabang lainnya menghasilkan buah yang pahit rasanya. Oleh sebab itu, tinggalkan kota-kota, negeri-negeri yang menghasilkan buah-buahan pohon ini dan penduduknya. Dekatilah pohon itu dengan penuh hati-hati dan waspada! Perhatikan kedua cabang ini, kedua buahnya dan sekelilingnya. Kemudian senantiasa engkau berusaha mendekatkan dirimu pada cabang yang menghasilkan buah manis. Buah itu akan menjadi makananmu dan sumber kekuatanmu. Waspadalah, dan hati-hatilah agar engkau tidak mendekati cabang lainnya sehingga engkau terlanjur makan buahnya yang pahit; yang akhirnya dapat membinasakanmu.
Jika engkau selalu berbuat yang demikian, maka engkau akan selamat dari berbagai kesulitan, sebab kesulitan itu karena disebabkan kepahitan buah tersebut. Bila kau jauh dari pohon ini lalu berkelana ke negeri-negeri. Di negeri yang baru kau dihadapkan pada buah-buahan yang berbaur – antara pahit dan manis – sehingga tak jelas mana buah pahit  dan buah manis, maka hendaknya engkau hati-hati. Bila engkau salah memilih, lalu mengambil yang pahit dan kau makan. Tentu lidahmu terasa sakit, tenggorokanmu gatal, lubang hidungmu tersumbat sampai pada otakmu, jaringan tubuhmu, aliran darahmu, dan semuanya. Maka untuk membersihkan sungguh sangat sulit. Mencuci mulut dan tangan serta memuntahkan makanan yang terlanjur itu tak akan mampu membersihkan dari kepahitan rasa buah tadi.
Namun apabila engkau makan buah yang manis dan rasa manisnya menyebar ke seluruh anggota tubuhmu, maka betapa engkau sangat beruntung. Meskipun buahnya itu hanya sedikit tetapi engkau telah dapat merasakannya. Dengan demikian jika engkau pada waktu berikutnya keliru mengambil dan memakan buah pahit, engkau akan segera menggagalkan, tak sampai menelan, baru di mulut sudah kau keluarkan.
Berbeda jika engkau memakan buah yang pahit – sebelum merasakan yang manis – maka mulutmu dan ususmu akan terganggu oleh kegetiran itu. Kegetiran tak akan bisa membedakan mana yang manis dan asin. Sehingga meskipun pada tahap berikutnya engkau memakan buah manis, engkau tak akan merasakan nikmat rasanya. Hal ini karena seluruh indera pengecapmu sudah tercemari rasa getar.
Oleh sebab itu tidaklah baik menjauhi pohon itu sehingga tak tahu buahnya sama sekali. Keselamatan terletak pada kedekatan dengannya. Jadi kebaikan dan keburukan itu berasal dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung. “Sesungguhnya Allah telah menciptakanmu dan menciptakan yang kau lakukan.” (QS. As-Shaffaat: 96) Kemudian ditegaskan pula oleh Nabi SAW : Allah telah menciptakan penyembelih  dan binatang yang disembelih.
Karenanya, bahwa sesungguhnya segala perbuatan hamba adalah karena ciptaanNya, begitu pula akibat dari tindakannya. Allah yang Maha Agung berfirman: Masukklah kedalam surga karena sebab yang telah kau amalkan. (QS An-Nahl: 32)
Dia Maha Agung, sesungguhnya Ia sangat pemurah dan penyayang. Dalam firmannya disebutkan bahwa masuknya seorang hamba ke dalam surga itu disebabkan oleh amal-amal yang mereka perbuat. Padahal adanya dan timbulnya amal-amal yang dilakukan manusia itu karena pertolongan dan kasih sayangNya. Sabda Nabi :
“Tiada seorangpun yang masuk surga disebabkan amalan-amalannya sendiri, Kemudia ia ditanya: Apakah termasuk engkau ya Rasul? Beliau menjawab: Ya, termasuk aku, jika Allah tak mengasihiku.”
Ketika berkata yang demikian itu, ia letakkan tangan di atas kepalanya. Hadits ini dari Aisyah ra. Jika engkau mematuhi perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya, maka Dia akan melindungimu dari keburukanNya. Dia akan menambah kebaikanNya untukmu. Dia akan melindungimu dari segala keburukan, termasuk kebutuhan duniawi maupun dalam hal menjalankan agama. Berkenaan dengan keduniawian, Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya perempuan itu telah suka kepada Yusuf dan Yusuf telah suka pula kepadanya, kalau sekiranya Yusuf tiada melihat dalil Tuhannya, (pastilah didekatinya perempuan itu). Demikianlah Kami lepaskan Yusuf dari perbuatan yang keji. Sesungguhnya dia seorang hamba Kami yang tulus ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).
Berkaitan dengan agama, Allah berfirman:
“Adakah Allah akan berbuat untuk menyiksa kamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Allah menerima kasih, lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa: 147)
Mungkinkan bencana akan menimpa orang beriman dan mau bersyukur? Itu tak mungkin. Sebab orang-orang yang beriman dan bersyukur lebih dekat dalam keselamatan daripada bencana, mereka lebih dekat berada dalam kelimpahan karena kesyukurannya. Bukankan Allah telah berfirman:
“Sungguh jika kamu bersyukur pasti akan kutambah nikmat yang ada padamu, tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya siksa-Ku amatlah keras.” (QS. Ibrahim: 7)
Dengan demikian berarti nilai keimanan akan mampu memadamkan api neraka, yaitu api siksaan bagi setiap hamba yang berbuat dosa. Adakah hal yang demikian itu tidak akan memadamkan api bencana dalam kehidupan ini, ya Tuhanku?
Maka apabila orang yang beriman dan bersyukur itu mendapat musibah atau bencana dunia, janganlah disamakan dengan musibah yang menimpa kepada orang kafir. Bencana bagi mereka di dunia (bagi mukmin) semata-mata sebagai ujian, dan akan melepaskannya dari kekejian hawa nafsu, dari ketergantungan kehendak jasmani, kecintaan terhadap orang. Mereka sesungguhnya di uji oleh Allah dan hatinya menjadi suci karena ujian itu. Maka yang ada dalam ruhaninya adalah keesaan Tuhan dan pengetahuan kebenaran. Ia laksana rumah yang sama sekali ruangannya hanya untuk Allah. Dia berfirman:
“Ratu berkata: Sesungguhnya Raja-raja jika masuk ke dalam sebuah negeri, pastilah dibinasakannya negeri itu, dan dijadikannya penduduk yang mulia-mulia menjadi hina-dina. Begitulah mereka memperbuat.” (QS. An-Naml: 34)
Kemudian mereka menjadi hina-dina mendapatkan kemulian atas kebaikan mereka. Berdaulat terhadap hati berada (di awal) kekejian hawa nafsu. Seluruh sel-sel tubuh digerakkan oleh perintah mereka demi bumi berbagai dosa dan sesuatu yang sia-sia. Kedaulatan ini kini menjadi pupus, anasir tubuh merdeka, rumah raja dan pelatarannya, yakni dada dan menjadi bersih. Apabila hati telah bersih dari semua itu, akhirnya dihuni tauhid, sedangkan dada menjadi arena kecerahan kegaiban. Semua kebaikan itu karena adanya musibah dan cobaan; itulah buah dari cobaan. Nabi bersabda:
“Kami para Nabi adalah yang paling anyak diuji di antara manusia, sedang yang lain sesuai dengan kedudukannya. Aku lebih tahu tentang Allah daripada kamu dan lebih taqwa kepadaNya daripada kamu.”
Siapa saja yang dekat dengan raja maka harus semakin meningkatkan kewaspadaannya, sebab ia berada dihadapan Raja Yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui segala gerak-gerik hamba-Nya.
Jika engkau beranggapan bahwa seluruh makhluk yang terlihat oleh Allah, adalah seperti halnya satu orang – sehingga tiada yang tersembunyi bagiNya – maka apa yang terbaik dengan anggapan ang demikian itu. Ketahuilah, bahwa semakin tinggi dan mulia kedudukan seseorang maka semakinbesar bahayanya yang menghadangnya (yang dihadapinya), sebab itu perlulah baginya untuk bersyukur atas karuniaNya. Dan perlu pula melihat kedudukan orang yang dibawahnya sehingga ia semakin bersyukur. Dengan demikian, berarti sedikit saja menyimpang dari pengabdiannya kepada Allah, akan merusak rasa syukurnya dan ketaatannya. Allah berfirman:
“Wahai istri-istri (perempuan-perempuan) Nabi, barangsiapa di antara kamu melakukan perbuatan dengan terang-terangan, maka dilipatgandakan siksaan baginya (mereka) dua kali lipat. Demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ahzab : 30)
Allah berfirman tentang istri-istri Nabi, karena bagi para Nabi telah disempurnakan nikmat Allah kepada mereka. Allah menghubungkan mereka itu (istri-istri itu) dengan nabi.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Enam: Mengenai Tabir (Hijab) Yang Menghalangi


Risalah Ke-26
Mengenai Tabir (Hijab) Yang Menghalangi

Referensi pihak ketiga


Adapun pada wasiatnya yang keduapuluh enam ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata demikian:
Selama engkau belum mampu lepas dari ciptaan dan tidak memalingkan hati dari segala ciptaan tersebut serta dari segala kesibukan-keadaan hidup, maka selama itu pula tabir penutup dirimu tak akan tersibakkan. Jika hawa nafsumu tidak pupus dan selama engkau belum lepas dari keadaan keberadaan dunia maka selama itu pula tabir penutup dirimu tak akan tersibakkan.
Tabir penutup dirimu akan tersibakkan jika engkau mampu melepaskan diri dari ciptaan-ciptaan dan duniawi. Kemudian engkau lepas dari kemaujudan dunia, lalu yang maujud dalam dirimu hanyalah kehendak Tuhanmu saja. Sehingga dengan drimu terisi oleh nur Tuhanmu. Tiada tempat dalam hatimu untuk segala sesuatu yang lain, kecuali bagi Allah saja. Bila tabir penutup dirimu telah tersibakkan niscaya engkau akan diberi senjata berupa tauhid, keagungan, dan kekuatan.
Jika sudah demikian maka segala yang engkau lihat – dalam pandanganmu – yaitu penglihatan dengan mata hati kecuali kepada kepatuhan dan menerima secara ikhlas akan takdirNya. Jika sudah demikian maka ointu hatimu akan mampu memisahkan dunia dan akhirat, sehingga kerinduanmu akan lebih condong kepada kehidupan akhirat.
Apabila pandangan mata batinmu hanya tertuju kepada akhirat dan kepada Allah saja, begitu juga kerinduanmu; maka engkau akan diselimuti oleh suatu kemuliaan. Tentang kebenaran akan menjaga hatimu, parit-parit keluhuran dan keagungan aman mengelilingimu. Dengan begitu orang tak akan bisa mendekatimu dengan kekejian, dengan dambaan-dambaan pula, dan dengan kesesatan-kesesatan.
Akan tetapi jika orang datang kepadamu terus-menerus – atas takdirNya – karena mereka tak menyadari kemuliaanmu sehingga mereka mendapatkan cahaya yang menyilaukan, tanda-tanda yang jelas, kebijakan yang dalam, dan melihat keajaiban-keajaiban padamu, dan lain sebagainya. Walaupun semua itu terjadi padamu, maka engkau akan aman dari semua itu; yakni dari kecenderungan jiwa manusiawimuterhadap keinginan-keinginan, ujub, sombong, dan perhatian mereka kepadamu.
Demikian pula seandainya engkau beristri cantik bertanggung jawab atas diri dan perilakunya maka engkau akan aman dari keburukannya. Terhadap istrimu, engkau akan diringankan – diselamatkan dari beban. Istri yang cantik itu akan menjadi karunia bagimu, menjadi rahmat dan berperilaku terpuji, bersih dan tulus jiwanya. Ia tak akan menimbulkan suatu kekejian ataupun penghianatan. Engkau akan menjadi mudah dalam menempuh jalan dan tak mendapatkan kesulitan karenanya. Bila istrimu itu melahirkan anak, maka akan menjadi keturunan yang suci dan shalih. Yang tentunya akan menyenangkan pandanganmu. Allah berfirman:
“Lalu Kami perkenankan (kabulkan) permintaannya dan Kami karuniakan kepada Yahya dan Kami jadikan baik istrinya (sampau mengandung). Sesungguhnya mereka itu bersegera (berlomba-lomba untuk berbuat) kebajikan dan mereka meminta kepada Kami dengan harap dan takut. Dan mereka itu berhina diri terhadap Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Kemudian Allah juga berfirman dalam surat lain:
“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Tuhan kami,berilah kami istri-istri dan anak-anak yang membahagiakan hati kami, dan jadikanlah kami imam (anutan) bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Furqan: 74)
Maka doa-doa yang demikian itu akan terwujud dan dikabulkan. Tak menjadi soal, engkau menyampaikan doa-doa semacam itu kepadaNya, sebab doa tersebut dimaksudkan untuk mereka yang layak begini. Doa untuk orang-orang yang mendapatkan rahmat dan karunia, yang berkedudukan mulia, dan yang kepadanya dilimpahkan rahmat dan nikmat dariNya.
Dengan demikian – seandainya – sesuatu dari duniawi ini mendapatimu, maka ia tak akan merugikanmu sedikit pun. Berarti yang datang kepadamu adalah bagianmu yang tersucikan dan atas kehendak Allah. Atas tindakanNya, – bagianmu itu – akan menghampirimu, hadir padamu asalkan engkau mendapatkannya dengan cara yang dihalalkan Allah. Sama halnya pahala yang diberikan kepadamu akibat dari sebab kamu menunaikan shalat dan puasa.
Engkau akan digerakkan dan timbul kemauan di hatimu untuk memberikan – yang bukan hakmu – kepada yang berhak, misalkan kepada keluarga, tetangga, teman, sahabat dan peminta-minta yang pantas mendapatkan zakat sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, jika bukan hakmu – tetapi datang melalui dirimu, maka engkau hanya sebagai jembatan untuk dilewati rezeki itu.
Oleh sebab itu bersabarlah dan bertakwalah selalu. Waspadalah, selamatkanlah dirimu, selamatkanlah! Jangan tunda, tetapi bersegeralah untuk menyelamatkan diri. Tundukkanlah pandanganmu, palingkanlah matamu, palingkanlah! Berbuatlah sesuatu yang terbaik sampai datang takdir dan kau akan terbawa ke depan. Kalau sudah begini, maka lenyaplah dari dirimu segala sesuatu yang memberatkan. Kemudian engkau akan dimasukkan kedalam samudra nikmat serta kelembutan dan kasih sayang. Engkau akan mendapatkan perhiasan berupa nur dan rahasia-rahasia Ilahi. Lalu kau didekatkan, diajak bicara, diberi karunia, dilepaskan dari segala kebutuhan, dikokohkan, dan mendapat limpahan kata-kata; Sesungguhnya kamu pada sisi Kami adalah orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya (QS. Yusuf: 54)
Lalu pikirkanlah, tebaklah keadaan Nabi Yusuf dan para shiddiqin ketika ia disapa dengan kata-kata lidah Raja Firaun (sebutan untuk raja-raja Mesir). Sesungguhnya kata-kata itu dari lidah raja, tetapi lidah itu digerakkan oleh Allah sehingga Yusuf mendapatkan anugerah atas kerajaan Mesir. Tanpa kehendak Allah, tak mungkin Raja Mesir menyerahkan kerajaannya kepadaYusuf. Allah telah mengaruniai kerajaan Mesir dan berbagai kerajaan misalnya kerajaan pengetahuan, ruhani, nalar, kedekatan denganNya dan kedudukan yang tinggi dihadapanNya. Allah berfirman:
“Demikianlah Kami anugerahkan kepada Yusuf kekuasaan atas negeri (Mesir). Dia bertempat tinggal dimana yang dikehendakinya. Kami limpahkan rahmat Kami kepada orang yang Kami kehendaki dan Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan (para shaddiqin).” (QS. Yusuf: 56)
Sedangkan tentang kerajaan Ruhani, Allah berfirman:
“Sesungguhnya perempuan itu telah suka kepada Yusuf dan Yusuf telah suka pula kepadanya, kalau sekiranya Yusuf tiada melihat dalil Tuhannya, (pastilah didekatinya perempuan itu). Demikianlah Kami lepaskan Yusuf dari perbuatan yang keji. Sesungguhnya dia seorang hamba Kami yang tulus ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).
Dan tentang kerajaan pengetahuan, Allah telah berfirman:
“Berkatalah Yusuf: Tiada akan datang kepadamu makanan yang diberikan kepadamu (setiap hari), melainkan aku terangkan kepadamu takwilnya (sifat-sifatnya), sebelum ia datang kepadamu. Demikian itu sebagian (pengajaran) yang telah diajarkan Tuhan kepadaku. Sesungguhnya aku meninggalkan agama kaum yang tiada percaya kepada Allah, sedang mereka itu kafir (tiada percaya) kepada akhirat.” (QS. Yusuf: 37)
Andainya engkau disapa (dengan sapaan : Wahai orang shalih!) berarti engkau mendapat anugerah pengetahuan yang banyak dan agung, engkau mendapat anugerah kekuatan dan kebaikan. Engkau mendapat anugerah kewalian biasa. Engkau mendapat anugerah perintah yang dipengaruhi ruhanimu; atau yang bukan ruhani. Mendapat daya cipta dengan izin Allah yang ada di dunia ini, walaupun akhirat belum tiba. Dan di akhirat kelak engkau akan berada di tempat damai dan berada di surga yang tinggi.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Lima: Mengenai Pohon Keimanan


Risalah Ke-25
Mengenai Pohon Keimanan

Referensi pihak ketiga

Pada wasiatnya yang keduapuluh lima, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Apabila dunia dan orang-orangnya memalingkan muka mereka yang hina, lapar, dahaga, yang telanjang, hatinya terpanggang, merambah ke setiap sudut dunia, di tempat-tempat sunyi, dimasjid yang jemu dan kecewa dan sebagainya, maka janganlah kau berkata ....!
Janganlah kau berkata bahwa Allah telah membuatmu miskin, menjauhkan dunia darimu, menjatuhkanmu, menjadi musuhmu dan tetap membuatmu kacau. Jangan engkau menganggap bahwa Allah telah menghinamu, tak memberi kecukupan duniamu, atau jangan menganggap Diamenyuramkan kehidupanmu. Jangan iri kepada mereka yang siang malam mendapat nikmat dan anugerahNya. Jangan beranggapan sama-sama muslim, tetapi Allah tidak adil!
Wahai orang yang malang! Sesungguhnya Allah memperlakukan demikian ini karena fitrahmu suci dan kesejukan kasih sayangnya terus menerus melimpah kepadamu dalam bentuk kesabaran, sikap berserah diri, ikhlas dan berpengetahuan. Kemudian dalam keadaan papa di dunia, ternyata engkau mendapatkan cahaya iman dan tauhid.
Dengan demikian, sesungguhnya pohon keimananmu mempunyai akar yang kuat. Memiliki benih yang kuat, penuh dedaunan, buah, cabang dan rantingnya merambah kemana-mana. Sehingga menimbulkan keteduhan. Setiap saat bertambah besar, tak perlu lagi pertumbuhannya dibantu atau dipupuk.
Cahaya iman dan tauhid, pepohonan iman dan tauhid itu oleh Allah ditentukan bagimu dan kelak kau dapatkan tepat pada waktunya, entah engkau menyukainya atau tidak. Oleh sebab itu janganlah serakah terhadap sesuatu yang menjadi mlikmu dan jangan pula mencemaskannya. Dan janganlah menyesal atas bagian yang diberikan kepada orang lain.
Ada dua alternatif yang bukan menjadi milikmu, yaitu ia akan menjadi milikmu atau bisa juga menjadi hak orang lain. Bila memang milikmu, maka ia akan datang kepadamu dan kau akan dibawa kepadanya sehingga pertemuan antara kau dan milikmu itu akan segera terwujudkan. Sedangkan yang bukan milikmu, maka kau akan dijauhkan darinya dan ia pun menjauhimu. Dengan demikian engkau dan ia (yang bukan milikmu) tak akan bisa bersua. Allah berfirman:
“Janganlah engkau layangkan kedua matamu kepada (perhiasan) yang Kami berikan kepada bermacam-macam orang di antara mereka, sebagai bunga hidup di dunia, supaya mereka Kami cobai dengan demikian itu. Dan rezeki Tuhanmu (dalam surga) lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Taha: 131)
Dari ayat tersebut di atas jelaslah bagimu, bahwa Allah melarangmu untuk memperhatikan yang bukan hakmu. Dia telah memberi peringatan bahwa yang selain ini adalah cobaan. Dengan cobaan itu, Dia memberi ujian mereka. Sedangkan keikhlasanmu menerima bagianmu itu lebih baik bagimu, lebih suci dan lebih disukai.
Oleh sebab itu, hal-hal yang demikian itu hendaknya engkau jadikan sebagai pedoman menempuh jalan Allah untuk mendapatkan kebaikan, rahmat, kegembiraan, dan keindahan. Allah Ta’ala berfirman:
“Seseorang tidak mengetahui, apa yang disembunyikan untuknya diantara bermacam-macam kesenangan, sebagai balasan yang telah mereka amalkan.” (QS. As-Sajdah: 17)
Oleh sebab itulah satu-satunya kebaikan ialah kelima jalan pengabdian, penghindaran dari dosa, dan tak ada yang lebih besar dan lebih disukai Allah selain yang telah kusebutkan kepadamu. Semoga Allah memberi karunia kepadamu dan kepadaku berupa kemampuan untuk melakukan yang disukaiNya.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Empat: Menghambakan Diri Kepada Allah


Risalah Ke-24
Mengenai Menghambakan Diri Kepada Allah



Dalam wasiatnya yang keduapuluh empat ini, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Jauhilah sekuat daya dan rohmu terhadap sifat pembangkang kepada Allah Maha Mulia dan Agung itu. Bertumpulah sekuat dayamu untuk mematuhiNya dengan doa dan taubatmu, dengan menunjukkan kebutuhanmu atas kepatuhan dan kerendahan hatimu; dengan penuh khusyuk. Jangan mengikuti nafsu hewanimu selagi engkau bertawadhu`. Jangan pula engkau mengharap balasan duniawi atas doa yang kau lakukan dan jangan pula ukhrawi dan jangan pula mengharapkan maqam yang lebih tinggi.
Renungkanlah dengan ruhmu yang suci, bahwa sesungguhya engkau adalah hambaNya. Seorang hamba dan segala yang dimilikinya adalah milik ‘tuannya’. Dengan begitu engkau tak akan dapat dan tak kuasa mengakui segala apa pun baik yang kau milliki maupun yang melekat pada dirimu; semua itu milik Allah.
Jangan sekali-kali engkau menyalahkan Tuhanmu. Tapi berperilakulah dengan baik dan terpuji. Sebab segala sesuatu atas ketentuanNya. Jangan coba untuk menyalahkan ketentuanNya. Jangan coba untuk menyalahkan ketentuanNya itu. Segala yang dimajukan, tak sedikit pun bisa dimundurkan. Segala yang dimundurkan tak sejengkal pun bisa dimajukan oleh makhlukNya. Begitulah Allah berkehendak atas keinginannya sendiri terhadap dirimu dan segala keadaanmu.
Allah juga berkuasa menganugerahkan tempat tinggal yang kekal di akhirat. Sekaligus menjadikan dirimu sebagai pemilik akhirat itu. Ia akan menganugerahkan pula kepadamu karunia yang tak bisa dilihat oleh mata, tak mampu didengar telinga, dan tak satu pun hati manusia bisa merasakannya; kecuali ruh hamba yang beriman. Allah berfirman:
“Tak satu jiwa pun yang mengetahui segala yang disembunyikan bagi mereka, yaitu yang akan menyejukkan pandangan, sebagai balasan atas yang mereka amalkan/perbuat.” (QS.  As-Sajdah: 17)
Balasan yang dimaksudkan adalah dikarenakan kepatuhanmu dan kepasrahanmu kepada Allah dalam segala hal dan dalam segala keadaan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, (yang Allah telah menganugerahkan masalah duniawi, menjadikannya pemiliknya, merahmatinya dan melimpahkan karuniaNya) Dia melakukan itu lantaran keimanan orang ini bagaikan padang tandus yang di dalamnya tak memungkinkan terdapat air, pohon, tumbuhan dan buah-buahan tumbuh dan ada. Maka ditebarkanNya rabuk serta segala yang ditumbuhkanNya di dalamnya berupa pohon iman dan tanaman amal.
Seandainnya hal-hal yang demikian itu pupus, maka tanah, tumbuhan dan pepohonan menjadi kering, buahnya jatuh dan seluruh kampung jadi sunyi; dan Yang Maha Kuasa menghendakinya dihuni dan menjadi ceria.


Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Tiga: Ridha Terhadap Keputusan Allah SWT

Risalah Ke-23
Ridha Terhadap Keputusan Allah SWT

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh tiga, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Hendaknya engkau berpegang teguh atas sedikit yang kamu miliki. Hendaknya engkau ikhlas dalam menerimanya. Bersabarlah sampai ketentuan nasibmu berada atau mencapai puncaknya. Pada puncaknya engkau akan diantarkan pada keadaan dan kedudukan yang lebih baik (lebih tinggi). Engkau akan ditempatkan di dalamnya, dan bangkit dari kekerasan kehidupan duniawi, akhirat, dan kesesatan. Engkau akan berada di suatu kedudukan yang dapat menyejukkan pandanganmu.
Sadarilah bahwa bagianmu tak akan tak akan pernah lepas darimu (jika kamu mau berikhtiar). Sedang yang bukan bagianmu, meskipun engkau bersusah paya untuk merebutnya (mencapainya), selamanya tidak mungkin dapat kau miliki. Sebab itu, bersabarlah dan hendaknya engkau ikhlas menerima keadaanmu. Jangan mengambil dan memberikan sesuatu apa pun sebelum mendapat perintah. Jangan bergerak sebelum diperintah, jangan pula diam semaumu. Jika kau berbuat semaumu sendiri berarti menuruti hawa nafsu manusiawimu atau nafsu hewanimu. Jika begini tentu kau diuji dengan kenyataan yang lebih buruk daripada keadaan yang sedang kau rasakan.
Sekarang. Mengapa demikian? Sebab dengan kekeliruan yang kamu lakukan itu secara tak kau sadari bahwa dirimu telah berbuat aniaya. Aniaya terhadap diri sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hambanya yang berbuat aniaya. Allah berfirman:
“Dan demikianlah, kami jadikan sebagian orang-orang yang aniaya (dzalim) menjadi pemimpin bagi yang lain (sebagai teman bagi yang lain) dikarenakan usaha mereka sendiri. (QS. Al-An’am: 129)
Sebab engkau berada di rumah Sang Raja, yang perintahNya berdaulat, yang tentaranya amat banyak, yang Maha Kuat, yang aturanNya adil, yang kerajaanNya abadi, yang kedaulatanNya menyeluruh, pengetahuanNya tinggi, kebijakanNya dalam, Maha Adil, dan yang dariNya tak sedikitpun tersembunyi, baik di bumi maupun di langit. Dan tak kedzaliman para aniaya pun tersembunyi. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni, jika Dia dipersekutukan dengan sesuatu yang lain, dan Dia akan mengampuni (dosa) selain syirik bagi siapa saja yang dikehendakiNya. (QS. An-Nisa: 48)
Hendaknya engkau berupaya sekuat hatimu, sekuat ruhmu untuk tidak menyekutukan Allah. Jangan sekali-kali mendekati dosa syirik ini dan jauhilah ia dalam setiap gerak maupun diammu, siang atau malam, sendirian atau bersama orang lain.
Waspadalah terhadap segala bentuk dosa dalam anasir jasadmu dan dalam batinmu. Hindari dosa yang tampak maupun yang tersembunyi. Jangan berusaha menjauhi Allah, sebab Ia akan mencengkrammu. Jangan bersitegang karenatakdirNya, sebab Ia dengan mudah melumatkanmu. Jangan sekali-kali menyalahkan aturanNya agar engkau tidak dipandang hina. Jangan pula melupakanNya, agar engkau tidak dilupakan-Nya, dan agar kau tidak mendapat kesulitan. Jangan coba-coba mereka-reka di dalam rumah-Nya, agar engkau tidak binasa. Jangan menggunakan hawa nafsu dalam membicarakan agamaNya agar engkau tidak celaka, agar hatimu tidak buta, agar imanmu dan pengetahuanmu tidak dicabutNya, agar engkau terlepas dari kekejian, agar engkau tidak dikuasai nafsu hewanimu, nafsu manusiawimu, keluargamu, temanmu, tetanggamu, ciptaanNya termasuk kalajengking, ular, serta jin rumahmu. Jika engkau dikuasai oleh mereka ini maka hidupmu akan menjadi gelap di dunia ini dan kau akan disiksa di akhirat nanti secara berkepanjangan.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keduapuluh Dua: Ujian Sesuai Kadar Keimanan


Risalah Ke-22
Mengenai Ujian Sesuai Kadar Keimanan

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduapuluh dua, beliau Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
Sesungguhnya Allah menguji hamba yang beriman kepadaNya menurut kadar imannya. Apabila iman hambanya kuat, maka cobaannya pun kuat. Cobaan seorang Rasul lebih berat daripada cobaan seorang Nabi; sebab iman Rasul lebih tinggi daripada cobaan seorang Nabi. Cobaan yang di timpakan Nabi lebih berat daripada yang ditimpakan pada Badal. Cobaan yang ditimpakan seorang Badal lebih berat daripada yang ditimpakan kepada wali (kekasih Allah). Setiap orang diuji dan dicobai menurut kadar imannya dan keyakinannya masing-masing. Nabi SAW bersabda bahwa sesungguhnya kami para Nabi adalah orang yang paling banyak mendapat ujian.
Itulah sebabnya mengapa Allah terus-menurus menguji pemimpin-pemimpin mulia ini. Tujuannya tak lain adalah agar mereka selalu disisi-Nya dan tak menjadi lengah sejengkal pun. Allah mencintai mereka, sebaliknya meeka pun hamba yang mempunyai rasa cinta amat mendalam kepada Allah. Pada hakikatnya pecinta tak akan menghindar atau menjauhi yang dicintainya.
Bagi mereka – para kekasih Allah – cobaan bukan membuat dirinya menjauhi Allah, tetapi justru sebaliknya, semakin memperkokoh hati dan jiwanya dalam berkeimanan. Jusru karena cobaan yang diterimanya, membuat ia selalu menjaga dari kecenderungan terhadap sesuatu yang bukan menjadi tujuan hidup mereka. Menjaga agar hatinya tidak condong pada kesenangan duniawi, tetapi tetap teguh mencintai dan senang kepada Allah saja. Dengan demikian, maka secara refleks nafsu mereka menjadi luluh, sifat menusiawi dan hewaninya akan lebur kemudian ia menemukan hakikat kebenaran yang jelas dan terang benderang. Kehendak dan keinginan tentang dunia sepi dalam hatinya. Kebahagiaan mereka berlebih pada janji Allah, keridhahan mereka tulus dalam menerima takdir. Mereka sabar menghadapi cobaan, maka selamatlah kekasih Allah ini dari kejahatan para makhluk dan terbebas dari keinginan hati mereka sendiri.
Cobaan demi cobaan tidak melemahkan hatinya, justru memperkuat keadaan hati itu sendiri. Sehingga hati mereka ini mampu mengendalikan anasir jasmaniyahnya. Hatinya mamu melemahkan hawa nafsu, sifat manusia dan sifat hewaninya yang melekat. Maka dalam keadaan seperti ini datanglah pertolongan, karunia dan kekuatan dari Allah. Allah berfirman: “Jika engkau bersyukur maka pasti akan Kutambahkan”.
Seandainya diri manusia berhasil memperbudak hati dan menuruti segala keinginan serta perintah nafsu-nafsunya, maka akan menjadikan diri lupa kepada Allah SWT, timbul kesyirikan dan banyak dosa-dosa. Tentu saja terhadap hati yang musyrik, ternodai dan berlumur dosa ini Allah akan menimpakan musibah, kecemasan, dan kepedihan jiwa manusia tersebut.
Oleh karena itu, selamatkanlah dirimu dari cobaan dengan penuh hati-hati dan waspada. Jagalah, dengan tak tergesa-gesa memenuhi panggilan jiwa dan keinginan nafsu. Tunggulah, jika engkau mendapat ilham, maka biar Allah mengijinkan untuk berbuat dan bertindak.

Related Posts: