Futuhul Ghaib Risalah Keduabelas: Mencegah Kesukaan Terhadap Harta

Risalah Ke-12
Mengenai Mencegah Kesukaan Terhadap Harta


Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang keduabelas ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berpesan:
Jika engkau mendapati dirimu dalam kelimpahan kekayaan yang berlebihan dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung, maka janganlah engkau memalingkan diri dariNya hanya karena sebab kekayaanmu. Manusia cenderung melupakan Allah jika ia sudah dilimpahi rezeki. Jika hanya karena kekayaan kemudian engkau berpaling dari kepatuhanNya, tentu Allah pun memisahkanmu dariNya, di dunia maupun di akhirat. Bisa jadi Allah akan mencabut karuniaNya yang telah diberikan kepadamu. Akhirnya engkau menjadi miskin, hal itu sebagai hukuman atas sikapmu yang telah melupakan sang pemberi.
Akan tetapi jika engkau senantiasa patuh kepadaNya, dan sama sekali tak terpesona oleh kekayaan itu, maka Allahakan menambahkan karuniaNya kepadamu. Sedikitpun Allah tak akan menguranginya. Jadikalah harta yang telah kau terima itu sebagai abdimu, dan kau sebagai abdi dari sang Raja (Allah). Karenanya, hidup di dunia ini sesungguhnya berada di bawah kasaih sayangNya, dan hidup di akhirat terhormat dan abadi, bersama-sama para shadiqiin, para syahidin dan para shalihin.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kesebelas: Mengenai Syahwat

Risalah Ke-11 
Mengenai Syahwat


Referensi pihak ketiga

Pada wasiatnya yang kesebelas ini, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani memberi ajaran sebagai berikut:
Apabila timbul dihatimu suatu keinginan untuk menikah padahal engkau fakir dan miskin, dan kau tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk itu, maka hendaknya engkau bersabar. Hendaknya engkau berharap kepada Allah agar Dia memudahkan keinginanmu itu. Jika engkau sabar dan dekat dengan Allah, niscaya datang pertolongan Allah kepadamu dalammemecahkan masalah ini. Ingatlah keinginan untukmenikah adalah nafsu jasmani, perlu engkau lemahkan dan harus dihadapi dengan sabar.
Pertolongan Allah yang datang mungkin dalam berbagai wujud dan kondisi. Bisa juga pertolongan berupa menghilangkan keinginan dihatimu tentang kawin, atau membuka jalan sehingga engkau mampu memenuhi kebutuhan kawin. Artinya Dia memberi karunia berupa rezeki, sehingga engkau tak miskin lalu merasa cukup. Pertolongan dariNya mungkin datang dari berbagai sebab. Oleh sebab itu hendaknya engkau sabar dan bersyukur dalam menghadapi keinginan tersebut.
Apabila engkau sabar dan bersyukur, maka Allah akan memberi predikat mulia padamu. Karena kesabaranmu atas takdirnya, maka Allah akan meningkatkan kesucian dan kekuatan bagimu. Sebab Allah telah berjanji akan selalu menambah karuniaNya tas orang-orang yang mau bersyukur. Sebagaimana firmanNya:
“Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambahkan (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Oleh karena itu hendaknya engkau bersabar dalam menghadapi nafsunu, dan berpegang teguhlah pada perintah-perintahNya. Hendaklah engkau ikhlas, rela dalam menghadapi takdirNya, dan berharaplah akan ridha dan karuniaNya. Sesungguhnya Allah telah berfirman:
“Wahai hambaku-hambaKu yang beriman, takutlah kepada Tuhanmu! Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini ada kebaikan pula (di akhirat). Dan bumi Allah itu luas. Orang-orang yang sabar disempurnakan pahalanya tanpa terhitung (banyaknya).” (QS. Az Zumar: 10)

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kesepuluh: Hawa Nafsu

Risalah Ke-10 
Hawa Nafsu

Referensi pihak ketiga


Dalam wasiatnya yang kesepuluh ini syaikh Abdul Qadir al Jailani berpesan dan bertutur:
Sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun kecuali Allah. Dirimu merupakan suatu tanda-Nya. Sifat egois manusia adalah bertentangan dengan Allah. Segala sesuatu yang ada harus patuh dan taat kepada Allah karena semua pada hakikatnya adalah milikNya. Sifat egois manusia itu pongah, darinya timbul dambaan-dambaan palsu. Oleh karena itu jika engkau menyatu dengan kebenaran dan mampu menundukkan dirimu sendiri,maka kau menjadi milik Allah dan akan menjadi musuh terhadap dirimu sendiri. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Daud ‘alaihis salam.
 “Wahai Daud! Akulah tujuan hidupmu, yang tak mungkin bisa kau hindari. Karenanya, berpegang teguhlah kepada tujuan yang satu ini; beribadahlah dengan sebenar-benarnya, sampai kau menjadi lawan dirimu sendiri, semata-mata karena Aku!”
 Bila engkau tidak mementingkan dirimu dan mampu menundukkan egoismu,engkau akan menjadi akrab dan dekat dengan Allah. Engkau akan mendapatkan bagianmu yang suci, yang sangat menyenangkan ruhaniahmu. Kalau sudah demikian maka engkau akan dicintai dan mulia, segala sesuatu tunduk dan patuh kepadamu, takut kepadamu, karena pada dasarnya semua tunduk kepada Tuhan mereka, selaras denganNya karena Dialah yang menciptakan mereka, dan mereka adalah hamba yang mengabdi kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Bertasbih (patuh) kepadaNya langit yang tujuh dan bumi, serta apa-apa yang ada di dalamnya. Tiada suatu (makhluk), melainkan patuh serta memujaNya, tetapi kamu tiada mengerti tasbih mereka itu. Sesungguhnya Dia Penyantun dan Pengampun” (QS. Al Isra’: 44)
Segala sesuatu yang ada di jagad raya ini menyadari keridhaanNya dan mentaati perintah-perintahNya. Allah Maha Kuasa lagi Maha Agung. Hanya kita tidak mengetahui bagaimana makhluk lain itu bertasbih kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Kemudian Dia menyengaja ke langit, sedang Ia sebagai asap, lalu kataNya kepada langit dan bumi; Datanglah kamu berdua (mengikutlah), baik dengan patuh maupun terpaksa. Sahut keduanya; Kami datang dengan patuh.” (QS. Fushilat: 11)
Dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa bumi dan langit serta seisinya patuh kepada Allah, menurut segala kehendakNya, tidak berjalan sendiri atas kehendak pribadinya. Firman Allah:
 “Dan janganlah kau turutkan hawa nafsu, nanti ia menyesatkanmu dari jalan (agama) Allah.” (QS. Shaad: 26)
Allah juga berfirman yang artinya: Hindarilah hawa nafsumu, karena sesungguhnya tak ada suatu pun menentangKu di seluruh kerajaanKu, kecuali nafsu jasmani manusia.
Diceritakan bahwa suatu ketika Abu Yazid al-Busthami bermimpi, dalam mimpinya seolah-olah ia berjumpa dengan Allah. Ia bertanya kepadaNya:
“Wahai Allah, bagaimana caranya agar aku bisa menjumpaiMu?”
“Buanglah keakuanmu (egois yang mementingkan diri sendiri) dan berpalinglah kepadaKu!” kata Allah dalam mimpi al-Busthami. Lalu al-Busthami berkata, “Aku keluar dari diriku bagaikan seekor ular yang keluar dari selongsong tubuhnya.”
Jadi kebaikan itu bergantung bagaimana kita bisa memerangi diri sendiri dalam segala hal. Karena diri sendiri itu menyimpan nafsu yang binal dan merusak, serta jasad yang kotor. Jika engkau berada pada derajad keshalihan, maka hendaknya engkau pun mampu memerangi dirimu sendiri sampai kau terbebas dari hal-hal yang terlarang dan syubhat (perkara halal atau haram yang diragukan). Bebaskan dirimu dari pengharapan mereka, dari pengaruh mereka dan dari keinginan untuk mendapatkan duniawi. Jangan pula engkau mengharapkan dari orang lain tentang suatu pemberian, hadiah, kemurahan atau sedekah serta fasilitas lainnya. Misalnya jika engkau bergaul dengan orang kaya jangan mengharapkematiannya untuk mendapatkan warisannya. Bebaskanlah dirimu dari ikatan makhluk dan anggaplah semua dari mereka adalah pintu gerbang yang bisa membuka dan menutup, atau pohon yang suatu ketika berbuah dan pada musim lain gugur daunnya. Ketahuilah keadaan alam dunia ini yang pasang dan surut, yang berubah kadang di atas dan kadang di bawah hanya karena adanya suatu pelaksanaan dan satu perancang. Yang merancang dan melaksanakan adalah Allah atas segala kekuasaanNya.
Tetapi jangan pula engkau melupakan upaya dan usaha manusiawi agar tidak menjadi korban keyakinan kaum fatalis (jabariyyah). Engkauharus menghargai upaya manusiawi tetapi jangan melupakan atas keyakinan bahwa segala sesuatu bisa terjadi hanya karena kehendak Allah. Manusia hanya sebatas berusaha dan berikhtiar, ketentuan Allahlah yang berhak. Oleh karenanya jangan mengagung-agungkan jerih payah manusiawi, jangan menghargai upaya manusiawi secara berlebihan agar engkau tidak lupa bahwa segala sesuatu itu atas kehendak Allah. Hendaknya engkau tanamkan dalam hati bahwa segala jerih payah makhluk itu milik Allah, Dialah yang menggerakkan dengan tangan KekuasaanNya.
Laksanakan perintah Allah yang berkenaan dengan mereka (bermasyarakat). Dan pisahkanlah dirimu darimereka atas dasar perintah Allah juga. Jangan melampaui batas ini sebab hukum Allah itu pasti, yang akan menentukan dirimu dan menentukan mereka. Janganlah menjadi penentu dan memastikan nasib diri sendiri. Sesungguhnya kemajuanmu bersama mereka adalah karena takdirNya. Adapun takdir Allah itu merupakan suatu rahasia, merupakan suatu hal yang gelap. Maka masukilah kegelapan itu dengan membawa pelita sekaligus penentu. Pelita yang kumaksudkan tidak lain adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Jangan sekali-kali meninggalkan keduanya. Jika suatu ketika engkau mendapat ilham atau dalam pikiranmu terlintas suatu gagasan baik,maka sesuaikan/cocokkan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Seandainya gagasan yang terlintas dalam benakmu atau jalan pikiranmu itu sesuai dengan Sunnah Rasul dan ayat-ayat al-Qur’an; bahkan bertentangan, maka hendaknya engkau buang jauh-jauh gagasan itu. Hindarilah jalan pikiran atau gagasan yang sesungguhnya adalah akan menyesatkan dirimu saja. Percayalah gagasan yang terlintas dalam benakmu jika bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasul, adalah datangnya dari setan. Dan setan berusaha menjerumuskanmu.
Akan tetapi jika gagasanmu atau jalan pikiranmu itu sejalan dengan ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasul maka hendaknya engkau pakai dalam menapaki kehidupan beribadah. Barangkali gagasan yang terlintas dalam pikiranmu itu adalah sebuah ilham dari Allah.
Namun jika gagasan itu sesuai dengan ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasul tetapi sifatnya menyuburkan nafsu hewani, maka sebaiknya engkau menjauhinya. Misalnya kebolehan tentang makan, minum, cara berpakaian, menikah, dan lain sebagainya. Ketahuilah jika engkau turutkan secara berlebihan – meskipun diperbolehkan – maka hal itu merupakan nafsu hewani. Ia akan subur jika kau biarkan menjadi-jadi.
Misalnya suatu ketika dalamhatimu mendapatbisikan sesuatu yang tidak kau pahami dan hal itu dalamal-Qur’an dan al-Hadits tidak dilarang dan tidak diperbolehkan (tidak ada hukum dari keduanya), maka tangguhkan dulu. Jangan diterima ilham atau lintasan hati semacam itu. Misalnya dalam benakmu atau mimpimu engkau diminta untuk pergi ke suatu tempat tertentu atau menemui seseorang yang shalih, maka kau tak perlu pergi ketempatnya. Bersabarlah. Tunda dulu permintaan dan dorongan itu, lebih baikkau bertanya pada diri sendiri, apakah yang datang dan terlintas dalam hatimu itu benar-benar suatu ilham dari Allah dan apakah harus dilaksanakan? Adalah sunnah Allah untuk mengulang-ulangi ilha semacam itu. Hal itu juga memerintahkan kepadamu agar engkau berusaha atau berikhtiar menemukan jawabannya. Bisa kau datang kepada para wali (kekasih Allah) atau ahli hikmah untuk menanyakan hal demikian itu (tabir tersebut).
Bila engkau bersabar atas suatu ilham, maka Allah jualah sendiri yang kemudian melakukannya bagimu. Engkau akan digerakkan atas kekuasaanNya.lalu kau akan diantarkan ke maqam (tempat) itu. Bila dalam suatu perjalanan ada ujian yang menghadangmu, engkau pasti bisa melewatinya dengan selamat. Mengapa demikian? Karena Allah tak akan menghukummu atas tindakanmu yang Dia sendiri yang menghendakinya.
Ketahuilah bahwasanya mentaati perintah itu meliputi dua perkara. Yang pertama, mencari sarana duniawi dalam kebutuhan sehari-hari sebatas keperluan saja. Jangan mengupayakan duniawi secara berlebih-lebihan. Jangan menuruti kehendak dan kemauanyang hanya demi memuaskan jasmani saja. Selesaikan tugasmu dalam kaitannya dengan kehidupan.tapi ikatlah nafsumu dari dosa-dosa yang akan menjebakmu. Yang kedua, yaitu yang berhubungan dengan perintah-perintah yang tersembunyi atau batiniah. Misalnya Allah tidak memerintahkan hambanya untuk mengerjakan sesuatu.tetapi juga tidak melarangnya jika hambanya mengerjakannya. Perintah yang demikian ini ditinjau dari hukum ialah tidak ada kejelasan atau biasa disebut dengan perkara mubah. Dalam hal ini engkau tidak bolehmengambil tindakan atas inisiatif nafsumu. Namun hendaknya engkau menunggu perintah, jika Allah memerintahkan maka ruhaniahmu akan menggerakkan dirimu untuk mengerjakannya. Jika Allah tidak berkehendak, maka ruhaniahmu tidak akan mendorongmu untuk melakukannya.
Dapat disimpulkan bahwa jika ada kejelasan hukumnya maka engkau harus bertindak sesuai dengan hukum tersebut (al-Qur’an dan Sunnah). Jika hukumnya tidak jelas, maka engkau harus bertindak atas dasar perintah tersembunyi. Diam menunggu dorongan ruhani yang digerakkan Allah.
Dengan cara yang demikian itu niscaya engkau akan memiliki keteguhan sebagaimana yang didapatkan oleh ahli hakikat. Jika engkau sampai pada hakekat kebenaran yang disebut mahwu (pencelupan) atau fana (peleburan) berarti engkau telah mencapai maqam badal. Yaitu hati yang sepenuhnya dan demi kepentingan apapun telah kau sandarkan kepadaNya. Keadaan yang demikian ini dirasakan dan dimiliki oleh orang yang nuraninya mendapatkan nur, orang muwahhid, orang arif, yang mereka itu adalah amir dari pimpinan, pengawas dan pelindung umat. Dan yang demikian itu termasuk khalifah dari Allah.
Agar bisa mentaati perintah secara benar maka engkau harus bisa mengalahkan dirimu sendiri (nafsu-nafsumu yang diluar ruh). Lalu kau bebaskan dari beban ketergantungan dan kekuatanatas segala hal kecuali hanya kepada Allah. Kalau sudah demikian maka engkau menjadi hamba Allah yang sebenar-benarnya. Engkau telah menjadi abdiNya, bukan abdi ciptaanNya dan bukan pula hamba dari hambaNya. Terhadap Allah, engkau laksana bayi dalam gendongan sang dukun beranak, mengikuti segala kehendak dan kemauan tanpa melawan atau menolak.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kesembilan : Kasyaf dan Musyaahadah

Risalah Ke-9
Kasyaf dan Musyaahadah
(Terbuka dan Menyaksikannya Rahasia)

Referensi pihak ketiga

Dalam wasiatnya yang kesembilan ini, syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berpesan:
Sesungguhnya kehendak Allah itu bisa dilihat oleh mata batin dan pengalaman ruhani para wali (kekasih Allah) dan badal, dan tak pernah terjangkau oleh nalar (akal sehat) serta kasad mata. Perwujudan kehendak Allah yang dapat dirasakan dan dilihat oleh mata batin – para wali (kekasih Allah) dan para sufi – berupa jalal (keagungan), jamal (keindahan).

Keagungan atau Jalal ini menimbulkan kegelisahan, pemahaman yang menggundakan, yang menguasai hati sehingga bergetar dan berpengaruh pula pada jasmaniahnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW sedang melaksanakan shalat maka di dalam hatinya terdengar gemuruh, bagaikan air yang mendidih. Getaran itu disebabkan karena mata batinnya dan pengalaman ruhaniahnya melihat kekuasaan dan kebesaran Allah. Hal yang serupa dialami pula oleh Nabi Ibrahim as dan Umar Bin Khatthab.

Adapun perwujudan jamal (keindahan) Ilahiah dapat dirasakan oleh hati yang telah mendapatkan nur. Refleksinya tampak pada gerakan jasmani misalnya senantiasa berkata manis, anggun dalam berpenampilan, ucapan dan sikapnya terhadap sesama penuh dengan kasih sayang, gembira dan ikhlas menerima karunia-Nya, mendapatkan kedudukan/tempat yang tertinggi dan mengalami (merasakan) keakraban dengan-Nya. Semua itu tersimpul atau berpusat pada ikhlas dalam menerima takdir Allah yang telah ditetapkan-Nya jauh dimasa lampau. Hal tersebut adalah rahmat dan karunia dan pengukuhan atas mereka di dunia, sampai pada kurun  waktu tertentu.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kedelapan : Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT


Risalah Ke-8
Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT Dengan Qana’ah

Referensi pihak ketiga

Jika engkau berada pada kondisi tertentu, maka janganlah mengharapkan kondisi lain – baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Msalnya engkau berada di pintu gerbang istana raja, maka jangan mempunyai keinginan untuk masuk kedalam istana, kecuali jika terpaksa. Yang dimaksud dengan terpaksa ialah jika engkau diperintah secara terus menerus. Namun jangan sekali-kali menganggap perintah itu suatu ijin masuk, siapa tahu perintah itu hanya akan menjebakmu saja. Bersabarlah, sampai kau benar-benar dipaksa oleh raja memasuki istananya. Jika raja memaksamu masuk maka takmungkin engkau dihukumnya karena dia sendiri yang menghendakinya. Tapi bila ia menghukummu, maka hal itu bukan karena kesalahanmu, tetapi karena kekurang ajaran dan kesewenangan raja itu sendiri.
Demikian juga terhadap Allah, jangan engkau mengharapkan sesuatu yang berlebihan. Terimalah kenyataan yang kau hadapi. Jika engkau berada dalam suatu kenyataan maka terimalah dengan ketenangan dan ikhlas, serta tetap melaksanakan amal taat yang diperintahkanNya. Allah telah berfirman kepada rasul pilihanNya:
“Dan janganlah engkau layangkan kedua matamu kepada (perhiasan) yang Kami berikan kepada bermacam-macam orang di antara mereka, sebagai bunga hidup di dunia, supaya mereka Kami cobai dengan demikian itu. Dan rezeki Tuhanmu (dalam surga) lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha : 131)
Demikian firmanNya ‘Dan rezeki Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal’, dimaksudkan Allah memperingatkan Nabi Muhammad SAW agar menghargai kenyataan yang ada, dan mensyukuri karunia-karuniaNya. Dengan kata lain perintah itu adalah sebagai berikut: Segala yang telah Kukaruniakan kepadamu (kebaikan, kenabian, ilmu, keridhahan, kesabaran, kerajaan agama dan jihad di jalanKu), itu lebih baik dan lebih berharga dibandingkan dengan semua yang Kuberikan kepada manusia pada umumnya.
Jadi bila sesuatu itu telah ditentukan oleh Allah atas dirimu, pasti sesuatu itu akan datang kepadamu, meskipun engkau tak suka ataupun suka. Oleh sebab itu tak sepantasnya sifat rakus dan tamak terwujud pada dirimu. Hal itu harus dapat ditolak oleh akal. Dan juga harus dapat ditolak oleh ilmu.
Apabila sesuatu keadaan dan kenyataan itu ditakdirkan kepada orang lain, maka tak perlu dirimu bersusah payah untuk bisa meraihnya. Mengapa sesuatu yang baik yang diberikan kepada orang lain, kemudian engkau berkeinginan pula memilikinya. Sedangkan jika cobaan ditimpakan kepada orang lain, engkau tak berkeinginan untuk memilikinya? Terbuktilah, bahwa semua kebaikan dan keselamatan itu bergantung pada bagaimana kita menghargai keadaan tersebut. Oleh karenanya seandainya engkau dinaikkan ke tingkat atas dalam istana dan dekat dengan raja, maka janganlah bangga, janganlah terlalu memuji dirimu. Namun bersikaplah tenang dan berhati-hati. Sebab dekat dengan raja, tak menutup kemungkinan pula dekat dengan bahaya yang mengancam.
Sekali lagi, janganlah engkau menginginkan perubahan yang ada pada dirimu. Jika engkau berkeinginan yang berlebihan dan berusaha memilih yang terbaik, maka berarti hal yang demikian mendorong dirimu untuk tidak bersyukur. Lenyaplah rasa syukur dalam hatimu atas rahmat-rahmat yang ada. Dan ketahuilah keinginan yang berlebihan itu menyebabkan seseorang atau dirimu akan menjadi hina saja. Terhina di dunia terlebih di akhirat.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketujuh : Mengisi Hati


Risalah Ke-7
Mengisi Hati


Referensi pihak ketiga

            Pada risalah yang ketujuh ini, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani telah berpesan dan memberi ajaran demikian:
            Hendaknya engkau bebaskan dirimu dari nafsumu, jauhilah nafsumu itu, dan pasrahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah. Jadilah penjaga hatimu dengan mematuhi perintah-perintahNya, menghormati larangan-laranganNya dengan menjahui segala yang diharamkan Allah. Jangan sekali-kali engkau biarkan nafsumu masuk ke dalam pintu hatimu, setelah ia kau buang. Untuk mengusir nafsu yang merusak haruslah disertai dengan pertahanan dan janganlah mematuhinya dalam segala keadaan.
            Mengijinkan nafsu (yang merusak) masuk kedalam hatiberarti engkau merelakan dirimu dalam mengabdi kepadanya. Oleh sebab itu janganlah sekali-kali menghendaki selain kehendak Allah. Segala kehendak yang digerakkan bukan karena Allah adalah suatu nafsu kejahilan (kebodohan). Yang demikian itu akan membinasakan dirimu  dan merupakan penyebab timbulnya jarak antara dirimu dengan Allah.
            Agar engkau mampu mengekang dan membentengi hatimu dari nafsu maka hendaknya engkau menjaga perintahNya dalam segal kondisi yang telah ditetapkanNya. Jangan sekali-kali menyekutukanNya dengan apapun. Jangan berkehendak dan mempunyai kemauan sendiri, agar dirimu tidak asuk pada golongan orang-orang musyrik. Allah telah berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 110 yang artinya:
            “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan tidak menyekutukanNya.”
            Ketahuilah perbuatan syirik tidak hanya menyembah berhala saja. Tetapi memanjakan nafsu jasmani dan menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, termasuk juga perbuatan syirik. Sebab selain Allah adalah hukum Tuhan. Jika engkau tenggelam dalam sesuatu selain Allah, berarti secara tidak langsung engkautelah menyekutukanNya. Waspadalah! Jangan terlena!. Sebab itulah dengan beruzlah (menyendiri) engkau akan mendapatkan keamanan. Dan jangan sekali-kali engkau menganggap segala yang kau dapatkan dan maqammu itu berkat jerih payahmu sendiri.
Apabila engkau telah merasa menduduki maqam (derajat) atau tingkat dalam keadaan tertentu, hendaknya jangan engkau bicarakan hal itu kepada orang lain. Engkau tidak akan tahu bahwa nasib seseorang akan berubah. Bisa saja terjadi apa yang telah engkau bicarakan itu berubah, sirna darimu. Dengan begitu engkau akan malu kepada mereka. Simpanlah ilmu pengetahuan di dalam lubuk hatimu. Jangan tunjukkan kepada orang lain. Bila ilmumu terus kau rasakan ada peningkatan maka ketahuilah bahwa semua itu berkat karunia Allah. Engkau harus memohon kekuatan untuk bisa bersyukur dan meningkatkan keridhahanNya. Jika ilmu yang kau miliki itu sirna maka janganlah berputus asa. Mungkin Allah akan menggantikan pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu nur, kesadaran dan pandangan. Karena Allah telah berfirman :
“Segala ayat (mukjizat) yang Kami ubah atau Kami lupakan (kepadamu), Kami datangkan gantinya dengan yang lebih baik daripadanya (dari sebelumnya) atau seumpamanya. Tidakkah engkau tahu, bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah : 106)
Janganlah sekali-kali menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan pula menganggap keputusanNya (ketetapanNya) tidak sempurna. Yakinlah akan janji-janjiNya, jangan ragu sedikitpun. Janji dan ketetapan itu telah ada sebagaimana contoh-contoh luhur nabi Allah, ayat dan surat-surat yang diturunkan kepadanya, dan yang telah diamalkanNya.
Tentang hikmah dan keadaan ruhani yang dimilikinya, sering dikatakan bahwa hatinya tak jarang tertutup awan (gundah), kemudian ia memohon perlindungan kepada Allah sebanyak tujuhpuluh kali dalam sehari. Ia diperintahkan untuk meminta perlindungan kepadaNya. Sebab sebaik-baiknya seorang hamba yaitu berlindung dan berpaling kepada Allah. Dengan cara demikian itulah ada pengakuan dosa dan kesalahannya. Inilah dua macam kualitas yang terdapat pada seorang hamba dalam segala kondisi kehidupan. Dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwasanya Nabi Adam ‘alaihis salam berkata :
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika tidak Engkau ampuni kesalahan kami dan Engkau tidak mengasihi kami tentu kami termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al A’raaf : 23)
Maka turunlah kepada Adam cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang taubat, akibat dan hikmah di balik peristiwa itu. Maka Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang sehingga mereka bertaubat. Allah mengembalikan kepada kondisi fitrah semula, dan beradalah ia pada tingkat wilayah yang lebih tinggi. Ia dikaruniai maqam di dunia dan akhirat. Di dunia ia bisa mengembangkan keturunannya dan akhirat merupakan tempat kembali yang kekal.
Oleh sebab itu, ikutilah sunnah Nabi Muhammad SAW seorang hamba kekasih dan pilihan Allah. Ikutilah Nabi Adam sebagai pilihanNya. Kedua nabi itu kekasih Allah dalam masalah berlindung atas kesalahan dan dosa yang diperbuatnya dengan penuh tawadhu’. Itulah hamba pilihan dan telah mendapatkan petunjuk dari Allah dan mendapatkan tempat yang mulia, baik di dunia maupun di akhirat.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keenam : Fana


Risalah Ke-6 
Fana


Referensi pihak ketiga


Pada risalahnya yang keenam, beliau berkata:
“Apabila melaksanakan perintah Allah maka tanggalkan pandangan manusia yang tertuju padamu, dan tanggalkan kepentingan pribadimu; semua hendaknya engkau tujukan kepada Allah saja.”
Untuk menghindari pandangan manusia – yang memuji – atas amalanmu dalam melaksanakan perintah Allah, tak lain adalah bahwa engkau menghindar dari mereka. Mengasingkan diri sepenuhnya dan membebaskan jiwamu dari segala harapan mereka. Dan lenyapkanlah segala nafsumu. Tanda lenyapnya nafsu adalah:
Meninggalkan kesibukan untuk mengejar duniawi
Berhubungan dengan mereka hanya untuk mendapatkan manfaat
Cenderung menghindarkan diri dari kemudharatan
Tak menuruti kemauan dan dorongan pribadi
Tidak menggantungkan pada diri sendiri dalam masalah pribadi
Tidak membantu dan melindungi diri sendiri, tetapi memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Kuasa.
Kemauan itu bisa lenyap dari jiwamu. Kemauan yang dimaksudkan ialah yang didorong oleh hawa nafsu. Adapun tanda lenyapnya kemauan atas kehendak Allah adalah sebagai berikut:
Tidak pernah menentukan diri, tak merasa butuh, tidak mempunyai tujuan kecuali hanya satu tujuan dan satu kebutuhan yakni kepada Allah belaka.
Kehendak Allah akan berwujud pada dirimu sehingga jika kehendakNya bereaksi, maka tubuhmu menjadi pasif, namun hatimu tenang, pikiranmu jernih, nurani dan rohanimu menjadi berseri. Dengan demikian kebutuhanmu tentang bendawi kau pasrahkan, bergantung kepada Allah saja.
Gerakanmu digerakkan oleh kekuasaanNya, lidah keabadian selalu menyeru namamu. Tuhan semesta alam mengajarimu, dan memberi hiasan padamu berupa nurNya yang menempatkan kedudukanmu sejajar dengan ulama hikmah yang telah mendahuluimu.
Jika engkau sudah demikian maka niscaya engkau berhasil menaklukkan diri sendiri. Sehingga dalam ragamu tak ada kedirianmu laksana bejana yang hancur, bersih dari air dan endapan. Dengan demikian ini engkau akan terpisahkan dari segala gerak manusiawi, karena rohanimu menolak segala sesuatu. Rohmu hanya menerima kehendak Allah saja. Pada peringkat dan kedudukan ini engkau akan mendapatkan suatu keajaiban. Hal yang demikian ini seolah-olah semata-mata hanya karena usahamu dalam melatih diri rohmu; padahal sebenarnya adalah kehendak Allah belaka.
Pada kedudukan ini engkau mampu menjadi orang yang bisa menundukkan hati sendiri dan sifat hewani telah musanah. Dengan demikian engkau akan mendapat ilham atas kehendak Ilahi dan dambaan-dambaan baru dalam kenyataan sehari-hari.
Allah yang maha tinggi tidak akan bersamamu jika kedirianmu (nafsu duniawi dan hewani) belum sirna. Bila kedirianmu telah sirna, lalu kau menganggap sesuatu didunia ini tidak ada artinya kecuali Allah, maka Dia akan memberikan kebugaran dan kesegaran rohani. Allah akan memberikan kekuatan rohani dan dengan rohani tersebut engkau berkehendak.
Jika didalam dirimu masih juga terdapat noda meskipun sekecil biji dzarrah, maka Allah akan menolakmu, agar engkau terus dan terus berusaha agar bisa diterima Allah. Dan Allah pun terus menciptakan kemauan baru dalam dirimu agar engkau tidak merasa puas dengan amal dan ibadah yang kau lakukan, hal ini sampai pada akhir hayatmu.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman: “HambaKu yang beriman senantiasa mendekatkan diri kepadaKu, yaitu dengan mengerjakan shalat-shalat sunnah yang diutamakan, sehingga Aku menyintainya, maka Aku menjadi telinganya, dengannya ia mendengar, dan menjadi matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya, dengannya ia bekerja, dan menjadi kakinya, dengannya ia berjalan. – Tidak diragukan lagi, bahwa hal demikianlah yang dimaksud dengan fana.
Oleh sebab itu Dia menyelamatkanmu dari kejahatan para makhlukNya, kemudian mendorongmu dalam kebaikanNya. Dengan begitu, engkau akan menjadi pusat kebaikan, sumber rahmat, kebahagiaan, kenikmatan, semangat, damai dan sentosa.
Para kekasih Allah terdahulu pun menunaikan ibadah untuk bisa mendekatkan dirinya sedekat mungkin kepada Allah adalah tujuan utamanya. Mereka senantiasa menggantikan kemauan atau kehendak mereka dengan kemauan atau kehendak Allah. Pendek kata, mereka itu mem-fana-kan diri mereka dan me-wujud-kan Allah. Karena itu mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’). Menurut mereka, menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa.
Bila mereka terbawa oleh tipuan peraaan-perasaannya sendiri sehingga takut, maka Allah menolong mereka dengan kasih sayangNya. Allah akan mengingatkan mereka, dan mereka akan kembali sadar dan berlindung kepada Tuhannya. Ia berlindung dari kemauan pribadinya karena menyadari ia tidak akan mampu membersihkan sampai sebersih mungkin dari nafsu dan kemauan, kecuali malaikat. Para malaikat memang suci dari nafsu dan kehendak, para nabi terbebas dari kedirian, sedangkan jin dan manusia tak terlepaskan dari nafsu yang nanti akan dibebani pertanggungjawaban moral. Tetapi, meskipun manusia itu tak bisa terbebas dari nafsu, namun para kekasih Allah mampu melemahkan nafsunya sehingga dengan bantuan Allah, mereka mendapatkan rahmat dan menguatkan akalnya.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kelima : Kehidupan Dunia

Risalah Ke-5
Kehidupan Dunia


Referensi pihak ketiga


Bahwasanya Syaikh Abdul Qadir Jailani berpesan demikian:
“Jika kau melihat dunia ini berada ditangan mereka maka janganlah takjub. Dunia itu memang penuh dengan hiasan tetapi penuh dengan bisa/racun yang mematikan. Tampaknya lembut tetapi membahayakan bagi yang merabanya. Dunia pada hakikatnya mengecoh mereka dan membuat manusia menyepelekan keburukan dari tipu daya dan janji-janji kepalsuannya.”
Bila engkau melihat yang demikian itu, maka hendaknya kau berlaku seakan-akan menghadapi orang-orang sombong, sewenang-wenang dan berbau busuk. Ibaratkanlah dunia itu seperti demikian itu. Maka terhadap dunia, jika engkau melihat situasi yang demikian itu, maka berpalinglah dari kebusukannya. Tutuplah hidungmu agar tak menghirup bau anyir. Tutuplah hidung dan telingamu dari bau dan suara hawa nafsu walaupun segala kenikmatan yang tersimpan di dalamnya menghampirimu. Allah berfirman kepada Nabi pilihannya (Muhammad saw) demikian:
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan - golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah yang lebih baik dan lebih kekal.” (QS At-Thaha, 20 : 131)

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Keempat : Makna Kematian

Risalah Ke-4
Makna Kematian


Referensi pihak ketiga


Risalahnya yang keempat, Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata demikian:
“Jika kamu abaikan ciptaan, maka semoga Allah merahmatimu. Semoga Allah membunuh kehendakmu (yang tak baik) dan Dia menempatkanmu dalam kehidupan yang baru dan mulia.”
Setelahnya, dirimu akan mendapatkan karunia berupa kehidupan yang abadi. Mendapatkan kekayaan yang sifatnya abadi, dikaruniai kebahagiaan yang abadi, mendapat rahmat dan ilmu yang tidak mengenal kebodohan. Engkau dilindungi Allah dari rasa takut. Engkau dimuliakan sehingga tidak hina lagi. Dan selalu dekat dengan Allah sehingga menjadi tumpuan harapan bagi orang-orang yang memohon kepada Allah melalui dirimu.
Kau menjadi pengganti para Rasul, para nabi dan shiddiqin. Kau puncak wilayah dan para wali yang masih hidup mengerumunimu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanaman-tanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan berkat doamu. Orang-orang banyak yang datang dan bergegas menemuimu, membawa bingkisan dan hadiah, serta memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua itu karena izin sang pencipta. Mereka senantiasa mendoakanmu. Tak ada dua mukmin yang memperselisihkan karena engkau. Inilah rahmat Allah wahai manusia, dan Allah pemilik segala rahmat.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Ketiga : Ujian Bagi Seorang Hamba Allah

Risalah Ke-3 
Ujian Bagi Seorang Hamba 

Referensi pihak ketiga


Risalah yang ketiga berisi tentang penyerahan diri seorang hamba (muslim) kepada Allah. Ia berpesan yang diantaranya adalah sebagai berikut:
“Seandainya seorang hamba mendapatkan kesulitan dalam hidupnya, maka pertama sekali ia harus berusaha dengan kemampuan dirinya sendiri. Jika ia tidak mampu mengatasi kesulitannya sendiri hendaknya meminta pertolongan kepada sesamanya, misalkan kepada para pejabat, hartawan, dan penguasa lainnya atau kepada tetangganya. Jika ia sakit hendaknya ia pergi ke dokter (tabib). Apabila masih saja gagal dan tidak berhasil, pertolongan terakhir yang diharapkan hendaknya kepada Khaliknya (Allah), Tuhan yang Maha Besar lagi Maha Kuasa dengan cara memanjatkan doa dan diiringi dengan kerendahan hati serta puji-pujian untuk-Nya.”
“Jika pertolongan itu tidak kunjung datang dari Allah, maka seorang muslim janganlah berputus asa. Tapi hendaknya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, memuji dan memohon dengan penuh harap dan cemas. Bila Allah tak kunjung mengabulkan permohonannya dan doanya, maka ia harus meninggalkan segala sesuatu yang berurusan dengan duniawiyah dan mencurahkan segalanya untuk urusan ruhaniyah (kepentingan akhirat).”
Pada tingkatan yang demikian ini seseorang akan merasakan atau melihat dengan mata batinnya atas kehendak Allah. Akhirnya sampailah ia kepada keesaanNya dan kekuasaanNya. Pada tahap ini seseorang akan menduduki maqom yang disebut haqqul yakin (keyakinan yang sebenar-benarnya/haq) yaitu derajat yang tinggi kedudukannya disisi Allah.
Haqqul yakin merupakan keyakinan tentang hakikat bahwa segala sesuatu itu tiada yang menggerakkan kecuali Allah, tiada yang menghentikan kecuali Allah. Tiada kekayaan dan kemiskinan kecuali Allah yang menghendakinya. Maka di hadapan Allah, seseorang bagaikan bayi di tangan seorang bidan atau dukun beranak, atau mayat yang dimandikan, atau bola di kaki pemainnya. Tak kuasa apapun kecuali kehendak Allah.
Dengan demikian, ia tak akan melihat kecuali hanya kepada Allah. Tak akan mendengar kecuali hanya dari Allah. Jika mendapatkan sesuatu – baik menyenangkan atau menyedihkan – hanya diyakini semata karena Allah belaka. Jika mendengar sesuatu maka yang didengar adalah Firman Allah melalui ilmuNya. Maka ia akan mendapatkan karunia-Nya dan mendapatkan keberuntungan karena mampu mendekatkan diri kepadaNya. Ia menjadi mulia, ridha atas segala sesuatu yang dijumpainya. Ia merasa puas atas segala sesuatu yang menimpanya, entah menyenangkan atau yang menyakitkan. Akhirnya, ia rindu selalu kepada Allah, ingin terus memuji dan berdzikir. Segala sesuatu dalam hidupnya bertumpuh kepada Allah semata. Ia mendapatkan nur dari Allah karena ilmu Allah itu sendiri. Ia dimuliakan karena ilmu Allah juga. Dengan begitu, senantiasa puji dan syukur tercurahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa saja.

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kedua : Tausiah Dalam Kebaikan

Risalah Ke-2
Tausiah Dalam Kebaikan

Referensi pihak ketiga

Risalah kedua dari Syaikh Abdul Qadir ini berisi beberapa perintah dan saran, yang diantaranya adalah:

  1. Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keyakinan (keimanan), dan janganlah merubah jalannya.
  2. Patuhlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jangan sekali-kali berbuat durhaka.
  3. Bertauhidlah kepada Allah (meng-Esakan Allah), dan jangan menyekutukan-Nya.
  4. Allah itu Maha Suci dan tidak memiliki sifat-sifat tercela atau kekurangan.
  5. Janganlah ragu-ragu terhadap kebenaran Allah.
  6. Bersabarlah dan berpegang teguhlah kepada-Nya.
  7. Bermohonlah kepada-Nya dan tunggulah dengan sabar.
  8. Bersatu padulah dalam mentaati Allah dan janganlah berpecah-belah.
  9. Saling mencintailah di antara sesama dan janganlah saling mendengki.
  10. Hindarkanlah diri dari segala noda dan dosa.
  11. Hiasilah dirimu dengan ketaatan kepada Allah.
  12. Janganlah menjauhkan diri kepada Allah dan janganlah lupa pada-Nya.
  13. Janganlah lalai untuk bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya.
  14. Janganlah jemu untuk memohon ampun kepada Allah pada siang dan malam hari.

Apabila seorang mukmin dapat melakukan demikian tersebut diatas, maka ia akan mendapatkan rahmat dari-Nya, dijauhkan dari api neraka. Dapat hidup yang bahagia di dalam surga yang kekal. Kelak dapat bertemu dengan Allah dan diberi kenikmatan oleh-Nya. Ia juga akan menikmati kebahagiaan abadi di surga dengan para bidadari, mengendarai kuda-kuda berwarna putih, dimuliakan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’ dan orang-orang saleh. Kamu akan hidup kekal di dalam surga itu untuk selama-lamanya.


Kembali ke halaman utama ...

Related Posts:

Futuhul Ghaib Risalah Kesatu: Kewajiban Mukmin

Risalah ke-1
Kewajiban Mukmin


Sampul kitab Futuhul Ghaib karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
Referensi pihak ketiga

Ada tiga hal yang harus dimiliki dan diamalkan oleh setiap mukmin di dalam segala keadaan ruang dan waktu, yaitu:

  1. Menjaga dan melaksanakan segala perintah Allah dengan tulus dan ikhlas
  2. Menjauhkan diri dari segala yang haram baik yang nampak ataupun yang samar
  3. Ridha dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah yang Maha Kuasa.

Dengan demikian, minimal seorang yang beriman harus memiliki dan memegang teguh dalam hati serta melaksanakan ketiga hal tersebut diatas dengan sekuat tenaga dan pikirannya. Ia harus mengikatkan diri kepada tiga hal tersebut kemana ia melangkah dan dimana ia berada serta dalam keadaan bagaimana ia hidup, apakah hidup dalam bergelimang harta maupun hidup dalam serba kecukupan.
Kembali ke halaman utama ...

Related Posts: