Fokus pembahasan kali ini adalah seputar sejarah. Sejarah masuknya Islam di kawasan Asia
Tenggara. Kajian dalam paket ini meliputi sejarah masuknya Islam di Moro
(Philipina Selatan), masuknya Islam di Patani (Thailand), masuk dan
berkembangnya Islam di Malaysia, juga sejarah perkembangan Islam di Indonesia. File bisa di unduh di akhir tulisan.
ISLAM DI ASIA TENGGARA
Oleh : Sulaiman, S.Pd.I
A. ISLAM DI
PHILIPINA SELATAN (MORO)
1. Sejarah Masuknya Islam Di Filipina
Dalam bukunya
yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid
mencantumkan bahwa Islam di Philipina merupakan salah satu kelompok minoritas
diantara negara negara yang lain. Dari statistik demografi pada tahun 1977,
Masyarakat Philipina berjumlah 44. 300.000 jiwa. Sedangkan jumlah masyarakat Muslim
2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao
dan mogondinao.”[1]
Sejarah
masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio cultural
wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam. Filipina adalah sebuah Negara
kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dengan berbagai suku dan komunitas
etnis. Sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai
oleh kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh
penduduk setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai
tradisi yang telah mendarah daging di hati mereka.
Para ahli
sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol
tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan
bagian dari Negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber
tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan
ketika Islam datang pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan
untuk orang yang sudah meninggal. Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan
ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun
tampaknya Islam dapat memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki
cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam
keadaan tenang, yang ternyata dapat mereka terima.[2]
Di sisi lain,
tidak dapat diragukan lagi bahwa skala perdagangan Asia Tenggara mulai melesat
sangat pesat pada penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini, kota-kota
berkembang dengan kecepatan sangat mencengangkan termasuk sepanjang wilayah
pesisir kepulauan Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan
menimbulkan adanya pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Di
antara semua agama besar di dunia, Islam barangkali yang paling serasi dengan
dunia perdagangan. Al-Qur’an maupun Al-Hadits sebagai sumber tertinggi dalam
agama Islam banyak memuji kepada pedagang yang dapat dipercaya.
Hal ini
mengakibatkan orang yang cenderung bergerak dalam dunia perniagaan pasti
terpikat dengan ajaran Islam. Dari sini, Islam terus memperluas pengaruhnya
secara cultural yaitu dengan melalui perkawinan antar etnis hingga akhirnya
melalui system politik. Jalur yang terakhir ini (politik) terjadi ketika Islam
telah dipeluk oleh para penguasa khususnya para raja.[3]
Menurut para
ahli sejarah, pada penghujung akhir abad ke-14 seorang raja terkenal dari
Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini
mulai dirintis. Raja Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa
di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam
disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai
lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah
kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.
2. Masa Kolonial Spanyol
Kedatangan
orang-orang Spanyol ke Filipina pada tahun 1521 M, selain untuk menjajah juga
bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Dengan kekerasan, persuasi atau
menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol dapat
memperluas kedaulatannya hamper ke seluruh wilayah Filipina. Namun, pada tahun
1565 M ketika Spanyol menaklukan wilayah utara Filipina dengan mudah dan tanpa
perlawanan berarti untuk melakukan perluasan wilayah serta mengubah keyakinan
penduduknya dengan mudah menjadi penganut Katholik. Tidak demikian halnya
dengan wilayah selatan. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian
melawan kesultanan Islam di wilayah selatan Filipina, yakni Sulu, Manguindanau
dan Buayan. Rentetan peperangan yang panjang antara Islam dan Spanyol hasilnya
tidak nampak kecuali bertambahnya ketegangan antara orang Kristen dan orang
Islam Filipina.[4]
Sejak Spanyol mendapatkan perlawanan dari tiga kesultanan Islam : Sulu,
Manguindanao, dan Bayan, Islam tidak berkembang kecuali di kepulauan Sulu dan
Mindanao sebelah barat.[5]
Selama masa
kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan
kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam.
Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk)
sebagai “moor” (moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak
bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat
pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Tahun
1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.
Bangsa Spanyol
juga melakukan inkuisisi yang buruk terhadap orang-orang muslim di semenanjung
Iberia. Mereka menyerang karajaan muslim Sulu, Manguindanau dan Manilad dengan
fanatisme dan keganasan yang sama seperti mereka memperlakukan penduduk muslim
mereka sendiri di Spanyol. Bahkan Raja Philip memerintahkan Kepala Staf
Angkatan Lautnya sebagai berikut: “Taklukkan pulau-pulau itu dan gantikan agama
penduduknya (ke agama Katolik)”. Menghadapi latar belakang seperti ini,
orang-orang muslim Filipina (bangsa Moro) harus berjuang bagi kelangsungan
hidupnya sampai saat ini, lebih dari empat abad. Spanyol tidak pernah dapat
menaklukkan kesultanan Islam Sulu walaupun dalam keadaan perang terus menerus,
dan harus mengakui keberadaannya yang merdeka.[6]
3. Masa Imperialisme Amerika Serikat
Pada tahun
1896, Presiden Mc. Kinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina untuk “mengkristenkan
dan membudayakan” rakyat sebagaimana ia ajukan. Amerika datang ke Mindanao
dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya.
Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M)
yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro.
Pada perjanjian
Traktat Bates tersebut Spanyol harus menyerahkan Phillipina kepada Amerika
Serikat. Dengan ketentuan Amerika Serikat membiarkan hukum adapt Moro
dan Islam selama tidak bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat. Ketika
orang-orang Phillipina mulai dilatih untuk mempersiapkan pemerintahan yang
independent, para Sultan, Datuk, dan pemuka agama mengajukan petisi kepada
Amerika Serikat, agar tidak menyertakan wilayah mereka dalam satu negera yang
akan dimemerdekakan. Akan tetapi, petisi itu diabaikan, sehingga
wilayah-wilayah mereka menjadi bagian dari Filipina yang merdeka dari Amerika
Serikat pada tahun 1946.[7]
Amerika
berhasil menduduki jajahan Spanyol ini pada tahun 1899, namun mendapatkan
perlawanan dari Negara muslim Sulu. Traktat tersebut ternyata hanya taktik
mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang
sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina
Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada
1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan
langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu
disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing)
rakyat Mindanao dan Sulu. Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua
belah pihak. Kesultanan Sulu jatuh ke tangan Amerika pada tahun 1914. Pada
tahun 1915, Raja (Sultan) Muslim dipaksa turun tahta, tetapi diakui sebagai
ketua komunitas muslim. Hanya pada April 1940 Amerika menghapuskan Kesultanan
Sulu dan meng-gabungkan bangsa Moro ke dalam Filipina.[8]
4. Muslim Moro Pasca Kemerdekaan
Masyarakat Islam di Filipina juga seringkali disebut bangsa Moro.
Menurut catatan sejarahnya, istilah Moro merujuk kepada kata Moor, Moriscor
atau Muslim. Kata Moor berasal dari istilah Latin Mauri, sebuah istilah yang
seringkali digunakan orangorang Romawi Kuno untuk menyebut penduduk wilayah
Aljazair Barat dan Maroko. Ketika Bangsa Spanyol tiba di wilayah Filipina dan
menemukan sebuah bangsa yang memiliki agama dan adat istiadat seperti
orang-orang Moor di Spanyol Andalusia, maka mereka mulai menyebut orang-orang
Islam Filipina dengan istilah Moro.
Istilah moro
digunakan untuk menamakan penduduk pribumi Filipina yang beragama Islam.
Sedangkan istilah India merupakan sebutan bagi kaum pribumi Filipina
yang menjadi Kristen. Sedangkan kaum yang menyembah berhala dan berdiam di
pedalaman dan gummg-gunung disebut infieles. Istilah Fili-pino biasanya
dikenakan bagi orang Spanyol yang lahir di Filipina, untuk membedakan dengan peninsulares,
yaitu orang-orang Spanyol yang lahir di Spanyol Eropa.[9]
Mayoritas
orang-orang Moro tinggal di bagian Barat dan tengah pulau Mindanao dan pulau
Sulu. Mereka dikelompokkan ke dalam dua belas kelompok suku bahasa, yang utama
adalah Maranao, Manguindanao, Tausug, Samal dan Yakan. Bertani dan menangkap
ikan adalah mata pencaharian utama mereka. Beberapa kelompok dikenal dengan
industri rumah tangga, seperti kerajinan dari kuningan dan anyaman serta
aktifitas perdagangan. Wilayah mereka praktis tidak memiliki basis basis
industri.[10]
Perjuangan
masyarakat Moro pada tahun 1970-an telah dimulai dengan gerakan bersenjata,
Puncak perjuangan ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Tripoli antara
Manila dan para pemimpin MNLF pada tahun 1976. Berdasarkan perjanjian tersebut,
masyarakat Moro akan mendapatkan otonomi penuh atas 13 Propinsi di Filipina
Selatan, yakni Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del
Norte, North Cotabato, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del
Sur, Davao del Sur, South Cotabato dan Palawan. Presiden Ferdinant Marcos
kemudian membuat penafsiran sendiri terhadap perjanjian dan menyatakan “hak
otonomi” atas dua wilayah, yaitu Sulu dan Mindanao Barat serta Mindanao Tengah.
Walaupun ditolak oleh para pendukung MNLF dengan menghidupkan kembali
perlawanan bersenjata, Marcos terus membuat manuver untuk mendekati kelompok
muslim yang dapat diajak bekerjasama. Perpecahan-pun terjadi di kalangan
pimpinan MNLF. Puncak kebijakan ini adalah pembentukan KUI (Kementerian Urusan
Islam) pada tanggal 28 Mei 1981. Dengan wadah formal ini diharapkan masyarakat
Moro menjadi lebih yakin dengan program yang ditawarkan pemerintah kepada
mereka.[11]
Tekanan
pemerintahan Marcos menyebabkan munculnya berbagai gerakan perjuangan bangsa
Moro, seperti Muslim Independent Movement (MIM) pada tahun 1971. Karena
perbedaan visi dan orientasi perjuangan, MNL (Moro National Liberation) yang
tadinya diharapkan menjadi induk gerakan pembebasan bangsa Moro-akhirnya pecah.
Dari sini muncul dua kelompok, yakni kelompok nasionalis-sekuler pimpinan Nur
Misuari yang mendirikan Moro National Liberation Front (MNLF) dan kelompok Moro
Islamic Liberation Front (MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat. Dalam
perjalanannya, MNLF pun akhirnya terpecah lagi dengan munculnya kelompok MNLF
Reformis di bawah pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf di
bawah pimpinan Abdulrazaq Janjalani (1993). Perjuangan MNLF mulai menonjol
setelah presiden Ferdinant Marcos memberlakukan Hukum keadaan Darurat pada 2
September 1972 yang diikuti oleh upaya militer, yakni pelucutan senjata kaum
Moro. Akibatnya, konflikpun semakin meningkat antara pihak Moro dan pemerintah
antara tahun 1973-1976. Pada tahun 1974 komite pusat MNLF mengeluarkan
mani-festo yang menuntut berdirinya Republik Bangsa Moro independen, yang
wilayahnya terdiri atas Pulau Mindanao, Pulau Basilan, Pulau Sulu dan Pulau
Palawan. Namun tuntutan tersebut kemudian diturunkan hingga hanya menjadi
otonomi politik dan luas wilayah yang diminta pun diperkecil menjadi 13
propinsi dan 11 kota. Perubahan tuntutan itu terjadi setelah diadakan perundingan
antara MNLF dan pemerintah Filipina di Jeddah Arab Saudi pada tahun 1975.[12]
Dari
perjuangan yang telah dicapai MNLF, ada sejumlah tuntutan yang sudah dipenuhi
pada masa pemerintahan Presden Ferdinant Marcos (1965-1986) dan Presiden
Corazon Aquino (1986-1992) antara lain diakuinya budaya Islam dan dan Bangsa
Moro, dibentuknya peradilan berdasarkan syariat, dan diberikannya otonomi
wilayah, kendatipun masih secara terbatas. Sejumlah pemimpin tertinggi MNLF
memperoleh kedudukan politik dalam pemerintahan dan peluang ekonomi yang lebih
besar. Pada masa pemerintahan Fidel V Ramos beberapa tuntutan juga disepakati
setelah melalui serangkaian perundingan.
2. ISLAM DI
PATANI
Thailand adalah
sebuah Negara di wilayah Asia Tenggara yang berbentuk Monarki Konstitusi. Islam
masuk di Thailand diperkirakan sekitar abad ke-10 atau ke-11 dibawa oleh
pedagang Arab dan India. Islam pernah berkuasa di wilayah Pattani sejak
berdirinya Kerajaan Islam Patani abad ke-14. Namun, sejak berada dalam
kekuasaan Kerajaan Siam, hingga sekarang umat Islam menjadi minoritas dan
terdiskriminasi oleh pemerintahan Thailand.
Muslim Thailand
sebagian besar tersebar di empat propinsi bagian selatan, yaitu Pattani, Yala,
Narathiwat dan Satun. Mereka kerap memperoleh problem dan kekerasan oleh
pemerintah. Hingga saat ini Muslim Thailand terus berjuang untuk memperoleh
hak-haknya.
Wilayah Patani pada awalnya mencakup suatu wilayah
kesultanan yang cukup luas, Patani yang dimaksud merujuk pada sebuah Negeri
Patani Besar (Patani Raya) meliputi wilayah-wilayah Narathiwat (Teluban),
Yala (Jalor) dan sebagian Senggora (Songkhla, daerah-daerah Sebayor dan Tibor)
bahkan Kelantan, Kuala Trengganu dan Pethalung (Petaling). Dengan cakupan
wilayah yang cukup luas tersebut Patani pada awalnya memiliki sejarah
perdagangan dan ideologi ke-Islaman cukup panjang yang dapat dimaknai sebagai
suatu wilayah geografis maupun ideologis Melayu Muslim dengan karakter berbeda.
Wilayah Patani dahulunya adalah
kerajaan Semi-Independent Melayu yang merupakan bagian kerajaan Siam
dari Sukhothai dan Ayutthaya. Setelah Ayuthaya runtuh tahun 1767 Patani
memperoleh kemerdekaan yang penuh,
namun kemudian di bawah Raja Rama menjadi bagian dari Thailand lagi. Di tahun
1909, terjadi anexsasi oleh Kerajaan Siam sebagai bagian dari suatu
perjanjian pembagian wilayah dengan pihak Kerajaan Inggris. Wilayah kekuasaan
seperti Yala dan Narathiwat pada mulanya bagian dari Patani,
tetapi batal dipersatukan dan menjadi provinsi tersendiri. Semenjak periode
tersebut kemunculan pemberontakan anti Siam mengawali kehadirannya, dan dalam
beberapa kejadian perseteruan adakalanya mengakibatkan kekerasan[13].
a. Sejarah Singkat Kerajaan Patani
Merunut dari jejak sejarahnya, Patani
merupakan kesultanan yang cukup penting dalam pertumbuhan daerah perdagangan
dan penyebaran Islam di alam Melayu. Patani menjadi begitu penting dalam
sejarah Islamisasi dan pertumbuhan perdagangan karena merupakan satu-satunya
kota pelabuhan dan pusat perdagangan Islam yang paling berpengaruh yang pernah
muncul di perairan laut Cina selatan[14].
Merujuk pada catatan pelawat-pelawat China, wilayah Patani telah dikenali sejak
abad kedua Masehi, melalui hubungan dagang antara pedagang Cina dengan
negeri-negeri di Asia Tenggara. Mereka mengenali sebuah negeri bernama “Lang-ya-hsiu” atau Langkasuka yang terletak di pantai timur semenanjung tanah Melayu antara
Senggora (Songkhla) dan Kelantan dengan ibukota terletak di sekitar daerah
Yarang. Dalam catatannya disebutkan bahwa wilayah ini merupakan daerah
perdagangan dengan adanya pelabuhan bagi para pelaut. Angkatan laut Cina saat
akan menyebrangi wilayah teluk Siam dalam perjalanannya ke Vietnam, ke
Semenanjung Melayu, telah menemukan daratan ini.
Menurut ahli sejarah Thailand, A.Teeuw dan
Wyatt mengemukakan bahwa kerajaan Patani telah berdiri sekitar pertengahan abad
ke-14 dan ke-15.[15] Saat itu Patani mulai
dikenal melalui perdagangan dan penyebaran Islam. Cerita rakyat Hikayat Patani menceritakan
mengenai asal mula Kerajaan Patani yang diawali dari sebuah kerajaan Melayu
berpusat di Kota Mahligai yang diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana (Hindu).
Dalam hikayat tersebut diceritakan letak kerajaan yang cukup jauh ke daerah
pedalaman dan sukar untuk didatangi oleh para pedagang menyebabkan Phya Tu
Antara, anak Phya Tu Kerab Mahayana kemudian memindahkan pusat kerajaannya ke
sebuah perkampungan nelayan yang kemudiannya diberi nama “Patani”, tempat ini
dipercayai berpusat di Kampong Grisek wilayah Patani sekarang ini.[16]
Perkembangan Patani dimulai pada kurun
waktu abad ke-14 dan 15 sejalan dengan pesatnya bidang perdagangan dan
penyebaran agama Islam. Kedudukannya secara geografi cukup strategis dimana
Patani berada di pertengahan jalur lalu lintas perdagangan antara negeri Melayu
dan negeri Asia Timur dan di antara perairan selat Malaka serta Laut Sulu
dengan perairan laut Cina Selatan. Jalur tersebut merupakan jalur perdagangan
yang sangat terkenal, merupakan jalur perkapalan antar bangsa yang
menghubungkan tanah Arab dan India bahkan dengan benua Cina. Patani dipandang
sebagai pusat komersial yang penting untuk melayani pedagang-pedagang Islam
Arab, India, Eropa maupun Cina. Patani merupakan kerajaan dengan cakupan daerah
cukup luas dan padat di semenanjung laut Cina Selatan6.
Wilayah Patani kemudian menjadi entrepot dalam perniagan,
diantaranya dengan menjual hasil bumi berupa rempah-rempah yang ditukar dengan
tekstil dan tembikar dari Cina. Selain itu juga menjadi tumpuan bagi perdagangan
saudagar Arab dan India yang banyak membawa bahan-bahan tekstil mereka. Hasil
dari perdagangan ini kemudian oleh para pedagang Patani dijual kembali bersama
dengan hasil bumi dari Patani sendiri seperti lada hitam, emas dan bahan-bahan
makanan lainnya. Aksi perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Patani
ini diyakini telah sampai ke daerah semenanjung tanah Melayu di selatan, Pulau Sumatra,
Pulau Jawa hingga Sulawesi (Makassar)7.
Kemasyhuran Patani sebagai pusat
perdagangan kemudian menarik para penjajah Kristian dan Eropa yang pada awal 15
dan 16 mulai melakukan ekspansi kolonialisasi mereka di wilayah Asia. Tercatat
Portugis dan Belanda turut meramaikan jalur perdagangan di wilayah ini terutama
untuk mendapatkan hasil bumi seperti rempah-rempah, lada hitam dan emas yang menjadi
hasil utama dari Patani. Tercatat Portugis sudah tiba di Patani pada tahun 1517
untuk melakukan transaksi perdagangan, kemudian pada tahun 1602 pihak Belanda
juga datang dan melakukan perniagaan bahkan mendirikan pangkalannya di
pelabuhan Patani. Berikutnya kemudian armada Inggris juga menjalankan kegiatan
perdagangan.
Selain dikenal dengan jalur perdagangan
wilayah Patani juga memiliki kedudukan yang cukup penting dalam proses
Islamisasi Melayu. Penyebaran agama Islam di Patani lebih banyak dilakukan oleh
para pedagang yang berinteraksi langsung dengan masyarakat Patani. Dalam hal
pengaruh, Islam Patani banyak di pengaruhi oleh perkembangan Islam di Cina
karena telah memiliki hubungan perdagangan yang terjalin cukup lama. D’ Eredia,
seorang pelawat Portugis, menuliskan dalam tahun 1613 bahwa Islam telah
berkembang di Patani lebih awal daripada Malaka. Pernyataan serupa dikatakan
oleh Teeuw dan Wyatt yang berkeyakinan bahwa Islam telah berkembang di daerah
Kuala Berang, Terengganu, sejak sekitar tahun 1386- 1387.8 Jadi Islam Patani
pertama kali perkenalkan oleh para pedagang Islam Cina yang kemudian
dilanjutkan oleh para pedagang Arab dan India yang turut memperkenalkan Islam di
Patani melalui jalur perdagangan.
Adanya kontak-kontak perdagangan dan
penyebaran Islam ini mendorong Patani menjadi kerajaan makmur dan mencapai
zaman puncak dalam perkembangan wilayah kerajaan. Posisi Patani muncul dan
berkembang menjadi kekuatan politis dan ekonomi. Patani bisa melibatkan dan
menggabungkan tetangga mereka Johor, Pahang dan Kelantan pada tahun 1530 dan
1540 menjadi satu kekuatan. Posisinya yang cukup penting baik dari segi politik
dan geografis menempatkan kerajaan Patani menjadi daerah yang harus
diperhtiungkan. Zaman keemasan ini berlangsung ketika diperintah oleh empat
orang Raja perempuan yaitu Raja Hijau (1584-1616), Raja Biru (1616-1624), Raja
Ungu (1624-1635) dan Raja Kuning (1635-1651). Patani pada zaman Ratu-ratu
sangat makmur dan kaya. Patani muncul sebagai pusat perdagangan penting dan
menjadi pintu masuk bagi para pedagang yang hendak pergi ke Cina dimana saat itu
Patani memiliki hubungan perdagangan dengan semua negeri di Asia Tenggara.
Selain besar dalam kekuatan ekonomi Patani juga ditunjang oleh kestabilan
politik dalam negeri yang membuat Patani dihormati oleh negari-negeri seberang
mereka seperti kerajaan di semenanjung Melayu Pahang dan Johor Baru, termasuk
kerajaan Ayudhya. Perdagangan Patani terus meluas hingga mencapai daerah-daerah
nusantara; Palembang, Aceh, Batam, Batavia (Jakarta), Makasar hingga Ternate[17].
Sebagai sebuah kerajaan, kekuasaan Patani
terkenal dengan sebutan Negeri Patani Besar. Kecuali Johor, tidak ada negeri lain di belahan timur
Semenanjung Melayu yang memiliki kemakmuran dan kekuatan sehebat Patani kala
itu. Sumber kekuatan yang cukup besar ini ditunjang oleh ikatan tali perkawinan
yang dilakukan oleh Raja Ungu dengan Sultan Pahang yang menguasai wilayah
kerajaan Pahang. Hal ini semakin mengukuhkan kekuatan Patani. Pada masa ini
wilayah Patani tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik dan daerah komersial.
Kedudukan Patani di Semenanjung Siam yang
strategis dari segi geografi, telah menyebabkan kota itu menjadi harapan
pedagang-pedagang asing baik dari barat atau timur untuk singgah, beristirahat
ataupun berdagang. Dalam masa yang singkat saja Patani muncul sebagai sebuah kerajaan
yang penting, maju dari segi ekonomi serta stabil dari segi politik dan
pemerintahan. Selain itu dasar perhubungan antar bangsanya yang baik telah
menyelamatkan Patani dari kejatuhan kepada pihak penjajah-penjajah seperti
kerajaan Siam, Inggris dan Prancis.
b. Kemunduran Patani
Pada zaman akhir pemerintahan Raja Kuning
(1635-88), Patani mulai menuju tanda-tanda zaman kemerosotan. Keadaan ini
disebabkan karena Raja Kuning meninggalkan kerajaan tanpa seorang pengganti
yang berwibawa. Dalam Hikayat Patani disebutkan setelah kematian raja terjadi pemberontakan diantara
pembesar-pembesar negeri yang bergelar Datuk yang berebut kuasa untuk menjadi
Bendahara (Perdana Mentri) dan menjadikan Raja Patani sebagai boneka saja10.
Pada awal abad ke-17 pemerintahan dari dinasti Kelantan mulai menguasai
kerajaan Patani. Perselisihan kekuasaan kemudian mewarnai dinamika kerajaan
Patani. Perselisihan menimbulkan perang saudara yang berakibat negeri Patani
mengalami kekacauan pemerintahan serta keresahan di kalangan penduduk. Perang
saudara yang terjadi menyebabkan situasi perdagangan goyah terutama bagi para
saudagar asing yang berangsurangsur memindahkan pola peniagaan mereka ke negeri
lain yang jauh lebih aman seperti Malaka dan Singapura. Kenyataan ini akhirnya
berdampak pada ekonomi Patani yang mengalami kemerosotan.[18]
Dalam masa Patani sedang menghadapi
kekacauan politik, pihak kerajaan Siam (Ayudhya) sedang berperang dengan Burma dalam
usaha mempertahankan wilayah kekuasaan mereka. Peperangan Burma-Siam secara
tidak langsung melibatkan negeri-negeri Melayu utara, termasuk Patani yang
menjadi daerah “rebutan” di antara kedua kuasa kerajaan tersebut. Upaya
penguasaan wilayah ini ditengarai memiliki beberapa motif; Pertama, sebagai “prestis
politik” dimana semakin luas cakupan wilayah kerajaan semakin besar pengaruh
dan penghargaan dari bangsa lain, kedua, motif sosio ekonomi yang berhubungan dengan kepentingan
mendapatkan tenaga kerja manusia murah sambil memperolehi sumber-sumber pendapatan
yang dapat dimiliki dari pelabuhan Patani yang cukup ramai saat itu. Ketiga, motif strategi
ekonomi untuk menguasai wilayah strategis Segenting Kra yang menghubungkan
Teluk Benggala dengan Teluk Siam. Peristiwa peperangan antara Burma-Siam mau
tidak mau melibatkan wilayah serta ganguan terhadap kedaulatan Patani.
Siam pada akhirnya dapat menguasai wilaya
Patani, dengan peperangan besar tentunya. Pada tahun 1776 Phya Taksin Raja
Thonburi berhasil mengambil alih kerajaan Patani melalui jalanpeperangan.
Walaupun kerajaan Melayu Patani berusaha untuk mempertahankan diri tetapi Siam
berhasil menguasai Patani pada tahun 1778. Tidak puas menguasai wilayah Patani,
pada tahun 1821, Siam kemudian menyerang pula Kedah dan memaksa Sultan Abdullah
– raja Patani, melarikan diri ke Pulang Pinang. Tujuan dari penyerangan ini
adalah untuk mengurangi kekuasaan dan pengaruh Melayu di wilayah Patani.
Kenyataan ini mengakibatkan kekosongan jabatan raja di Patani. Pada masa tahun 1817
hingga tahun 1842, Patani telah diperintah oleh sekurang-kurangnya dua orang
Raja Melayu.[19]
Gerakan perlawanan bangsa Melayu Pattani
pertama kali muncul sebagai sebuah gerakan damai yang memperjuangkan otonomi
bagi Patani. Misalnya Dewan Keagamaan Islam, gerakan Haji Sulong yang mengajukan petisi kepada Pemerintah
Kerajaan dengan tuntutan otonomi16; Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP)
oleh Tengku Abdul Jalil dengan mendirikan front perlawanan bawah tanah; Barisan
Revolusi Nasional (BRN) oleh generasi muda Patani yang terdidik mengambil
inisiatif perlawanan dengan tujuan mendirikan Republik Islam Patani; Pattani
Union Liberation front (PULO) sebagai pemerintahan bawah tanah; serta Kaum
aktivis Patani dari berbagai spektrum malah sepakat bergabung dalam satu payung
organisasi bawah tanah yaitu MPRMP (Council
of The Moeslem People of Pattani).[20]
Pada tahun 1970,
diberlakukan operasi pembersihan gerakan anti-pemerintah diwilayah muslim
Thailand selatan. Keadaan menekan tersebut menimbulkan reaksi keras dari
komunitas muslim dengan bermunculannya gerakan pemberontakan dan pembebasan
wilayah muslim Thailand selatan; Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP),
Barisan Revolusi Nasional (BRN), Bertubuhan perpaduan Pembebasan Pattani (PPPP)
atau PULO. Yang menjadi motor pergerakan pembebasan muslim Pattani dan wilayah
muslim lainnya.
C. ISLAM DI
MALAYSIA
1. Proses masuknya Islam di Malaysia
Sejarah
masuknya Islam di Malaysia tidak bisa terlepas dari kerajaan-kerajaan Melayu,
jauh sebelum datangnya Inggris di kawasan tersebut. Sebab kerajaan ini dikenal
dalam sejarah sebagai Kerajaan Islam, dan oleh pedagang Gujarat melalui daerah
kerajaan tersebut mendakwahkan Islam ke Malaysia pada sekitar abad kesembilan.
Dari sini kemudian dipahami bahwa Islam sampai ke Malaysia belakangan ketimbang
sampainya Islam di Indonesia yang sudah terlebih dahulu pada abad ketujuh.[21]
Berdasarkan keterangan ini, maka asal usul masuknya Islam ke Malaysia berdasar
pada yang dikemukakan Azyumardi Azra bahwa Islam datang dari India, yakni
Gujarat dan Malabar.
Sebelum Islam
datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur perdagangan dunia
yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China, dan
dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting.[22] Maka
tidak heranlah jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya pelbagai
keyakinan dan agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara
kompleks.[23]
Agama dan keyakinan itu pun telah mempengaruhi susunan sosial, budaya, ekonomi,
dan politik di wilayah ini. Menurut Prof. DR. Hamka (Haji Abdul Malik Karim
Amrullah) bahwa ada tiga isu masuknya Islam di Malaysia yaitu Perbincangan
tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu akan
melibatkan perbincangan yang membabitkan tiga isu. Isu-isu tersebut ialah bila
tarikh sebenar Islam diperkenalkan kepada orang Melayu, dari manakah asal-usul
pendakwah yang menyebarkan agama tersebut dan bagaimanakah proses ini boleh
berlaku dengan begitu berkesan sekali. Dalam menghuraikan ketiga-tiga isu ini
kelebihan yang terdapat dalam hujah yang diberikan oleh beliau telah mempelopori
pendekatan yang memberikan perspektif tempatan tentang proses yang membawa
kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu. Isu pertama yang menimbulkan
perbincangan tentang penyebaran Islam di Alam Melayu adalah berkaitan dengan
bilakah tarikh tepat agama Islam mula disebarkan di rantau ini. Dalam
tulisannya, Hamka cenderung berpendapat bahawa agama Islam telah diperkenalkan
di rantau ini pada awal abad Hijrah (abad ketujuh Masihi). Pendapat yang beliau
kemukakan ini adalah berdasarkan kajian yang lakukan dengan merujuk sumber
Cina.[24]
Pendapat yang dikemukakan juga adalah dengan bersandar kepada
tulisan oleh seorang sarjana Barat, iaitu T.W. Arnold yang mengaitkan
penyebaran agama Islam dengan peranan yang dimainkan oleh pedagang-pedagang
Arab. Dalam kajiannya, T.W. Arnold mendapati bahawa pedagang-pedagang Arab
telahpun menjalin hubungan perdagangan dengan rantau sebelah timur sejak
sebelum abad Masihi lagi. Pada abad kedua Sebelum Masihi hampir
keseluruhannya perdagangan di Ceylon berada di tangan orang Arab. Menjelang
abad kesembilan Masehi kegiatan perdagangan orang Arab dengan Ceylon semakin
meningkat apabila meningkatnya hubungan perdagangan antara orang Arab dengan
China. Menurut rekod sejarah, menjelang pertengahan abad kelapan Masihi
pedagang-pedagang Arab dapat ditemui dengan ramainya di Canton. Dari abad
ke-10 hingga abad ke-15, sebelum kedatangan Portugis, orang Arab
merupakan pedagang yang unggul dan hampir tidak tercabar dalam menjalankan
kegiatan perdagangan dengan Timur.
Islam masuk ke
Malaysia pada abad pertama Hijrah dibawa oleh para pedagang India, Persia, dan
juga Arab melalui suatu proses damai dan secara cepat diterima oleh masyarakat
kerana mampu berbaur dengan adat dan kebudayaan masyarakat tempatan. Isu kedua
para penyebar Islam tersebut menurut T. W. Arnold. tidak datang sebagai
penakluk dengan menggunakan kekuatan pedang untuk menyebarkan Islam,
sebagaimana yang terjadi di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.[25]
Mereka juga tidak menguasai hak-hak penguasa tempatan untuk menekan rakyat,
sebaliknya mereka hanya sebagai pedagang yang memanfaatkan kepintaran dan
peradaban mereka yang lebih tinggi untuk kepentingan penyebaran Islam dengan
memperkenalkan toleransi dan persamaan antara manusia. Bagi penganut Hindu,
yang agama mereka mengajarkan sistem kasta dalam masyarakat, agama Islam yang
baru mereka kenali adalah amat menarik perhatian, khususnya di kalangan
pedagang yang cenderung kepada orientasi kosmopolitan.[26]
Itulah sebabnya penerimaan orang Melayu terhadap agama Islam adalah berkait
erat dengan keluhuran agama tersebut.
Bahwa proses
Islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan
ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jasirah Arab, yang pada tahun
1980-an Islam di Malysia mengalami perkembanga dan kebangkitan yang ditandai
dengan semaraknya kegitan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual dan
setiap tahun menyelenggarakan kegiatan Internasional yaitu Musabaqh Tilawatil
Al-Qurán yang selalu diikuti oleh Qari dan Qariah Indonesia.[27]
Negara Malaysia yang menganut agama resmi Islam menjamin agama-agama lain
dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaiaan bagi
masyarakat, walaupun pemegang jabatan adalah pemimpn-pemimpin muslim, tidak
berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua
masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tinggi
konstitusi negara kebangsaan Malysia.
2. Perkembangan Islam Di Malaysia
Pada awalnya, Malaysia adalah kerajaan
federal di Asia Tenggara yang terletak di semananjung Malaka dan sebagian
Kalimantan Timur yang penduduknya mayoritas Islam dan konstitusi sebagai
agama resmi negara, sehigga syarit Islam ditegakan dengan baik dan benar.
Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para pedagang yang mempunyai
semangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam dari Arab melalui
Malaka.[28]
yang saat itu sebagai pusat perdagangan. Karena memang jalur perdagangan
merupakan salah satu media yang efektif dalam mengembangkan dan menyiarkan
ajaran Islam. Dan perkembangan Islam awal di Malaysia ditandai dengan
bertumbuhnya institusi-institusi dengan baik hal ini peningkatan kesadaran
beragama dalam sosial keagamaan, politik, ekonomi dan lain-lainnya.[29]
Memasuki awal abad ke-20, bertepatan
dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di
Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah
departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah tahun 1948, setiap
negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan
agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang
diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan
agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga
ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan
tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama.[30]
Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita
kenal Universistas Kebangsaan Malaysia.
Konsep
sekularisme yang merujuk kepada Turki sebagai modelnya dan Mustafa Kamal
Attaruk sebagai tokohnya telah berkembang di Malaysia. tokoh yang banyak
menulis tentang Mustofa Kamal ialah Ahmad bin Ismail, melalui penerbitannya
sendiri. Kemudian pengaruh Turki modern menjadi anutan para
organisasi-organisasi, seperti KMM dan UMNO pun terpengaruh sekularisme Turki,
melalui pimpinan Dato’ Onn Jaafar, kepemimpinannya dalam menggerakkan
nasionalisme Melayu telah menjalin hubungan mesra antar Tanah Melayu dengan
Turki.
Dalam
bidang sosial, pengaruh modernisme yang terpenting ialah masuknya unsur
liberalisme dan feminisme, yang menyentuh emanspasi wanita seperti masalah
profesi, busana, pergaulan, dan kepemimpinan. Pertumbuhan pemikiran liberalisme
dan emansipasi wanita di Malaysia dimulai pada awal abad ke-20 melalui majalah
al-Iman di Singapura. Dengan tujuan membangkitkan kesadaran kaum wanita,
al-Iman membandingkan peranan wanita barat yang berusaha sendiri mencari
nafkah, termasuk bekerja berat yang memerlukan kekuatan jasmani.
Sejarah
pemikiran modernitas dalam ekonomi dari malaysia di awali dengan fenomena
materialisme. Memang fenomena ini tidak dapat disifatkan sebagai pengaruh
Barat, karena merupakan hal yang natural. Tetapi dalam konteks ini harus
dipandang sebagai pengaruh barat, karena kecenderungan para pendukungnya yang
sering memandang dunia barat sebagai Model negara maju dan kaya. Unsur
materialisme berjalan seiring dengan kapitalisme yaitu suatu sistem yang
mementingkan kelompok kecil kelas kapasitas atau pemodal.
3. Gerakan Reformasi
Seperti
halnya negara-negara dikawasan Asia tenggara lainnya, di Malaysia juga bermunculan gerakan
reformasi untuk menuju perubahan, gerakan-gerakan tersebut adalah:
a) UMNO, (United Malay National Organization) pada tahun 1946, dan di tahun yang
sama wilayah Serawak bergabung dalam wilayah jajahan Inggris. Adapun
pemimpin-pemimpin UMNO yang otomatis menjadi perdana Menteri semenjak Malaysia
Merdeka bisa dilihat sejak pertama yaitu :
1. Dato’ Onn
Jakfar : Penggagas berdirinya UMNO dan memimpin tahun 1946-1957 keturunan dari
Bugis (Sulawesi).
2. Tunku
Abdurrahman : Bapak Kemerdekaan memimpin tahun 1951- 1971
3. Tun Abdul
Razak : bapak Keamanan memimpin tahun 1971-1976
4. Husein Onn :
Bapak keamanan memimpin tahun 1976-1981
5. DR. Mahathir
: bapak Malaysia Modern memerintah 1981-2005 M.
6. Ahmad Badawi
: memerintah dari tahun 2005 hingga 2009
7. Tun Muh.
Najib : memerintah dari tahun 2009 hingga sekarang.
b) PAS (Partai Islam Se-Malaysia) lahir pada tanggal 23/24 Agustus 1951 bertepatan
tanggal 21/22 Zulkaidah 1370 H di Kkelab Melayu Banda Butterworth seberang
Prai. Partai ini lahir dipelopori oleh beberapa ulama dari United Malaya
National Organization (UMNO), yang awalnya (1946-1948 M) hanya berbentuk
organisasi kemasyarakatan bagi perkumpulan orang-orang Melayu. Namun pada
pertengahan 1948 M, organisasi ini mengubah haluan ke wilayah politik.
c) PKMM, didirikan oleh
Mokhtaruddin Lasso dan Ahmad Boestamam. Keduanya memainkan perana dalam pucuk
pimpinan awal partai itu:
Yang Dipertua: Mokhtaruddin Lasso
Wakil Yang Dipertua - Dr. Burhanuddin Helmi
Sekretaris - Dahari Ali
Bendahara - Arshad Ashaari
Anggota Komite - Ahmad Boestamam
d) HAMIM, Parti Hizbul
Muslimin Malaysia (HAMIM) merupakan partai pecahandari Partai Islam Se-Malaysia
(PAS) yang didirikan pada 1983 oleh Tan Sri Dr. Haji Asri Muda, mantan presiden
PAS yang meninggalkan partai itu pada 23 Februari 1983 setelah kekalahan PAS di
kerajaan negeri Kelantan dalam Pemilihan Umum Malaysia pada tahun 1982.
e) ABIM, Organisasi yang
disebut Gerakan Pemuda Muslim Malaysia Belia (Angkatan Islam Malaysia-ABIM)
didirikan pada tahun 1971 dan dimulai sebagai sebuah cabang dari dua
organisasi, Melayu Bahasa Society (Persatuan Bahasa Melayu-PBM) dari University
of Malaya dan
f) Asosiasi Nasional Mahasiswa Muslim Malaysia (Persatuan Kebangsaan
Pelajar Islam Malaysia-PKPIM), yang didirikan pada bulan Juni 1961.
g) FOSIS, dibentuk pada
bulan Juli 1963 di sebuah pertemuan yang diadakan di Ruang Cadbury di
Universitas Birmingham. Pada pertemuan ini, perwakilan dari masyarakat Islam
yang berbeda sepakat untuk membentuk suatu badan nasional untuk menjaga
kepentingan mahasiswa Muslim di universitas. Anggota pendiri termasuk
masyarakat Islam dari University of Birmingham, University of Bristol,
University of Dublin, Imperial College (London), University of Leeds, London
Islam Circle, Muslim Mahasiswa Masyarakat Inggris, Universitas Oxford, Sekolah
Studi Oriental dan Afrika (London ), Sheffield Islam Circle, Wolverhampton
Melayu Teachers College.
D. ISLAM DI
INDONESIA
1. Sejarah
Islam Di Indonesia
Menurut Hamka dalam Hasjmy,[31] agama Islam masuk ke
Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi. Agama
Islam datang ke Indonesia dengan dibawa oleh saudagar-saudagar Islam.
Saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang
berasal dari Persia dan Gujarat.
Muhammad Said membuat kesimpulan[32], sumber-sumber sejarah
Arab mengatakan bahwa di Sumatra sejak abad sembilan. Pada abad tersebut di
berbagai bandar sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam. Sebaliknya,
menurut sumber-sumber orang luar (Arab dan Tionghoa) Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama Hijriyah yakni sekitar abad tujuh sampai dengan abad
kedelapan.
Teori Makkah merupakan suatu teori yang dihasilkan
dari koreksi dan kritik Hamka. Teori yang ketiga adalah teori Persia, teori ini
lebih memfokuskan pada kebudayaan yang hidup dalam masyarakat Islam Indonesia
yang dirasakan memiliki persamaan dengan Persia. Dalam teori Persia dijelaskan
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ketiga belas dengan dibawa oleh
saudagar dari Gujarat. Jika kita melihat, teori Gujarat dan Persia itu
mempunyai kesamaan. Perbedaan dalam kedua teori ini terletak pada ajarannya.
Dalam teori Gujarat dijelaskan bahwa Islam mempunyai kesamaan ajaran dengan
mistik India. Namun, dalam teori Persia memandang bahwa adanya kesamaan ajaran
sufi Indonesia dengan ajaran sufi Persia[33] (Suryanegara, 1996:74-93)
Sejarahwan
T. W. Arnold dalam karyanya ”The Preaching of Islam” juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh
mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.[34]
Setelah
abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan
sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu
Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah
negeri di Nusantara.[35]
Bukti
lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan
seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah
ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di
abad ke-11 M.[36]
Gambar :
Peta jalur perdagangan kuno yang melalui Indonesia
Dari
bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada
masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut:
Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian
menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya
berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan
dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.
Menurut
literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab
Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW
memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat
sebuah perkampungan Islam.
Dari semua
pendapat-pendapat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa menurut pendapat yang
paling kuat Islam masuk ke Indonesia pada awal abad pertama Hijriyah yakni abad
tujuh Masehi. Sebaliknya, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Islam masuk
ke Indonesia pada abad ketiga belas dan
masuknya ke Indonesia pertama kali dibawa oleh saudagar-saudagar dari Arab.
2. Jalur Penyebaran Islam di Indonesia
Menurut Wahab
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan proses damai. Islam berkembang
di Indonesia melalui beberapa jalan, diantaranya: Jalur perdagangan, lembaga
pendidikan, dan pondok pesantren.[37]
1.
Jalur Perdagangan
Suryanegara
menjelaskan bahwa kedatangan Islam di Indonesia di-kembangkan melalui jalur
perdagangan dan daerah yang pertama di datangi oleh Islam adalah Sumatra dan
Jawa. Hal ini didasarkan adanya perdagangan Arab dan dunia timur yang
berlangsung sejak abad kedua sebelum Masehi. Selain itu, adanya berita dari
Cina bahwa di Sumatra Barat terdapat seorang pembesar Arab yang menjadi kepala
Arab Islam pada tahun 674 Masehi.[38]
2.
Jalan Pendidikan
Wahab menyebutkan
bahwa agama Islam selain dikembangkan melalui jalan perdagangan juga melalui
jalan pendidikan. Ini dibuktikan dengan adanya lembaga pendidikan, lembaga
tersebut sekarang masih ada, seperti: pondok pesantren, masjid, surau, dan sebagainya.
Adanya pondok pesantren membuat agama Islam melakukan pembaharuan dalam
masyarakat, budaya, dan kehidupan beragama.[39]
Menurut
Anshari “Kedatangan Islam ke Indonesia ini membawa kecerdasan dan peradaban
yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia”.[40]
3.
Pondok Pesantren
Menurut Wahab,
kehidupan pondok pesantren zaman sekarang dengan pondok pesantren zaman dahulu
telah mengalami perubahan dalam sistem pendidikannya atau keadaan lainnya.
Dalam pendidikan zaman dahulu para santri diwajibkan tinggal di asrama pondok,
hal inilah yang menyebabkan adanya jalinan kasih sayang yang kuat diantara para
murid dan pendidik.[41]
Dari sini kita
dapat menyimpulkan bahwa Islam dibawa dan disebarkan bukan dengan kekerasan,
melainkan dengan perdamaian dan hal itu pulalah yang membawa Islam mudah
diterima oleh rakyat Indonesia.
3. Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia
Kerajaan Islam di Indonesia
diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan
tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan
pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut
dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
a. Kerajaan Di Sumatra
Di Sumatra terdapat kerajaan Samudra Pasai yang kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai
awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil dari proses Islamisasi
daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad
ke-7, ke-8 M dan seterusnya.[42] Malik al-Saleh merupakan raja pertama itu
dan pendiri kerajaan tersebut.[43]
Juga terdapat Kerajaan Aceh yang terletak di daerah yang
sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Kerajaan Aceh berdiri pada
abad ke-15 M di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497
M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.[44] Menurut HJ de
Draaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menj adi bagjan wilayah Aceh,
dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14 M.[45]
Kerajaan Aceh
merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar
al-Kamal. Dan bahwa rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah, sedangkan
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang
bergelar al-Qahar.[46]
b. Kerajaan Di Jawa
Perkembangan Islam
awal di Jawa juga masih dalam bentuk kerajaan. Adapun kerajaan di Jawa
terdapat, antara lain: 1) Kerajaan Demak dan Raden Patah menjadi raja
pertama kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan pertama di Jawa, dengan gelar
Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.[47] 2) Kerajaan Pajang, merupakan Kerajaan kedua di
Jawa. Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan
Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu
merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari
Penggiring, di lereng gunung Merapi. 3) Kerajaan Mataran, kerajaan yang
berawal ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pemanahan
yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan
Aria Penangsang tersebut di atas. Sebagai
hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki
Pemanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
4) Kerajaan Cirebon, yaitu kerajaan Islam pertama di
Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung
Jati. 5) Kerajaan Banten, yakni kerajaan yang di raja oleh Sunan Gunung
Jati dari Cirebon sebagai peletak dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan
Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana,[48] yang kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya,
Hasanuddin.[49]
c. Kerajaan-Kerajaan Di Luar Jawa
Lainnya
Sedangkan
kerajaan-kerajaan Islam diluar Jawa tersebar seperti kerajaan di Kalimantan
yang terdapat Kerajaan Banjar dengan Pangeran samudra sebagai raja pertama yang
menganut Islam dan Kerajaan Kutai dengan Dato’ Ri Bandang sebagai raja pertama
yang manganut Islam. Di Maluku terdapat kerajaan Ternate dengan Zainal Abidin
(1486-1500 M) sebagai raja pertama yang benar-benar muslim. Di Sulawesi
terdapat kerajaan Gowa-Tallo dengan Alauddin (1951 -1636) sebagai sultan
pertama yang menganut agama Islam.[50]
4. Perjuangan
Kemerdekaan Umat Islam
Nasionalisme dalam
pengertian politik, baru muncul setelah H. Samanhudi menyerahkan tampuk
pimpinan SDI pada bulai Mei 1912 kepada HOS Tjokroaminoto yang mengubah nama dan
sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi politik
pelapor nasionalisme Indonesia,SI pada dekade pertama adalah organisasi politik
besar yang mengrekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di
Indonesia. Waktu itu ideologi bangsa memang belum beragam, semua bertekad ingin
mencapai kemerdekaan.[51]
Dengan demikian,
terdapat tiga kekuatan politik yang mencerminkan tiga aliran ideologi “Islam”,
komunisme dan nasionalis”sekuler”. Perpecahan antara ketiga golongan tersebut, menurut Dealiar Noer, disebabkan
oleh pendidikan yang mereka terima bersifat Barat. Pendidikan belanda memang
diusahakan agar menimbulkan emansipasi dari agama di kalangan pelajar, sebab
agamalah yang terutama menimbulkan pergolakan politik di kalangan rakyat
Indonesia. Golongan sekular yang ditimbulkan oleh pendidikan itu kemudian
terpecah menjadi dua, komunis dan nasionalis “sekular”.
a. Masa kolonial Belanda
Pada dasarnya gerakan Islam bertujuan
kepada tegaknya agama Islam di muka bumi agar kedamaian dan kesejahteraan bagi
umat Islam terwujud. Banyak ideologi atau paham yamng melandasi gerakan ini.
Ada yang bersifat fillah dan sabilillah. Fillah adalah
gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh ilmu. Sedangkan
sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah peperangan. Semua gerakan ini
bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu yang tepat
untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah.
Hadirnya Islam merupakan bukti autentik
sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah berperan sangat signifikan dalam
panggung sejarah umat manusia. Tidak diragukan lagi, Islam telah menjadi
penanda perubahan, bukan hanya dalam bidang teologi, tetapi juga di bidang
sosial dan ekonomi. Sistem teologi Islam –dari sisi normatifnya – telah
membentuk sikap mental muslim yang senantiasa concern terhadap
persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan, dan inilah modal utama dalam
membangun peradaban yang unggul dan utama.
Awal abad 20 Masehi, penjajah Belanda
mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah
hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam
pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan
pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya
tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Qur’an dan
hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga
mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh
orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh masyarakat
melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-pemimpin
pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah
pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata.
Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional
yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum
rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908
berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa,
karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama
daripada Budi Utomo.
Awal abad ke-20 ditandai lahirnya
gerakan-gerakan Islam yang monumental. Gerakan Islam tersebut telah mengukir
tinta emas baik untuk kebangkitan Islam maupun pergerakan perjuangan
kemerdekaan di Indonesia, yang kemudian dikenal dengan organisasi
kemasyarakatan Islam.
Organisasi kemasyarakatan Islam atau
sering disebut Ormas Islam sungguh merupakan pilar penting dan strategis di
negeri tercinta ini. Lebih-lebih bagi Ormas Islam tertua yang telah menyertai
perjalanan sejarah bangsa ini. Sebutlah Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan
Islam, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain yang telah berdiri jauh sebelum Republik
Indonesia lahir. Kiprah gerakan Islam tersebut kendati berbeda orientasi dan
aktivitasnya sangatlah nyata. dan secara monumental telah menorehkan tinta emas
dalam perjalanan umat dan bangsa tercinta ini.
Seperti apa sejarah kelahiran gerakan
Islam pada masa penjajahan Belanda dan eksistensinya hingga saat ini ? Artikel
selanjutnya mengupas tentang sejarah kelahiran gerakan-gerakan Islam
diantaranya Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan NU.
b.
Masa pendudukan Jepang
Kemunduran progersif yang dialami
partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang dating
menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, Islam
dan nasionalis “sekuler”, ketimbang pimpinan tardisional (maksudnya raja dan
bangsawan lama). Jepang berpendapat, organisasi-organisasi Islamlah yang
sebenarnya mempunya massa yang patuh dan hanya dengan pendekatan agama,
penduduk Indonesia ini dapat dimobilisasi. Oleh karena itu kalau
organisasi-organisasi non-keagamaan dibubarkan, organisasi-organisasi besar
Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan kemudian Persyariktan Ulama (Majalengka),
juga Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang kemudian di lanjutkan dengan
Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) diperkenankan kembali meneruskan
kegiatannya. Permohonan Masyumi juga diterima pemerintah pendudukan Jepang
untuk mendirikan barisan Hizbullah, se buah wadah kemiliteran bagi para santri.
Bahkan, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) juga didominasi oleh golongan santri.
Bagi golongan nasionalis dibentuk
lembaga-lembaga baru, seperti Gerakan Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang hanya berumur beberapa bulan sejak
Mei 1942 dan Poesat Tenaga Rakjat (Poetra) yang didirikan bulan Maret 1943.
Usaha pembangunan Poetra baru dimulai pada bulan April 1943. sebagai pemimpin
tertingginya adalah Soekarno yang di Bantu oleh Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan K.H Mas Mansur. Mereka dikenal sebagai empat serangkai pemimpin
bangsa. Dari empat serangkai itu, tercermin bahwa tokoh nasionalis secular
lebih dominant dalam gerakan kebangsaan daripada golongan Islam.
Jepang kemudian
menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat Gunseikan
no.23/29 April 1945, tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang
kalangan islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI
didominasi oleh golongan nasionalis “secular”, yang ketika itu lazim
disebut golongan kebangsaan. Di dalam badan inilah, Soekarno mencetuskan ide
Pancasilanya. Meskipun, di dalam rumusan Pancasila itu terdapat prinsip
ketuhanan, tetapi Negara pada dasarnya dipisahkan dari agama.[52]
[2] Antony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), 24-25.
[4] Tim IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya, IAIN Sunan
Ampel Press, Cet. IV, 2006, hal. 307-308
[6] Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia
Dewasa Ini, (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2005), 195.
[8] Ali Kettani,Minoritas Muslim di Dunia
Dewasa Ini, 196.
[13] Seperti
yang diungkap oleh W.A.R. Wood dalam pembukaan Kisah Sejarah Perjuangan Melayu
Patani Universitas Kebangsaan Malaysia, orang-orang Melayu telah menjadi korban
sebuah pemerintahan yang ‘misgoverned’. Yang pada akhirnya kemudian
menimbulkan kekacauan dan seringkali terjadi kekerasan di wilayah selatan
antara tahun 1910 hingga 1923
[14] Auni
bin Haji Abdullah. Islam dan Perdagangan dalam Sejarah Alam Melayu,
(Malaysia. Darulfikir SDN BHO, 2001), 298.
[15] Teeuw,
A. dan Wyatt, D. K. Hikayat Patani. Bibliotheca Indonesia 5, (The
hague: Martinus Nijhoff, 1970), 3.
[16] Haji
Salleh, Siti Hawa. Hikayat Patani. (Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementrian Pendidikan, 1992), 9-10.
[19] Rudolf
Yuniarto P., Integrasi Melayu Patani: Sejarah
Perubahan Geopolitik Dan Demografi. (PSDRLIPI. 2004)
[20] Peter
Searle, Ethno–religious Conflict: Rise or Decline? Recent Development in Southeast Asia,
Contemporary Southeast Asia Singapore April 2002.
[21] Sidi Ibrahim Boechari, Pengaruh Timbal Balik antara
Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau, (Jakarta: Gunung
Tiga, 1981), 32.
[22] Abdul Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Umat Islam Di
Nusantara: Sejarah dan Perkembangannya Hingga Abad Ke-19, (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990), 24.
[23] Kenneth Perry Landon, Southeast Asia: Cross-roads
of Religion, (Chicago: University of Chicago Press, 1949).
[25] Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam,
diterjemah A. Nawawi Rambe, (Jakarta: Penerbit Widjaya, 1981), 319.
[26] Taufik Abdullah, dkk., Sejarah Ummat Islam
Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991), 38.
[28] Marsal
GS Hodgson, The Ventural of Islam vol. II
(Chicago: University of Chicago Pres, 1997), 548.
[29] Ira
M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan
Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999), 357.
[30] Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet. I;
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 268-269.
[31] Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 3. Lihat Hamka, Ekspansi
Ideologi: Ghazwul Fikri, (Jakarta: Balai Pustaka, 1963), 87-88.
[32] Ibid, 4.
[33] Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan
Sejarah, (Bandung: Mizan, 1996), 74-93.
[34] Sir Thomas Walker Arnold, Preaching of Islam: A History of the Propagation of
the Muslim Faith, (Cambridge: Archibald Constable & CO, 1968),
[35] F. Hirth dan W. W.
Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII
Centuries, (St.Petersburg: Paragon Book, 1966), 159.
[36] S. Q. Fatini, Islam
Comes to Malaysia, (Singapura: M. S. R.I., 1963), 39.
[37] Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2004), 6.
[38] Ibid.
[39] Ibid, 8.
[40] Ibid, 7.
[41] Ibid, 9.
[42] Uka
Tjandrasasmita (Ed), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN. Balai
Pustaka, 1984), 3.
[43] Tim IAIN
[44] Anas
Machmud, "Turun Naiknya peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir
Timur Pulau Sumaterd", dalam A.Hasymy, 286.
[45] HJ.
De Graaf, "Islam di Asia Tenggara sampai Abad ke-I5" dalam
Azymardi Arza (Ed), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarata:
Yayasan Obor Indonesia, 1989), 5.
[46] Tim IAIN, 272
[47] Taufik
Abdullah, "Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara", dalam
Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (ED), Tradisi dan Kebangkitan Islam di
Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 69.
[49] Ibid, 214.
[50] Taufiq Abdullah, 98.
[52] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 263-265.
DOWNLOAD DISINI

0 Comments